Merger Bank Syariah BUMN Bakal Perkuat Industri Halal Indonesia

KNEKS yakin penggabungan usaha tiga bank syariah BUMN akan berdampak positif dari sisi bisnis dan reputasi industri syariah.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Nov 2020, 11:15 WIB
Diterbitkan 10 Nov 2020, 11:15 WIB
20160714- Bank Syariah Siap Jadi Bank Persepsi-Jakarta- Angga Yuniar
Petugas melayani nasabah di Bank Mandiri Syariah di Jakarta, Kamis (14/7). Sejumlah bank syariah mengaku siap menjadi bank persepsi, Jakarta, Kamis (14/7). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Hasil merger bank syariah milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dinilai dapat menguatkan posisi Indonesia di industri halal global.

Direktur Jasa Keuangan Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Taufik Hidayat mengatakan bank syariah hasil merger juga menjadi katalis perkembangan industri syariah di Indonesia.

Taufik menuturkan indikasi positif terhadap bank syariah tercermin dari nilai potensi industri halal global pada 2018 lalu mencapai USD 2,2 triliun.

"Ada 10 besar produk makanan halal dengan total nilai potensi ekspor senilai USD 229 juta. Dari 10 besar produk makanan halal tersebut, market share Indonesia masih sekitar 39 persen. Artinya masih terbuka peluang 61 persen atau USD 139 juta,” ujar Taufik dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Selasa (10/11/2020).

Taufik menambahakn, selain mendorong penguatan industri produk halal, bank hasil merger juga bisa berperan dalam pembangunan infrastruktur kawasan industri halal. Pembangunan ini menjadi salah satu fokus pemerintah guna memaksimalkan potensi industri halal di Indonesia.

Taufik menyebutkan bahwa target investasi infrastuktur kawasan industri halal mencapai Rp 6.445 triliun. Investasi sebanyak itu disebutnya membutuhkan dukungan dari pelaku industri perbankan. Kehadiran bank syariah hasil merger bisa membantu realisasi dukungan tersebut.

“Bank merger memiliki peluang untuk (terlibat dalam) pembangunan infrastruktur kawasan industri halal serta modal usaha pelaku bisnis, dan juga pembiayaan di bidang logistik, transportasi dan sarana penunjang ekspor, serta infrastruktur prioritas nasional dan daerah,” ujarnya.

Menurut Taufik, merger tiga bank syariah BUMN sudah dilakukan sesuai rekomendasi KNEKS untuk memperkuat penetrasi industri keuangan syariah di Indonesia. Penguatan harus dilakukan karena KNEKS melihat masih lemahnya kekuatan industri keuangan, terutama perbankan, syariah di Indonesia.

Dalam catatannya, Taufik menyebut kelemahan industri perbankan syariah muncul karena empat hal dari internal yakni terbatasnya permodalan, rendahnya kualitas dan kuantitas SDM, keterbatasan teknologi, informasi dan jaringan, serta minimnya keunikan produk.

“Sedangkan dari faktor eksternal yaitu kurangnya literasi dan edukasi ke masyarakat; dan kurangnya infrastruktur pendukung. Kami dari KNEKS merekomendasikan bank-bank syariah mendorong inndustri perbankan syariah untuk melakukan konsolidasi, sehingga mampu meningkatkan daya saing melalui penguatan struktur permodalan dan optimalisasi sinergi bank dalam satu kepemilikan,” tuturnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lebih Efisien dan Kompetitif

20170209-Bank-Syariah-Jakarta-AY
Suasana transaksi perbankan Syariah di BRI Syariah, Jakarta, Kamis (9/2). Sampai akhir 2016 pertumbuhan perbankan syariah mencapai 19,67 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

KNEKS yakin penggabungan usaha tiga bank syariah BUMN akan berdampak positif dari sisi bisnis dan reputasi industri syariah. Dari segi bisnis, merger membuat bank syariah lebih efisien dan kompetitif.

Perluasan diversifikasi usaha juga akan muncul, disertai bertambahnya kapasitas bank untuk membiayai proyek-proyek besar. Kemudian, kinerja keuangan bank syariah diprediksi akan lebih baik.

Dari sisi reputasi, bank hasil merger dianggap mampu membuat tingkat kepercayaan nasabah lebih tinggi dibanding sebelumnya. Kemudian, bank ini bisa diperhitungkan dalam skala nasional dan global; serta memiliki manajemen resiko yang lebih kuat dan modal solid.

“Dari sisi ekosistem, entitas merger berpeluang menjadi prime mover di industri perbankan syariah, dan mengakselerasi pengembangan ekosistem ekonomi syariah melalui sinergi dengan lembaga keuangan syariah lainnya dan juga industri halal. Dari sisi pendukung, memiliki kemampuan untuk investasi teknologi, riset, dan promosi; serta menarik SDM berkualitas,” ujarnya.

Berdasarkan catatan KNEKS, saat ini ada 14 bank umum syariah (BUS) dan 20 unit usaha syariah (UUS) di Indonesia. Proporsi jumlah bank umum syariah di Indonesia adalah 12,72 persen dari seluruh bank. Bank syariah memiliki market share 6,18 persen.

“Bank syariah memiliki size yang relatif kecil dibandingkan dengan bank konvensional. Indonesia memerlukan bank syariah dengan skala yang besar untuk dapat menjadi prime mover pengembangan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah,” katanya.

Berdasarkan kalkulasi atas kinerja per Semester I/2020, total aset bank syariah hasil merger mencapai Rp 214,6 triliun dan modal intinya lebih dari Rp 20,4 triliun. Dengan nilai aset dan modal inti tersebut, bank syariah hasil merger akan masuk jajaran 10 besar bank terbesar di Indonesia dari sisi aset, dan 10 besar dunia dari segi kapitalisasi pasar.

Reporter: Yunita Amalia

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya