Liputan6.com, Jakarta Industri rokok tak bisa dilepaskan dari cengkeh. Bahkan, 95 persen produksi cengkeh untuk mensuplai kebutuhan industri rokok. Sedangkan, sisanya sebesar 5 persen untuk kebutuhan farmasi dan aneka pangan. Karena itu, apabila produksi industri hasil tembakau (IHT) menurun sebagai dampak naiknya cukai rokok, akan berimbas terhadap menurunnya serapan produksi cengkeh.
Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Kementan, Hendratmojo Bagus Hudoro mengatakan, kenaikan cukai rokok menyebakkan penurunan produksi IHT. Bahkan, menurunnya IHT tersebut akan bepengaruh terhadap penyerapan di lapangan.
“Sebanyak 95 persen produksi cengkeh untuk mensuplai industri rokok. Artinya, selain tembakau, cengkeh adalah bahan baku utama industri rokok. Kalau IHT terdampak, maka produksi cengkeh akan mengalami penurunan juga,” papar Bagus, dalam sebuah webinar, di Jakarta, Kamis (22/10).
Advertisement
Menurut Bagus, konsumsi cengkeh dalam negeri rata-rata 120 ribu ton per tahun. Namun, apabila produk IHT menurun, dipastikan serapa cengkeh ke industri rokok juga menurun. Apalagi harga cengkeh saat ini juga rendah, antara Rp 40 ribu-Rp 50 ribu per kg.
Guna mengatasi menurunnya produksi cengkeh, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen Perkebunan) sepanjang tahun 2020 terus mengembangkan pertanaman cengkeh melalui program rehabilitasi dan perluasan lahan di sejumlah daerah.
Rehabilitasi tanaman cengkeh juga berfungsi untuk meningkatkan produksi dan produktivitas komoditas perkebunan berorientasi ekspor ini. Bahkan, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo , dalam kunjungannya ke Provinsi Maluku, Mei 2020 lalu berpesan, agar jajarannya melakukan pendampingan untuk meningkatkan nilai tambah, daya saing dan keunggulan setiap komoditas perkebunan termasuk rempah. Komoditas perkebunan seperti cengkeh ini harus diperkuat di sektor hulunya.
“Selain itu, harus dikembangkan pula sektor hilirnya supaya petani atau pekebun punya nilai tambah,” ujar Syahrul.
Hal senada diungkapkan Direktur Jenderal Perkebunan, Kasdi Subagyono. Menurut Kasdi, Ditjen Perkebunan Kementan menaruh perhatian besar pada peningkatan produksi, produktivitas, nilai tambah dan daya saing produk perkebunan.
Menurut Kasdi, agar produktivitas dan produksi komoditas cengkeh meningkat, perlu dukungan benih berkualitas. Mengingat, cengkeh merupakan bahan baku industri (rokok) yang sangat dibutuhkan untuk pasar dalam negeri maupun ekspor.
Ditjen Perkebunan, pada awal Juli lalu, memberikan bantuan benih cengkeh kepada Kelompok Tani Simomi Gam, Desa Marimabati, Kecamatan Jailolo Selatan, Kabupaten Halmahera Barat. Bantuan benih ini merupakan bagian dari kegiatan rehabilitasi cengkeh di Kabupaten Halmahera Barat seluas 150 hektar. Benih yang disiapkan sebanyak 9.750 batang. Benih cengkeh tersebut dibagikan untuk 6 (enam) kelompok tani. Masing-masing kelompok tani sebanyak 1.625 batang benih cengkeh.
Di tempat terpisah, Sekjen Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI), I Ketut Budhyman Mudara mengatakan, Indonesia punya potensi besar sebagai negara penghasil cengkeh dunia. Lahan cengkeh yang dikelola petani sekitar 500 ribu ha, dengan produktivitas 2-2,5 kwintal/ha.
"Karena itu, daerah penghasil cengkeh seperti Sulawesi, Ambon, Halmahera dan sejumlah daerah lainnya, harus dioptimalkan produksinya. Pemerintah harus turun tangan untuk mendorong mereka supaya produktivitasnya meningkat,” paparnya.
(*)