Kemenperin Genjot Inovasi Cegah Pencemaran Udara di Sektor Industri

Industri harus mengimplementasikan standard sustainability yang dapat dicapai dengan penerapan industri hijau.

oleh Tira Santia diperbarui 18 Nov 2020, 11:00 WIB
Diterbitkan 18 Nov 2020, 11:00 WIB
Ilustrasi Polusi Udara, Asap Pabrik
Ilustrasi Polusi Udara, Asap Pabrik. Kredit: analogicus via Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Peningkatan kemampuan dan daya saing industri dalam negeri merupakan salah satu kunci menuju pemulihan ekonomi di era pandemi saat ini.

Hal ini sejalan dengan arahan Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, di mana industri harus mengimplementasikan standard sustainability yang dapat dicapai dengan penerapan industri hijau.

Industri hijau mengedepankan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan, sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan memberi manfaat bagi masyarakat.

Guna menjawab tantangan tersebut, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin, Doddy Rahadi, menyampaikan bahwa seluruh Satuan Kerja dibawah BPPI harus aktif mengembangkan inovasi teknologi dalam penyelesaian permasalahan-permasalahan industri maupun meningkatkan daya saing.

"Satuan Kerja dibawah lingkungan BPPI harus cepat berinovasi dan berkontribusi untuk mengantisipasi perkembangan kebutuhan industri, khususnya dalam meningkatkan daya saing serta mendukung kebijakan pengembangan industri berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan penerapan konsep industri hijau yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian,” kata Doddy, Rabu (18/11/2020).

Dia juga telah menghimbau, bahwa satuan kerja BPPI harus aktif berperan dalam penyelesaian berbagai permasalahan industri di daerah. Khusus terkait dengan permasalahan lingkungan yang dihadapi industri, dimana salah satunya adalah pencemaran udara. Permasalahan ini sedang dihadapi oleh PT Sidoagung Farm (SAF) yang berlokasi di Kabupaten Magelang.

PT SAF adalah perusahaan yang bergerak di bidang pakan ternak dan merupakan salah satu PMDN ditengah banyaknya PMA dibidang industri pakan ternak.

“PT Sidoagung Farm memiliki kapasitas produksi 300.000 ton per tahun, mampu mensuplai ketersediaan pakan bagi ayam Broiler sejumlah 2,5 juta ekor per bulan, dan akan menghasilkan 4.250 ton daging perbulan. Kami juga mensuplai kebutuhan pakan untuk 7 juta ayam petelur per bulan, dimana menghasilkan 11,156 ton telur per bulan. Oleh karena itu, PT. SAF memiliki peran strategis dalam mendukung ketahanan pangan terutama di masa pandemi COVID-19 dan resesi ekonomi saat ini,” jelas Direktur PT Sidoagung Farm Asrokh Nawawi.

Terkait permasalahan yang dihadapi PT. SAF, Asrokh menyampaikan kondisi dan status yang dihadapi perusahaannya.“Saat ini kami sedang dalam tahap commisioning, dimana dalam prosesnya menghadapi satu kendala, yaitu ada protes dari lingkungan masyarakat sekitar yang mengeluhkan pencemaran udara dan debu.

Pada awalnya PT SAF mencoba mengatasi sendiri, tetapi dalam perjalanannya mengalami kegagalan. Kemudian kami berkonsultansi ke BBTPPI Semarang, selanjutnya ditindaklanjuti dengan dilakukan survei, dianalisa, serta dibuatkan desain dan peralatannya,” tambah Asrokh.

Sebelumnya PT SAF menggunakan wet scrubber tetapi mengalami masalah dan tidak efektif. Akhirnya setelah berkonsultansi dengan BBTPPI dapat berhasil dengan menggunakan inovasi teknologi dry filter. PT SAF memiliki 2 (dua) cerobong setinggi 68 meter, dimana dry filter tersebut berfungsi untuk menyaring udara dan uap yang keluar dari mesin press pakan ternak.

Parameter dominan yang keluar sehingga menimbulkan kebauan antara lain H2S (Hidrogen sulfida), NH3 (Amoniak), kadar air, dan partikulat. Parameter tersebut jika terpapar oleh manusia dapat menimbulkan masalah kesehatan terutama gangguan ISPA. Emisi kebauan ini tidak dapat dihindarkan, tetapi bisa dikendalikan dengan alat pengendali emisi.

Asrokh menambahkan, bahwa perusahaannya sempat berhenti beroperasi karena ada surat pemberhentian sementara dari Bupati Magelang.

“Saat ini PT. SAF telah beroperasi kembali karena sudah memenuhi semua hal-hal yang mungkin menjadi hambatan kami sebelumnya. Untuk itu kami sampaikan terima kasih kepada BBTPPI atas bantuan dan dukungannya,” tambahnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Permasalahan Industri

Asap Buangan Pabrik
Kepulan asap keluar dari cerobong salah satu pabrik di kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur, Rabu (31/7/2019). Selain gas buang kendaraan, limbah asap pabrik merupakan salah satu sumber polutan yang menambah buruknya kualitas udara di ibu kota. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Menanggapi permasalahan yang dialami PT SAF, Kepala BBTPPI Semarang, Ali Murtopo Simbolon, menyampaikan upaya BBTPPI dalam menyelesaikan permasalahan industri.

“BBTPPI menciptakan mesin dry filter dan mendesain cerobong asap milik PT. SAF yang semula hanya setinggi 32 meter menjadi 68 meter yang bertujuan untuk mengurai bau di udara”, ujar Ali.

Banyak jenis alat pengendali emisi kebauan yang biasa diterapkan pada industri, tetapi perlu disesuaikan dengan kondisi industri masing-masing. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan pemilihan alat antara lain jenis emisi, jenis parameter, letak penempatan, dan biaya. Dengan pertimbangan tersebut, adsorber dengan media karbon aktif sangat tepat untuk mengurangi dampak kebauan yang teremisikan dari unit proses produksi.

“Adsorber ini dibuat dengan 3 tingkat dengan pembatas perforated tray yang di dalamnya berisi karbon aktif yang dihamparkan. Tujuan dibuat 3 tingkat agar gas emisi kebauan dapat ter-adsorp sempurna, sehingga keluar cerobong sudah tidak berbau lagi,” jelas Ali.

Ali menyampaikan kesiapan BBTPPI dalam mendukung terciptanya inovasi teknologi pencegahan pencemaran industri. “Teknologi Balai Kemenperin menyelesaikan permasalahan pencemaran industri pakan ternak untuk mendukung daya tahan pangan,” pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya