Tak Pandang Bulu, OJK Jamin Perlindungan Transaksi Keuangan bagi Semua Pihak

OJK berkomitmen melakukan perlindungan terhadap konsumen jasa keuangan.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 17 Nov 2020, 12:45 WIB
Diterbitkan 17 Nov 2020, 12:45 WIB
20151104-OJK Pastikan Enam Peraturan Akan Selesai Pada 2015
Petugas saat bertugas di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkomitmen melakukan perlindungan terhadap konsumen jasa keuangan. Baik perbankan secara konvensional hingga yang berbasis fintech.

“Yang kita lindungi itu semuanya. Baik itu dari sisi penyedia dana, investor. Penabung, deposan, semua kita lindungi. MAupun dari sisi peminjam, borrower atau debitur,” ujar Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Segara dalam IMA Chapter Webinar Series Episode 2, Selasa (17/11/2020).

Tirta menambahkan, untuk perbankan sandiri perlindungan yang sudah ada yakni untuk penyedia dana atau investor berupa peraturan yang ketat. Sebab, umumnya orang menitipkan uangnya ke bank tanpa benar-benar ingin tahu bagaimana pihak bank mengelolanya.

“Jadi harus diatur dan diawasi secara ketat,” kata dia.

Selain itu, juga ada penjaminan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk transaksi sampai dengan Rp 2 miliar. Serta imbalan bunga atau bagi hasil.

Sementara untuk fintech, perlindungannya sedikit berbeda. Hal ini juga menimbang sumber dana fintech yang berbeda dengan perbankan. Dimana dana fintech dihimpun dari investor, yang nantinya akan disalurkan oleh perusahaan fintech kepada peminjam.

“Perlindungannya itu, kontrak ordernya ini harus jelas. DSi investor harus melihat secara transparan dan order pekerjaan yang akan dibiayai itu jelas,” kata Tirta.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Layanan Fintech

Fintech
Ilustrasi fintech. Dok: sbs.ox.ac.uk

Untuk layanan fintech, memang tidak ada jaminan dari LPS. Namun, kata Tirta, biasanya pihak platform ikut mengupayakan jika tidak ada tagihan macet. Selain itu, karena resiko dari transaksi ini relatif lebih tinggi, maka imbal hasil atau bunga yang dikenakan atas layanan ini juga tinggi.

Tirta juga memaparkan sejumlah prinsip perlindungan konsumen. Pertama transparansi. Ini termasuk tidak ada lagi hidden cost, tidak ada biaya penalti yang tidak disebutkan.

Lalu ada perlakuan yang adil, perlindungan data konsumen, penanganan aduan konsumen. Di mana setiap usaha jasa keuangan harus memiliki unit untuk menangani pengaduan.

Adapun sejumlah pengaturan industri jasa keuangan yang diterbitkan OJK, diantaranya; POJK 77/206 mengenai P2P Lending), POJK 12/2018 mengenai Bank Digital, POJK 13/2018 mengenai inovasi keuangan digital, dan POJK 37/2018 mengenai equity crowdfunding.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya