Pemerintah Optimis Capai Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen di 2021

Pemerintah tetap memandang optimis pencapaian ekonomi pada kuartal III 2020

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 05 Nov 2020, 17:50 WIB
Diterbitkan 05 Nov 2020, 17:50 WIB
Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Turun 5,6 Persen Akibat Covid-19
Deretan gedung perkantoran di Jakarta, Senin (27/7/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta mengalami penurunan sekitar 5,6 persen akibat wabah Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah tetap memandang optimis pencapaian pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2020 meski terkontraksi 3,49 persen.

Itu membuat Indonesia resmi resesi untuk pertama kali sejak 1999 akibat pertumbuhan ekonomi negatif selama dua kuartal berturut-turut.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyatakan, ada bermacam indikator positif di tengah pertumbuhan ekonomi yang minus tersebut. Oleh sebabnya, ia berkeyakinan ekonomi Indonesia tetap bisa tumbuh di level 5 persen pada 2021 mendatang.

"Pertumbuhan (ekonomi) kami tetap punya optimisme, tetap dengan angka sekitar 5 persen. Mudah-mudahan bisa kita capai," ujar Suharso dalam sesi teleconference di Istana Negara, Kamis (5/11/2020).

Optimisme itu diluncurkannya lantaran pergerakan ekonomi pada kuartal ketiga lalu tetap berhasil tumbuh secara kuartalan dari triwulan II 2020, yakni positif 5,05 persen.

"Jadi ini data yang baik. Dengan demikian pertanyaannya adalah, bagaimana kita menyambut pertumnuhan ekonomi tahun 2021," ungkap Suharso.

Guna menghadapi 2021, ia menambahkan, pemerintah telah mempersiapkan diri lewat komitmen realisasi belanja APBN yang bakal terus dimaksimalkan.

"Dan bahkan kita menghendaki semua yang bisa kita luncurkan pada tahun 2021 bisa kita selesaikan seluruhnya pada proses administrasinya pada bulan-bulan November-Desember ini," tuturnya.

"Sehingga dengan demikian belanja pemerintah akan menjadi lokomotif, dan dengan demikian akan mengangkat konsumsi masyarakat," pungkas Suharso.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kinerja Investasi Tak Mampu Topang Pertumbuhan Ekonomi

Investasi Meningkat, Ekonomi Indonesia Kuartal 1 Tumbuh 5,06 Persen
Pekerja menyelesaikan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Senin (7/5). Badan Pusat Statistik (BPS) melansir pertumbuhan ekonomi kuartal 1 2018 mencapai 5,06%.(Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Peneliti Indef, Bhima Yudhistira menilai kinerja investasi belum bisa menopang pertumbuhan ekonomi di masa pandemi Covid-19.

Hal ini tidak sejalan dengan kampanye pemerintah yang ingin menarik relokasi industri dan Omnibus Law Cipta Kerja.

"Kinerja investasi tidak sejalan dengan kampanye masif pemerintah untuk menarik relokasi industri dan Omnibus Law Cipta Kerja," kata Bhima di Jakarta, Kamis (5/11/2020).

Ini tercermin pada pertumbuhan investasi (PMTB) terkoreksi hingga -6,48 persen. Artinya ada indikasi masalah utama investasi saat ini pada beberapa hal.

Mulai dari penanganan pandemi, perbaikan daya beli, pemberantasan korupsi dan penurunan biaya logistik. Berbagai masalah ini kata dia harus segera diatasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kembali pulih.

"Masalah fundamental tersebut banyak yang tidak segera diatasi oleh pemerintah," kata Bhima.

Sisi lain, laju pertumbuhan industri manufaktur belum ada perbaikan yang signifikan. Saat ini masih bertahan di level negatif menjadi -4,3 persen.

"Indikasi sektor manufaktur masih alami tekanan yang cukup dalam seiring belum pulihnya permintaan di dalam dan pasar ekspor," kata dia.

Selain itu sektor tradable (produksi barang) lesu dan sumbangan terhadap PDB cenderung menurun. Industri manufaktur masih berada dibawah 20 persen dari PDB. Sektor pertanian mengalami penurunan dari 15,4% persen pada kuartal ke II 2020 menjadi 14,6 persen di kuartal ke III.

Sementara sektor non-tradable atau jasa semakin mendominasi perekonomian. Bhima mencontohkan sektor jasa informasi komunikasi berada diatas 4,5 persen dan jasa konstruksi 10,6 persen dari PDB.

Kualitas pertumbuhan ekonomi yang menurun akan mengancam serapan kerja pada tahun 2021. Sebab sektor non-tradable serapannya cenderung lebih rendah dibandingkan sektor tradable atau penghasil barang seperti industri pengolahan dan pertanian.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya