LPS Upayakan Percepatan Penurunan Bunga Penjaminan

LPS berupaya mempercepat penurunan tingkat bunga penjaminan.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 24 Nov 2020, 12:35 WIB
Diterbitkan 24 Nov 2020, 12:35 WIB
LPS Canangkan 2017 Sebagai Tahun Transformasi
Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) mencanangkan tahun 2017 ini sebagai tahun Transformasi.

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) berupaya mempercepat penurunan tingkat bunga penjaminan. Hal ini dilakukan agar industri perbankan bisa lebih cepat melakukan transmisi penurunan suku bunga deposito dan bunga kreditnya untuk meningkatkan permintaan kredit.

Melihat kondisi likuiditas perbankan yang masih melimpah, Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa berharap bank bisa memangkas suku bunga.

Yudhi menjelaskan, penurunan bunga deposito dan bunga kredit lebih terpengaruh dari tingkat bunga penjaminan. Sedangkan transmisi dari suku bunga simpanan Bank Indonesia (BI) membutuhkan waktu.

"Kami dorong penurunan bunga kredit. Saya dulu jadi pengamat mengkritik bank sentral lama turunkan bunga, tapi ketika saya di LPS ternyata kita yang lama. Kita di LPS sekarang tidak akan lambat turunkan bunga penjaminan," kata dia dalam Economic Outlook 2021: Memacu Pertumbuhan di Tengah Pandemi, Selasa (24/11/2020).

Yudi mengatakan, jika LPS lambat melakukan penurunan tingkat bunga penjaminan, bank juga kesulitan menekan biaya dana (cost of fund). "Bunga deposito dipengaruhi bunga penjaminan, kalau kita tidak turunin, deposito, cost of fund tidak turun, bunga kredit juga tidak turun. Kami bergerak kesana," kata dia.

Informasi saja, saat ini tingkat bunga penjaminan LPS untuk simpanan rupiah bank umum 5,00 persen, simpanan valas menjadi 1,25 persen, serta simpanan rupiah di BPR menjadi 7,50 persen.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

LPS Angkat Suara Soal Kasus Lenyapnya Tabungan Winda Earl di Maybank

20151101-Penyimpanan Uang-Jakarta
Tumpukan uang di ruang penyimpanan uang BNI, Jakarta, Senin (2/11/2015). Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat jumlah rekening simpanan dengan nilai di atas Rp2 M pada bulan September mengalami peningkatan . (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kasus pembobolan dana nasabah senilai Rp 22 miliar di PT Bank Maybank Indonesia Tbk., yang saat ini tengah ditangani Kepolisian Republik Indonesia masih terus bergulir.

Kasus ini muncul ke publik saat Winda yang merupakan atlet esport ini mendatangi Bareskrim Polri pada Kamis, 5 November 2020 untuk menanyakan perkembangan penyidikan. Winda sebelumnya melaporkan kasus ini sejak 8 Mei 2020.

Ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah menilai, kasus ini tidak akan mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional. Apalagi saat ini perbankan nasional telah banyak berubah mengikuti perkembangan teknologi dan jaman, termasuk pada aspek keamanan dan regulasinya.

"Tidak akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap bank karena masy cukup paham bahwa ini kasus yang melibatkan oknum. Mereka yang pernah berbisnis dan berhubungan dengan bank sangat paham bahwa bank lembaga keuangan sangat aman, dia diawasi ketat oleh OJK. Kasus seperti ini mudah dihindari asalkan kita paham akan bisnis bank, paham SOP bank. Karena ini adalah kasus yang mana kesalahan dari nasabah sendiri juga, kelalalain dari nasabah, nasabah tidak melakukan pengecekan, meninggalkan kartu ATMnya ke pejabat bank," ujar Piter kepada Wartawan di Jakarta, Sabtu (14/11/2020).

Menurutnya, kasus serupa pernah dialami Citibank dimana pegawainya, Malinda Dee, membobol uang milik nasabah Citibank. Namun hal tersebut tidak berdampak kepada kepercayaan masyarakat terhadap Citibank.

"Kita pernah alami kasus sperti ini, seperti kejadiam Malinda Dee, jangankan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap bank secara keselruhan, bahkan terhadap Citibank pun tidak terlalu banyak terpengaruh," tukasnya.

Lebih jauh, kata Piter, kasus ini juga sudah masuk ranah pidana dan kepolisian yang menangani, sehingga regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak perlu turun tangan. Begitupun dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), menurutnya, kasus ini bukan masuk ke dalam wewenang LPS karena tugas LPS adalah melikuidasi bank gagal yang sudah dinyatakan OJK.

Senada dengan Piter, Sekretaris Lembaga LPS, Muhamad Yusron menyatakan, sejalan dengan pernyataan Ketua Dewan Komisioner LPS di media beberapa waktu yang lalu, kewenangan LPS sesuai dengan Undang-Undang LPS yaitu menjamin simpanan nasabah apabila terdapat bank yang dicabut ijin usahanya oleh OJK.

"Agar simpanan di bank dijamin LPS, nasabah perlu memenuhi syarat 3 T. Yakni tercatat pada pembukuan bank, tingkat bunga simpanan tidak melebihi bunga penjaminan LPS dan tidak melakukan tindakan yang merugikan bank misalnya memiliki kredit macet," tegas Yusron.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya