Bukan PSBB, Ini Kebijakan yang Diterapkan Pemerintah Saat Natal dan Tahun Baru

Pemerintah memperkenalkan kebijakan kebijakan baru untuk mencegah penularan virus Covid-19 saat libur Natal dan Tahun Baru 2020.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Des 2020, 17:23 WIB
Diterbitkan 15 Des 2020, 17:23 WIB
Suasana Jam Pulang Kantor Pekerja di Jakarta
Sejumlah orang berjalan di trotoar pada saat jam pulang kantor di Kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (8/6/2020). Aktivitas perkantoran dimulai kembali pada pekan kedua penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memperkenalkan kebijakan kebijakan baru untuk mencegah penularan virus Covid-19 saat libur Natal dan Tahun Baru 2020. Kebijakan pengganti PSBB ini dinamai Pengetatan Terukur.

"Kita bukan menerapkan PSBB, tapi akan menerapkan kebijakan pengetatan yang terukur dan terkendali, supaya penambahan kasus dan kematian bisa terkendali dengan dampak ekonomi yang relatif minimal," ujar Menko Marves Luhut B. Pandjaitan di Jakarta, Selasa (15/12).

Untuk mengantisipasi lonjakan kasus terkonfirmasi positif, dia mengatakan bahwa usulan intervensi yang akan dilakukan adalah pengetatan aktivitas masyarakat secara terukur dan terkendali.

"Pengetatan masyarakat secara terukur meliputi WFH 75 persen, pelarangan perayaan tahun baru diseluruh provinsi, dan pembatasan jam operasional mall, restoran, tempat hiburan sampai pukul 19.00 untuk jabodetabek dan 20.00 untuk zona merah di Jabar, Jateng dan Jatim," jelas Menko Luhut.

Selain itu, pengetatan protokol kesehatan akan dilakukan di rest area dan tempat-tempat wisata. Terakhir, dia mengungkapkan, untuk perjalanan menggunakan kereta api jarak jauh dan pesawat akan diwajibkan untuk melakukan rapid test antigen maksimal H-2.

"Rapid test antigen ini memiliki sensitifitas yang lebih baik bila dibandingkan rapid test antibodi. Kemudian, khusus untuk kunjungan ke Bali dengan menggunakan pesawat harus melakukan tes pcr pada H-2 keberangkatan," tuturnya.

Sebelumnya, Pemerintah memutuskan untuk melarang kerumunan dan perayaan tahun baru di tempat umum. Hal tersebut guna mengantisipasi kenaikan kasus Covid-19 pasca libur natal dan tahun baru 2020-2021.

Jelang libur Nataru tersebut, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan meminta kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk mengetatkan kebijakan bekerja dari rumah atau work from home hingga 75 persen.

Pesan itu disampaikan Luhut pada rapat Koordinasi Penanganan Covid-19 di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali yang dipimpinnya secara virtual, Senin (14/12).

"Saya juga minta Pak Gubernur untuk meneruskan kebijakan membatasi jam operasional hingga pukul 19.00 WIB dan membatasi jumlah orang berkumpul di tempat makan, mal dan tempat hiburan," kata Luhut, Senin (14/12).

Luhut pun meminta Anies memberikan keringanan rental dan service charge kepada para tenant (penyewa). Tujuannya agar kebijakan pemerintah tak membebani penyewa tempat usaha di mal.

"Skema keringanan penyewaan dan service charge (biaya layanan) agar disetujui bersama antar pusat perbelanjaan dan tenant. Contoh di antaranya prorate, bagi hasil, atau skema lainnya," ucapnya.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Pengusaha UMKM Memohon agar Pemerintah Tak Lagi Terapkan PSBB

FOTO: Pembatasan 25 Persen Pekerja Kantoran di Jakarta
Pekerja yang memakai face shield menunggu jemputan di kawasan Sudirman, Jakarta, Senin (14/9/2020). Selama PSBB, Pemprov DKI Jakarta mewajibkan perusahaan nonesensial untuk membatasi 25 persen dari total pekerja yang bekerja di kantor guna memutus penyebaran Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Para pengusaha di sektor mikro, kecil dan menengah (UMKM) meminta kepada pemerintah pusat dan daerah untuk tidak lagi menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Alasannya, kebijakan tersebut membuat sektor UMKM semakin terpuruk. 

Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Muhammad Ikhsan Ingratubun mengatakan, jika kebijakan PSBB diterapkan maka akan sangat merugikan bisnis UMKM.

"Apa yang diinginkan oleh asosiasi dan pelaku UMKM adalah tolong kebijakan PSBB jangan lagi dilaksanakan. Karena PSBB sangat merugikan bisnis UMKM," terangnya dalam webinar Dorong Pertumbuhan Ekonomi Lokal, Selasa (15/12/2020).

Dia mencontohkan, salah satu dampak buruk dari kebijakan pembatasan sosial tersebut ialah terpangkasnya omzet bisnis UMKM di wilayah Bali. "Contohnya temen-temen pengrajin perak di Bali yang omzetnya luar biasa sebelum pandemi (Covid-19), tapi saat pandemi omzetnya abis ga bisa jualan lagi karena adanya pembatasan usaha," terangnya.

Pun, kata Ikhsan, PSBB juga dinilai tidak efektif untuk memutus mata rantai penularan virus Covid-19 di tanah air. Hal ini tercermin dari masih meningkatnya jumlah positif Covid-19 kendati telah diberlakukan PSBB di sejumlah daerah.

Oleh karena itu, dia meminta pemerintah pusat maupun daerah untuk lebih memilih pengetatan protokol kesehatan dalam seluruh aktivitas sosial dna ekonomi masyarakat. Sehingga diharapkan mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional sekaligus juga sebagai solusi untuk memerangi virus mematikan asal China itu.

"Ini kan seperti rujukan WHO bahwa memang lockdown atau PSBB sudah tak lagi diterapkan. Karena menghambat upaya pemulihan ekonomi dan tidak efektif juga untuk menghentikan pandemi Covid-19," tutupnya.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com 

Infografis Penindakan Tegas Pelanggar PSBB

Infografis Penindakan Tegas Pelanggar PSBB. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Penindakan Tegas Pelanggar PSBB. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya