Liputan6.com, Jakarta - Penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo atas kasus suap ekspor lobster cukup mengejutkan para nelayan tradisional.
Ketua Serikat Nelayan Tradisional (SNT), Kajidin mengaku Edhy Prabowo merupakan sosok yang baik dan humble. Bahkan di beberapa kesempatan saat melakukan kunjungan kerja, Edhy Prabowo tak segan meluangkan waktunya untuk sekedar ngobrol dan bergurau dengan para nelayan.
“Pas ada OTT kemarin itu membuat kita terbelalak semua. Saya menganggap beliau orang baik. Orang lapangan juga, jadi paham betul persoalan yang ada. Namanya manusia barangkali terpeleset atau apa akhirnya melakukan hal yang diluar dugaan,” ujar dia kepada Liputan6.com, Sabtu (28/11/2020).
Advertisement
Kajidin mengaku, hampir seluruh kebutuhan nelayan khususnya tradisional terakomodir dengan baik dibawah kepemimpinan Edhy Prabowo. Mulai dari perizinan, pemanfaatan teknologi digital (online), hingga pemasarannya.
“Itu nyata, tidak sekedar omongan. Sehingga kita-pun enak bekerja sebagai nelayan mempunyai Menteri seperti itu,” kata Kajidin.
Sementara, menanggapi pengunduran Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, Kajidin mengaku sedikit cemas. Pasalnya Edhy Prabowo dinilai sudah cukup ideal dengan komunikasi yang sudah terjalin lama dengan nelayan sejak ia masih di komisi IV DPR.
“Pada saat beliau kena OTT, tertangkap dan mengundurkan diri, kami gusar juga soalnya nanti Menteri yang akan datang itu siapa lagi. Menteri siapa yang kelihatannya bisa komunikasi, bisa seperti Pak Edhy (Edhy Prabowo). Kalau kita dan Pak Edhy itu selayaknya kita dengan orangtua sendiri, dengan kawan, tidak ada batasan,” kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Edhy Prabowo jadi Tersangka, KKP Setop Sementara Ekspor Benih Lobster
Menteri Perikanan dan Kelautan (KKP) Edhy Prabowo telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan kasus ekspor benih lobster. Setelah status Edhy Probowo jelas, Kementerian KKP pun memutuskan untuk memberhentikan ekspor benih lobster sementara.
Adapun, hal tersebut termaktub dalam Surat Edaran Nomor B. 22891/DJPTPI.130/XI/2020. Surat tertanggal 26 November ini diteken Plt Dirjen Perikanan Tangkap Muhammad Zaini.
"Benar penghentian sementara (ekspor benih lobster, untuk permanen tentunya perlu pembahasan lebih lanjut," ujar Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Agung Tri Prasetyo saat dikonfirmasi, Kamis (26/11/2020).
Tertulis, kebijakan ini dilakukan dalam rangka memperbaiki tata kelola pengelolaan benih bening lobster (BBL) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/PERMEN-KP/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia serta mempertimbangkan proses revisi Peraturan Pemerintah tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
"Terhitung surat edaran ini ditetapkan, penerbitan SPWP dihentikan hingga batas waktu yang tidak ditentukan," demikian dikutip Liputan6.com.
Adapun, bagi perusahaan eksportir benih lobster yang memiliki BBL dan masih tersimpan di packing house per tanggal surat edaran ini ditetapkan, diberikan kesempatan untuk mengeluarkan BBL dari Negara Republik Indonesia paling lambat satu hari setelah surat edaran ini ditetapkan.
Advertisement
Edhy Prabowo dan Istri Belanjakan Uang Rp 750 Juta di Hawaii, untuk Apa Saja?
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait izin ekspor benih lobster atau benur. Berdasarkan hasil penyidikan, Edhy Prabowo dan istrinya juga ditemukan telah membelanjakan uang panas tersebut ketika berkunjung ke Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menyampaikan, Edhy Prabowo dan istri, Iis Rosita Dewi, telah menggelontorkan uang sekitar Rp 750 juta untuk membeli berbagai barang konsumsi pribadi.
"Uang itu digunakan untuk belanja barang mewah oleh EP (Edhy Prabowo) dan IRW (Iis Rosita Dewi) di Honolulu pada 21 sampai 23 November 2020, sejumlah sekitar Rp 750 juta. Uang itu dibelanjakan jam tangan rolex, tas Tumi dan LG, baju Old Navy," ungkap Nawawi dalam jumpa pers di Gedung KPK, seperti dikutip Kamis (26/11/2020).
KPK sendiri telah melakukan penyidikan kepada Edhy Prabowo dan istri sejak Mei 2020. Pada saat itu ditemukan kiriman uang sebesar USD 100 ribu, atau sekitar Rp 1,4 miliar (kurs Rp 14.144 per dolar AS) dari Direktur PT DPP Suharjito.
Uang tersebut dikirimkan melalui Safri yang juga merupakan Staf Khusus Menteri KKP, dan Amirul Mukminin selaku pihak swasta.
Selain itu, Safri dan Andreu Pribadi Misata (Staf Khusus Menteri KKP/Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas) pada Agustus 2020 juga kepergok menerima uang senilai Rp 436 juta dari Ainul Faqih, seorang staf istri Menteri KKP Edhy Prabowo.
Lalu pada 5 November 2020, diduga terdapat transfer dari rekening pemegang PT Aero Citra Kargo Amri dan Ahmad Bahtiar ke rekening salah satu bank atas nama Ainul Faqih. Jumlahnya sebesar Rp 3,4 miliar yang diperuntukan bagi keperluan Edhy Prabowo dan istri, serta Safri dan Andreu Pribadi Misata.
Infografis Penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo
Advertisement