Pengamat Nilai Demo Kenaikan UMP 2021 Salah Besar, Kenapa?

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengancam akan melakukan aksi penolakan terhadap penetapan UMP 2021.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 28 Okt 2020, 10:00 WIB
Diterbitkan 28 Okt 2020, 10:00 WIB
20160929-Demo-Buruh-Jakarta-FF
Ribuan buruh dari berbagai elemen melakukan longmarch menuju depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (29/9). Dalam aksinya mereka menolak Tax Amnesty serta menaikan upah minumum provinsi (UMP) sebesar Rp650 ribu per bulan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Polemik soal tuntutan kenaikan upah minimum (UMP) 2021 kian memanas. Hal ini setelah Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menetapkan tidak adanya perubahan upah minimum pekerja untuk tahun depan atau UMP 2021.

Kalangan buruh yang sudah berang sejak jauh hari langsung merespons kebijakan tersebut. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bahkan mengancam aksi perlawanan buruh akan semakin keras terhadap penolakan tidak adanya kenaikan UMP 2021.

"Menaker tidak memiliki sensitivitas nasib buruh, hanya memandang kepentingan pengusaha semata," tegas dia, Selasa (27/10/2020).

Namun, Pengamat Ketenagakerjaan Aloysius Uwiyono justru menilai aksi demo besar-besaran buruh menuntuk kenaikan UMP 2021 sebagai kesalahan fatal. Menurut dia, akan lebih tepat sasaran jika kaum buruh menumpahkan tuntutannya kepada masing-masing perusahaan.

"Menurut saya demo mengenai UM itu salah besar. Harusnya serikat pekerja memperjuangkan kenaikan upah anggotanya di masing-masing perusahaannya," kata Aloysius kepada Liputan6.com, seperti ditulis Rabu (28/10/2020).

Dari sudut pandangnya, demo penolakan UMP 2021 yang tak naik tersebut terkesan dibumbui intrik politik. Dia menganggap curahan hati itu lebih tepat diarahkan kepada pihak pemberi kerja.

"Lho, ini (tuntutan kenaikan UMP 2021) kan perjuangan sosial ekonomi para anggotanya. Bukan perjuangan politik," tegas Aloysius.

Oleh karenanya, ia pun meminta serikat pekerja untuk dapat bernegosiasi dengan setiap perusahaan. Itu agar para buruh dengan status kerja lebih dari 1 tahun berhak memperoleh gaji di atas ketentuan UMP 2021.

"Dirundingkan secara musyawarah pada masing-masing perusahaan," ujar dia.

Saksikan video pilihan berikut ini:


Menaker Putuskan UMP 2021 Tak Naik

20160929-Demo-Buruh-Jakarta-FF
Ribuan buruh berjalan menuju Istana Negara, Jakarta, Kamis (29/9). Dalam aksinya mereka menolak Tax Amnesty serta menaikan upah minumum provinsi (UMP) sebesar Rp650 ribu per bulan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah memutuskan untuk tidak menaikkan upah minimum tahun 2021 (UMP 2021). Hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 11/HK04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum tahun 2021 pada Masa Pandemi Covid-19.

Dikutip dari Surat Edaran Menaker tersebut, Selasa (27/10/2020), pandemi Covid-19 telah berdampak pada kondisi perekonomian dan kemampuan perusahaan dalam memenuhi hak pekerja dan buruh termasuk dalam membayar upah.

Dalam rangka memberikan perlindungan dan kelangsungan usaha, perlu dilakukan penyesuaian terhadap penetapan upah minimum pada situasi pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19.

Atas dasar hal tersebut, Menteri Ida Fauziyah meminta kepada para gubernur di seluruh Indonesia untuk melakukan penyesuaian penetapan nilai Upah Minimum Tahun 2021 sama dengan nilai Upah Minimum tahun 2020. Dengan kata lain tidak ada kenaikan UMP 2021.

Ida juga meminta kepada para gubernur untuk melaksanakan penetapan upah minimum setelah tahun 2021 sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Dalam SE ini, para kepala daerah wajib mengumumkan upah minimum provinsi tahun 2021 pada 31 Oktober 2020.

Direktur Pengupahan Kemnaker, Dinar Titus Jogaswitani menambahkan, dalam SE tersebut tidak ada kata kenaikan sehingga UMP 2021 sama dengan tahun ini.  

"Jadi nilai upah minimum 2021 sama dengan nilai upah minimum 2020. Tidak ada kenaikan dan di SE tidak ada kata kenaikan," tegas Dinar Titus Jogaswitani.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya