UU Cipta Kerja Tak Gantikan Aturan Lama soal Tata Ruang

Pembahasan Undang-Undang Cipta Kerja dari sisi tata ruang menjadi salah satu hal yang penting.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 26 Nov 2020, 13:07 WIB
Diterbitkan 26 Nov 2020, 12:58 WIB
FOTO: Sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju Hadiri Paripurna Pengesahan UU Ciptaker
Sejumlah menteri kabinet Indonesia Maju foto bersama Pimpinan DPR usai pengesahan UU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta (5/10/2020). Rapat tersebut membahas berbagai agenda, salah satunya mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pembahasan Undang-Undang Cipta Kerja dari sisi tata ruang menjadi salah satu hal yang penting, selain penyediaan lapangan pekerjaan dan pemangkasan regulasi. Hal ini mengingat keterbatasan ruang, sementara populasi terus bertambah.

Untuk itu, pemerintah menyertakan penyederhanaan penataan ruang dalam UU Cipta Kerja. Kendati begitu, UU Cipta Kerja ini tak serta-merta menggantikan aturan yang lama, melainkan disederhanakan seefisien mungkin.

“UU Nomor 26/2007 tentang penataan ruang bukan dihapuskan, bukan tidak berlaku lagi,” ujar Sekretaris Ditjen Tata Ruang Kementerian ART/BPN, Hardian, dalam Serap Aspirasi Implementasi Undang-Undang Cipta Kerja di Palembang, Kamis (26/11/2020).

Hardian menjelaskan, melalui metodologi Omnibus Law, UU Cipta Kerja ini dimaksudkan untuk menyempurnakan aturan pendahulunya. Di mana semangat yang diusung adalah penyederhanaan untuk memberikan kemudahan kepada seluruh stakeholder. Bahkan, dari 80 pasal dalam UU Nomor 26/2007 tentang penataan ruang, 45 pasal di antaranya tidak mengalami perubahan, dan masih diberlakukan.

“Jadi jangan dianggap kalau UU Cipta Kerja diberlakukan, UU 26/2007 tidak berlaku lagi. Bukan seperti itu. Sebanyak 45 pasal dari UU 26/2007 tetap berlaku, 26 pasal disederhanakan, 9 pasal dihapus,” kata dia.

Adapun salah satu terobosan dari sisi penataan ruang dimuat dalam UU Cipta Kerja adalah sistem integrasi yang mencakup ruang darat, ruang udara, ruang dalam bumi ke dalam satu dokumen penataan ruang, Sehingga rencana tata ruang lebih mudah diakses dan dijadikan acuan dalam tata kelola ke depannya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kemenko Perekonomian: UU Cipta Kerja Dorong Pengembangan Industri Halal

FOTO: Diwarnai Aksi Walk Out, DPR Sahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja Jadi Undang-Undang
Suasana Rapat Paripurna pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Fraksi Partai Demokrat dan PKS menolak pengesahan, sementara tujuh fraksi lainnya menyetujui RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Pemerintah telah berkomitmen meningkatkan kontribusi industri halal nasional. Tecermin dari berbagai instrumen peraturan dan ketentuan terkait industri halal yang telah dikeluarkan pemerintah. Salah satunya dengan hadirnya jaminan produk halal di UU Cipta Kerja.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, UU Cipta Kerja memberikan perlakuan khusus kepada pelaku usaha UMK terkait kewajiban sertifikasi halal dan hal itu sangat diperlukan.

Mengingat pengenaan biaya untuk pelaksanaan sertifikasi halal akan memberatkan pelaku usaha UMK. 

"Untuk memudahkan pelaku UMK, diterbitkan panduan atau standar self declare produk halal yang diharapkan menjadi solusi sertifikasi halal bagi produk UMK yang jumlahnya mencapai 64,19 juta," kata dia dalam webinar Alinea Forum "Mendorong Pengembangan Industri Halal Lewat UU Cipta Kerja", Selasa (23/11).

Selain itu, UU Cipta Kerja mempunyai semangat membebaskan biaya sertifikasi halal bagi pelaku UMK atau dengan istilah nol rupiah. Memberikan kemudahan pelaku usaha peroleh sertifikasi halal dengan tidak meninggalkan aspek dasar kehalalan produk.

Sekaligus memberi ruang peran serta masyarakat melalui ormas Islam untuk mendirikan lembaga pemeriksa halal (LPH), penyiapan auditor halal, penyelia halal dan pengawasan penyelenggaraan jaminan produk halal. 

"Sertifikasi halal pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) bisa didasarkan atas pernyataan diri atau self declare berdasarkan standar halal yang ditetapkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH)," jelas dia 

Self declare produk UMK tidak bermakna pelaku usaha bisa begitu saja menyatakan produknya halal tanpa dasar, tetap ada persyaratan yang harus dipenuhi sebagai dasar kehalalan produk. Kaidahnya jelas, yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Produk dengan no risk dan low risk boleh dilakukan self declare

"Kalau yang bukan no risk dan low risk tidak boleh self declare," ucap dia.

Selain itu, dia mengungkapkan adanya peluang industri halal di kawasan khusus. Di antaranya dengan mengembangkan kawasan khusus di satu lokasi untuk menampung seluruh industri halal, seperti makanan, minuman, fesyen, keuangan, wisata, hiburan dan media, farmasi serta kosmetik.

Peluang lainnya adalah dengan mengembangkan klaster industri halal di kawasan khusus yang sudah ada. Misalnya industri FnB dan kosmetik di KEK Sei Mangkei dan KEK Kendal, industri fesyen di KEK Kendal dan indsutri serta rekreasi di KEK  Singhasari.

Itulah sebabnya Anggota Dewan Pakar Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Sapta Nirwandar mengatakan, UU Cipta Kerja akan memudahkan masyarakat, khususnya UMK, membuka usaha baru. Semua itu diharapkan dapat membuka ekspor industri halal. Apalagi keberadaan sertifikasi halal sangat penting untuk ekspor, karena memberikan jaminan kepada klien asing. 

“Kita harus bisa berbagi ke seluruh dunia untuk menambah pendapatan negara dari devisa,” ujar Sapta.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya