Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mengambil langkah berbeda terkait penetapan UMP 2021. Dengan memutuskan tidak menaikkan Upah Minimum Provinsi untuk tahun 2021 (UMP 2021). Meski, langkah ini ternyata masih ditentang dua pihak sekaligus yaitu para buruh dan pengusaha.
Keputusan tidak menaikkan UMP 2021 tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 11/HK04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum tahun 2021 pada Masa Pandemi Covid-19.
Dalam surat tersebut terdapat tiga ketetapan. Ketetapan pertama, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah meminta kepada para gubernur untuk melakukan penyesuaian penetapan nilai upah minimum tahun 2021 sama dengan nilai upah minimum tahun 2020.
Advertisement
Ketetapan kedua, meminta gubernur melaksanakan ketetapan upah minimum setelah tahun 2021 sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan ketetapan ketiga, meminta para gubernur menetapkan dan mengumumkan upah minimum Provinsi tahun 2021 pada tanggal 31 Oktober 2020.
Menteri Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyatakan bahwa alasan tidak naiknya UMP 2021 untuk memberikan perlindungan dan kelangsungan usaha.
Pandemi Covid-19 telah berdampak pada kondisi perekonomian dan kemampuan perusahaan dalam memenuhi hak pekerja dan buruh, termasuk dalam membayar upah.
Dalam rangka memberikan perlindungan dan kelangsungan usaha, ketentuan tidak menaikkan upah UMP 2021 dalam SE anyar itu merupakan jalan tengah yang diambil pemerintah.
"Ini jalan tengah yang harus diambil oleh pemerintah dalam kondisi yang sulit dan tidak mudah. Perlindungan pengupahan kita jaga, keberlangsungan usaha harus kita perhatikan. Atas dasar itulah SE ini kami keluarkan," kata Ida, Selasa (27/10/2020).
Penerbitan SE tersebut berdasarkan kajian yang dilakukan secara mendalam oleh Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) terkait dampak Covid-19 terhadap pengupahan. Mengingat pandemi Covid-19 telah berdampak kondisi perekonomian dan kemampuan perusahaan dalam memenuhi hak pekerja/buruh termasuk dalam membayar upah.
SE tersebut juga dalam rangka memberikan perlindungan dan keberlangsungan bekerja bagi pekerja dan buruh serta menjaga kelangsungan usaha. Alhasil perlu dilakukan penyesuaian terhadap penetapan upah minimum pada situasi pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19.
"Di samping itu tentu saja harus diingat bahwa pemerintah tetap memperhatikan kemampuan daya beli para pekerja melalui subsidi gaji dan upah. Sesungguhnya bantalan sosial sudah disediakan oleh pemerintah. Jadi pemerintah tidak begitu saja menetapkan itu karena ada beberapa langkah yang sudah dilakukan," terangnya.
Dengan mengacu pada SE Menaker soal UMP 2021 tersebut, maka DKI Jakarta mencatatkan daerah dengan upah minimum tertinggi yaitu di angka Rp 4.276.349. Sedangkan UMP terendah adalah DIY dengan nilai Rp 1.704.607.
Instrumen Fiskal
Pernyataan Menteri Ida dikuatkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. Menurut Sri Mulyani, kebijakan mempertahankan UMP 2021 merupakan salah satu instrumen yang dibuat pemerintah agar perusahaan tidak semakin goyah dalam masa pemulihan ekonomi pasca wabah pandemi Covid-19.
Angka inflasi sampai Oktober 2020 ini terhitung cukup rendah. Jadi dalam hal ini dari sisi inflasi yang biasanya mengurangi daya beli masyarakat, kini dalam situasi yang rendah.
"Sehingga ini harus tetap jadi perhatian, karena ini berarti sektor usaha masih dalam situasi yang sangat-sangat tertekan, dan masyarakat juga tertekan, sehingga kita harus sama-sama menjaganya untuk bisa pulih. Dengan tidak menimbulkan trigger, yang kemudian akan menimbulkan dampak negatif kepada yang lainnya," katanya pada Selasa (27/10/2020).
Pemerintah disebutnya akan terus berkomitmen memperbaiki daya beli masyarakat. Itu tercermin dari keseluruhan belanja pemerintah pada 2020 yang berhubungan dengan bantuan sosial (bansos), mencapai lebih dari Rp 220 triliun.
"Itu adalah untuk berbagai macam bantuan langsung kepada masyarakat, yang diharapkan bisa membantu daya beli. Termasuk bantuan gaji kepada mereka yang berpendapatan di bawah Rp 5 juta," terang dia.
Dia menyimpulkan, pemerintah berupaya menggunakan instrumen fiskal tanpa menimbulkan tekanan kepada perusahaan. Sementara di sisi lain masyarakat dan pekerja juga tetap membutuhkan dukungan.
"Itulah instrumen fiskalnya. Sehingga perusahaan tetap bisa bertahan atau bahkan mulai bangkit kembali, namun masyarakat dan pekerja tetap bisa dijaga dari daya belinya. Itu peranan dari fiskal kita untuk jadi jembatan," ungkap Sri Mulyani.
Di lain sisi, dia pun tak mau ada salah satu kebijakan yang menyebabkan banyak perusahaan semakin lemah, sehingga para pekerja juga turut berhadapan dengan kemungkinan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Ini kita cari titik balance-nya dari pemerintah menggunakan berbagai instrumen. Instrumen UMP atau upah minimum satu hal, tapi pemerintah menggunakan banyak sekali anggaran untuk perlindungan sosial dalam rangka mengkompensasi dan membantu daya beli masyarakat," tutur Sri Mulyani.
Dihubungi terpisah, Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih menanggapi keputusan tidak naiknya UMP 2021. Menurutnya, itu hal yang baik bagi industri kecil, menengah dan aneka.
"Itu bagus. IKM pasti kinerjanya tetap akan baik," katanya kepada Liputan6.com.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Buruh Meradang
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea menolak keras keputusan pemerintah yang tidak menaikan UMP 2021. Dia mengaku kecewa di saat kondisi sulit akibat pandemi Covid-19, keputusan ini akan membuat daya beli masyarakat semakin menurun.
"Ini sangat memberatkan buruh dalam kondisi kesulitan ekonomi dan daya beli masyarakat yang lagi turun, tentu sangat berat," tegasnya, Selasa (27/10/2020).
Ia pun meminta pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan tersebut. Pemerintah harus mengajak bicara serikat buruh sebelum memutuskan.
Dirinya mengakui banyak pengusaha yang dalam kondisi sulit. Tapi buruh juga jauh lebih susah. Seharusnya pemerintah bisa bersikap lebih adil, yaitu tetap ada kenaikan UMP 2021.
Sementara, bagi perusahaan yang tidak mampu dapat melakukan penangguhan dengan tidak menaikkan UMP setelah berunding dengan serikat pekerja di tingkat perusahaan dan melaporkannya ke Kementerian Ketenagakerjaan.
Tak berbeda jauh, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyesalkan sikap pemerintah yang tidak menaikkan UMP 2021.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, pengusaha memang sedang susah. Namun, nasib buruh juga jauh lebih susah. Seharusnya pemerintah bisa bersikap lebih adil, yaitu tetap ada kenaikan upah minimum 2021.
"Menaker (Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah) tidak memiliki sensitivitas nasib buruh, hanya memandang kepentingan pengusaha semata," kata Said Iqbal dalam keterangannya kepada Liputan6.com.
Said melanjutkan, perusahaan yang tidak mampu dapat melakukan penangguhan dengan tidak menaikan upah minimum setelah berunding dengan serikat pekerja di tingkat perusahaan dan melaporkannya ke Kemnaker.
"Tapi jangan dipukul rata semua perusahaan tidak mampu. Faktanya di tahun 1998 pun tetap ada kenaikan upah minimum untuk menjaga daya beli masyarakat," tegasnya. Lebih jauh Said Iqbal mempertanyakan keputusan ini. "Apakah presiden sudah mengetahui keputusan Menaker ini? Atau hanya keputusan sepihak Menaker?" tanya dia.
Said Iqbal melanjutkan, buruh tetap menuntut UMP 2021 naik. Ada 4 alasan yang mendasarinya. "Pertama, jika upah minimum tidak naik, hal ini akan membuat situasi semakin panas. Apalagi saat ini para buruh masih memperjuangkan penolakan terhadap UU Cipta Kerja," ujar Said.
Kedua, alasan upah tidak naik karena saat ini pertumbuhan ekonomi minus tidak tepat. Said Iqbal meminta agar pemerintah membandingkan dengan apa yang terjadi pada tahun 1998, 1999, dan 2000.
Said mencontohkan, di DKI Jakarta, kenaikan upah minimum dari tahun 1998 ke 1999 tetap naik sekitar 16 persen, padahal pertumbuhan ekonomi tahun 1998 minus 17,49 persen.
"Begitu juga dengan upah minimum tahun 1999 ke 2000, upah minimum tetap naik sekitar 23,8 persen, padahal pertumbuhan ekonomi tahun 1999 minus 0,29 persen," kata Said.
Ketiga, menurut serikat pekerja, bila upah minimum tidak naik maka daya beli masyarakat akan semakin turun. Daya beli turun akan berakibat jatuhnya tingkat konsumsi yang ujungnya berdampak negatif buat perekonomian.
Keempat, tidak semua perusahaan kesulitan akibat pandemi Covid-19. Oleh karena itu, dia meminta kebijakan kenaikan upah dilakukan secara proporsional.
Guna menentang hal itu, KSPI dan seluruh serikat buruh di Indonesia akan melakukan aksi nasional besar-besaran di 24 provinsi pada 2 November dan 9-10 November 2020.
Adapun, demonstrasi tersebut nantinya diikuti puluhan hingga ratusan ribu buruh. Mereka akan berdemo di depan kantor Mahkamah Konstitusi, Istana, DPR RI, dan di kantor Gubernur di seluruh Indonesia bersamaan dengan isu pembatalan Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Advertisement
Seharusnya Justru Turun
Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang mengatakan keputusan untuk tidak menaikkan UMP 2021 memang sesuai dengan rumusan yang ditetapkan dalam PP Nomor 78 tahun 2015. Yakni UMP Tahun berjalan ditambah (UMP tahun berjalan dikalikan Pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional tahun 2020).
Namun jika melihat kenyataan yang ada di lapangan, Sarman melanjutkan, seharusnya UMP 2021 justru turun.
“Jika kita hitung malah minus, seharusnya UMP turun, tapi kan tidak mungkin UMP diturunkan, maka kenaikan 0 persen sudah sangat bijak,” kata Sarman kepada Liputan6.com.
Sedangkan menanggapi permintaan dari kaum buruh untuk menaikkan UMP 2021, Sarman mengatakan hal tersebut sangat mustahil. Jika buruh mendesak kenaikan UMP 2021, maka tak menutup kemungkinan akan terjadi PHK.
“Jika dalam kondisi seperti ini ada kenaikan UMP, maka pengusaha akan melakukan rasionalisasi yang lebih ketat misalnya melakukan PHK yang semakin banyak dan tahun depan tidak menambah karyawan baru, kata dia.
Sarman menekankan mengenai kondisi dunia usaha saat ini yang sudah tidak memungkinkan untuk untuk menaikan UMP. Bisa bertahan saja sudah bagus.
“Kondisi dunia usaha saat ini yang sudah ngos ngosan untuk mampu bertahan sangat tidak memungkinkan menaikkan UMP. Hampir semua pengusaha sudah sangat terpuruk, cash flow sudah mengkhawatirkan, jika UMP dinaikkan akan menambah beban pengusaha dan akan semakin terpuruk,” jelas dia.
Tantangan Masih Besar
Pengamat Ketenagakerjaan Aloysius Uwiyono pun ikut menanggapi rencana buruh yang akan melakukan aksi demo besar-besaran untuk menentang keputusan dari Menaker.
Menurutnya, aksi demo besar-besaran tersebut sebagai kesalahan fatal. Langkah lebih tepat sasaran jika kaum buruh menumpahkan tuntutan kepada masing-masing perusahaan.
"Menurut saya demo mengenai upah minimum itu salah besar. Harusnya serikat pekerja memperjuangkan kenaikan upah anggotanya di masing-masing perusahaannya," kata Aloysius kepada Liputan6.com.
Dari sudut pandangnya, demo penolakan UMP 2021 yang tak naik tersebut terkesan dibumbui intrik politik. Dia menganggap curahan hati itu lebih tepat diarahkan kepada pihak pemberi kerja.
"Lho, ini (tuntutan kenaikan UMP 2021) kan perjuangan sosial ekonomi para anggotanya. Bukan perjuangan politik," tegas Aloysius.
Oleh karenanya, ia pun meminta serikat pekerja untuk dapat bernegosiasi dengan setiap perusahaan. Itu agar para buruh dengan status kerja lebih dari 1 tahun berhak memperoleh gaji di atas ketentuan UMP 2021.
"Dirundingkan secara musyawarah pada masing-masing perusahaan," ujar dia.
Menanggapi soal keputusan Menaker untuk tidak menaikkan UMP 2021, Aloysius tidak mempermasalahkan. Namun dengan catatan, ketetapan itu berlaku bagi pekerja dengan masa kontrak di bawah 1 tahun.
"Yang penting penerapan upah minimum tersebut diberlakukan benar-benar pada pekerja/buruh yang bermasa kerja kurang dari 1 tahun," kata Aloysius.
Di sisi lain, ia menilai pekerja atau buruh yang mempunyai masa kerja lebih dari 1 tahun berhak dibayar di atas UMP 2021.
Pemerintah pun wajib melakukan pengawasan super ketat kepada tiap perusahaan agar pembayaran itu dilakukan.
Sebab menurut dia, konsep upah minimum merupakan cara untuk mencegah agar para pekerja/buruh yang baru kerja tidak dibayar di bawah standar gaji (safety net).
"Berarti pekerja atau buruh yang bermasa kerja di atas 1 tahun harus dibayar lebih. Masa mereka yang bermasa kerja lebih dari 1 tahun dibayar sama dengan yang baru masuk kerja? Nggak mungkin dong," serunya.
Sedangkan menurut Pengamat Ketenagakerjaan Payaman Simanjuntak, pemerintah memang masih punya fokus lain yang ingin diselesaikan. Apalagi tahun 2021 mendatang masih akan jadi tahun yang memprihatinkan.
Meski nantinya pemerintah telah berhasil menyediakan vaksin Covid-19 dan memulai penyuntikan massal, namun tetap akan masih banyak pembatasan kerja di tahun depan.
"Artinya, dunia usaha belum bisa bergerak cepat. Jadi pusat perhatian kita masih mengutamakan dapat pekerjaan daripada kenaikan upah," ujar Payaman kepada Liputan6.com.
Penilaian tersebut tampak dapat dimaklumi, seiring dengan disahkannya Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja yang kini gencar dikampanyekan untuk menyediakan lapangan kerja.
Lebih lanjut, Payaman menyoroti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Secara aturan, jika pertumbuhan ekonomi nasional negatif sekitar 4 persen dan inflasi hanya 1-2 persen, maka upah minimum provinsi (UMP) atau upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2021 justru seharusnya turun 2 persen.
"Jadi dapat dimaklumi kalau Ibu Menteri Ketenagakerjaan mengambil kebijakan tidak menaikkan UMP/UMK untuk tahun 2021 ini. Dan itu tidak menutup kemungkinan menaikkan upah di perusahaan yang ternyata bisa berproduksi optimal, kenaikan upah dapat dirundingkan," ujarnya.
Advertisement