Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Kembali Dapat Izin OJK

OJK memutuskan kembali membuka permohonan perizinan sebagai Penyelenggara Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham.

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Des 2020, 17:48 WIB
Diterbitkan 04 Des 2020, 17:48 WIB
Ilustrasi OJK 2
Ilustrasi OJK

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memutuskan kembali membuka permohonan perizinan sebagai Penyelenggara Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham (equity crowd funding/ECF).

Keputusan itu ditetapkan dalam surat nomor S-273/D.04/2020 tertanggal 17 November 2020 perihal Kelanjutan Permohonan Perizinan sebagai Penyelenggara Layanan Urun Dana.

"OJK memutuskan membuka kembali Perizinan Penyelenggara Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham dapat dilanjutkan," tulis Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo dalam keterangan resminya, Jakarta, Jumat (4/12).

Sebelumnya, OJK sempat menghentikan beberapa ketentuan ini. Hal itu dilakukan karena menunggu terbentuknya asosiasi yang menaungi Penyelenggara ECF.

Dalam keputusan tersebut, OJK meminta calon penyelenggara ECF diminta untuk memperbaharui dokumen kelengkapan permohonan izin yang telah diajukan.

Dokumen yang dimaksud terkait dengan bukti keanggotaan dalam asosiasi yang diakui OJK.Sejalan dengan keputusan tersebut, OJK juga telah menetapkan Perkumpulan Layanan Teknologi Gotong Royong Bersama (LTGRB) sebagai Asosiasi Penyelenggara Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi. Ketetapan tersebut diputuskan melalui Keputusan Anggota Dewan Komisioner Nomor KEP-60/D.04/2020 tanggal 11 November 2020.

Anto mengatakan LTGRB akan bertindak sebagai asosiasi penyelenggara ECF. Dalam hal ini LTGRB bertugas untuk membina, mengembangkan dan memajukan peranan penyelenggara layanan urun dana berbasis teknologi informasi.

Tujuannya agar berkontribusi terhadap pembangunan dan perekonomian nasional. Keberadaan asosiasi tersebut akan berperan membantu OJK dalam memberikan pendapat atas setiap calon penyelenggara ECF yang mengajukan perizinan ke OJK.

Sebelumnya, pada 31 Desember 2018 OJK mengeluarkan POJK Nomor 37 /POJK.04/2018 Tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi (Equity Crowdfunding).

Aturan ini dibuat untuk mendukung pelaku usaha pemula (start-up company) dalam berkontribusi terhadap perekonomian nasional melalui penyediaan alternatif sumber pendanaan berbasis teknologi informasi. Hingga Desember 2019 ada tiga startup yang resmi mengantongi izin OJK yakni Santara, Bizhare dan CrowdDana.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Ekonom Indef: OJK Perlu Diperkuat dan Dipertahankan

20151104-OJK
Tulisan OJK terpampang di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Wacana pembubaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sempat mencuat belum lama ini. Wacana ini dihembuskan para anggota dewan yang dikabarkan bakal melakukan revisi terhadap Undang-Undang Bank Indonesia. DPR berencana mengembalikan fungsi pengawasan OJK kepada bank sentral.

Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto menilai, wacana pengembalian tugas dan fungsi OJK saat ini tidak relevan dalam kondisi saat ini. Bila fungsi pengawasan terhadap industri jasa keuangan dikembalikan ke Bank Indonesia, maka akan menjadi beban baru bagi bank sentral.

Bank Indonesia dinilai hanya akan fokus mengawasi perbankan nasional yang saat ini jumlahnya lebih banyak dari sebelumnya. Sementara itu, pengawasan kepada produk jasa keuangan lainnya tidak akan berjalan maksimal. Mengingat saat ini perkembangan produk jasa keuangan makin beragam.

"Kalau ini dikembalikan ke bank sentral, bisa-bisa bank sentral cuma fokus mengawasi bank, tidak akan ada yang bisa secara khusus menjembatani pengawasan lintas sektor," tutur Eko dalam Forum Diskusi Salemba bertema: 9 Tahun Peran OJK dalam Menjaga Inklusi Jasa Keuangan Indonesia secara virtual, Jakarta, Kamis (3/12/2020).

Menurut Eko, saat ini tidak ada lembaga yang memiliki pemahaman yang holistik seperti OJK dalam mengawasi produk industri jasa keuangan selain perbankan. Sehingga kata Eko, OJK sebaiknya tidak dibubarkan. Sebaliknya justru harus diperkuat dan dipertahankan.

"Justru OJK ini perlu diperkuat dan dipertahankan," ungkap Eko.

Hanya saja memang perlu ada pembagian konsentrasi cakupan tugas yang dikerjakan Bank Indonesia dan OJK. Dia menyarankan Bank Indonesia tetap menjalankan tugasnya untuk bertanggung jawab atas segala kebijakan makroprudensial. Sementara dari sisi mikroprudensial menjadi bagian OJK.

Alasannya dari berbagai riset yang ada, di masa depan, perkembangan industri jasa keuangan akan semakin beragam. Sebelumnya dalam industri jasa keuangan hanya mengenal perbankan dan asuransi. Kini produk dari jasa keuangan semakin banyak seiring dengan perkembangan penggunaan teknologi digital.

"Berbagai macam riset menunjukkan relasi antar pelaku ini semakin kuat dan beragam ke depannya," kata dia.

Selain pengawasan, peran OJK juga masih dibutuhkan untuk menggencarkan literasi inklusi keuangan. Meningkatkan edukasi masyarakat agar kehati-hatian publik juga meningkat. Literasi keuangan ini juga penting untuk menghindari terjadinya fraud atau moral hazard yang sempat terjadi beberapa waktu lalu.

"Jadi kehadiran OJK sudah tepat, jangan sampai Isu kemarin menjadi acuan karena itu hanya sesaat," kata dia.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com 

Infografis Protokol Kesehatan

Infografis DISIPLIN Protokol Kesehatan Harga Mati
Infografis DISIPLIN Protokol Kesehatan Harga Mati (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya