Liputan6.com, Jakarta - Vice President Pertamina Energi Institute (PEI) Hery Haerudin mengatakan, kebutuhan listrik di Indonesia diproyeksi akan meningkat hingga 4,5 persen per tahun dalam skenario pengembangan energi Green Transition atau GT (fokus pada energi terbarukan).
Berdasarkan hasil analisis PEI, kebutuhan listrik akan meningkat 3,7 persen per tahun dalam skenari Business As Usual (BAU), atau dalam kondisi bisnis stabil para pelaku usaha bidang energi di Indonesia.
Baca Juga
"Kapasitas listrik terpasang turut berpotensi mencapai 268 Giga Watt pada 2050, pada skenario GT, dengan porsi energi terbarukan mencapai 56 persen," ujar Heru dalam Pertamina Energy Webinar 2020, Selasa (8/12/2020).
Advertisement
Heru menjelaskan, potensi penambahan kapasitas energi terbarukan terbesar berasal dari jenis energi surga dan angin yang mencapai 34 GW pada skenario Market Driven (MD dan 67 GW pada skenario Green Transition (GT) pada tahun 2050. Sedangkan panas bumi diproyeksi mencapai 10 GW dan 17 GW pada masing-masing skenario tersebut.
"Ini dikarenakan energi surya dan angin karena dari sisi cost ini yang paling murah saat ini, dilanjutkan dengan hidro dan panas bumi," jelasnya.
Dengan proyeksi peningkatan kebutuhan listrik dan gas, maka penambahan kapasitas pembangkit batubara diprediksi melambat, atau tumbuh dengan nilai yang minim yaitu 8 GW saja pada 2050 (skenario GT).
Pembangkit gas akan terus meningkat dengan potensi kapasitas mencapai 70 GW pada skenario GT. "Produksi listrik dari EBT (energi baru terbarukan) juga meningkat hingga 56 persen pada skenario Green Transition," tuturnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Gegara Pandemi Covid-19, Kebutuhan Energi Turun 16 Persen di 2020
Pandemi Covid-19 menjadi salah satu hal yang mempengaruhi lanskap energi di Indonesia. Gegara supply dan demand yang terganggu, maka kebutuhan akan energi juga terdampak.
Hasil penelitian Pertamina Energy Institute (PEI) menyebutkan, kebutuhan energi di Indonesia menurun 16 persen pada 2020 imbas adanya pandemi Covid-19.
"Dan pada jangka panjang, penurunannya akan mencapai 3 persen. Kebutuhan energi primer terus meningkat dengan pertumbuhan sekitar 3 persen per tahun," jelas Vice President Pertamina Energi Institute Hery Haerudin dalam Pertamina Energy Webinar 2020, Selasa (8/12/2020).
Heru melanjutkan, pemulihan kebutuhan energi tercepat diproyeksi akan terjadi pada tahun 2022. Eenergi terbarukan menjadi energi primer dengan tingkat pertumbuhan paling tinggi dengan porsi mencapai 29 persen di skenario Market Driven (MD) dan 47 persen di skenario Green Transition (GT) tahun 2020.
Pemanfaatan gas juga mengalami peningkatan dengan porsi relatif stabil. Di sisi lain, penggunaan batubara dan minyak mengalami penurunan karena transisi energi.
Untuk mencapai penurunan emisi sesuai skenario, diperlukan energi terbarukan paling sedikit 16 persen pada tahun 2030, yang didukung oleh disrupsi energi lainnya seperti EV battery, biofuel dan peningkatan pemanfaatan gas.
"Ini sudah cukup mencapai target penurunan emeisi 2030, meskipun begitu tetap memerlukan dukungan lain seperti pertumbuhan kendaraan listrik, bio fuel dan gas alam," jelas Heru.
Advertisement