Pemerintah Lanjutkan Proyek 35 Ribu MW Meski Permintaan Listrik di 2020 Turun

Meski sedang dalam penurunan permintaan konsumsi listrik, pemerintah tetap melanjutkan proyek listrik 35 ribu MW.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Jan 2021, 18:30 WIB
Diterbitkan 07 Jan 2021, 18:30 WIB
PLN Pastikan Pasokan Listrik Selama Nataru Aman
Aktivitas perawatan dan perbaikan kabel listrik di Jakarta, Sabtu (26/12/2020). PT PLN (Persero) menjamin ketersediaan pasokan listrik sepanjang Natal dan Tahun Baru 2020-2021. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, permintaan listrik di 2020 menurun. Penurunan permintaan tersebut disebabkan adanya pandemi Covid-19.

"Demand listrik menurun ini disebabkan Covid-19 dan kita harapkan tahu depan (2021) bisa recovery," kata Arifin, di Jakarta, Kamis (7/1/2021).

Meski sedang dalam penurunan permintaan konsumsi listrik, pemerintah tetap melanjutkan proyek listrik 35 ribu MW. Sebab program ini telah berkontrak komitmen dan harus dipenuhi.

Hanya saja saat ini sedang dilakukan upaya negosiasi lantaran pihak yang terlibat terdampak pandemi virus corona. "Masalahnya sekarang kita melakukan upaya negosiasi kembali karena semua pihak terkena dampak Covid-19," kata dia.

Sisi lain, pemerintah saat ini tengah mendorong penggunaan kendaraan listrik berbasis. Program ini dilakukan juga sebagai upaya untuk menumbuhkan permintaan konsumsi listrik. Selain kendaraan motor roda dua dan roda empat, pemerintah juga merencanakan program kompor listrik.

"Ini bisa ditingkatkan pemakaiannya, kita sempurnakan transisinya," kata dia.

Selain itu, pemerintah akan terus melakukan pembangunan pembangkit listrik bahan baku diesel. Tujuannya agar bisa mempercepat pengadaan listrik di daerah-daerah yang terdepan, tertinggal dan terluar.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Saksikan video pilihan berikut ini:

Proyek Kelistrikan 35 Ribu MW Kembali Molor Akibat Corona

Ilustrasi Proyek PLTA
Ilustrasi Proyek PLTA

Peneliti Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Adila Isfandiari mengatakan mega proyek kelistrikan 35 ribu Mega Watt (MW) tak kunjung rampung karena asumsi pertumbuhan ekonomi terlalu tinggi. Saat ini, proyek tersebut kembali tertunda karena pandemi virus Corona.

“Proyek 35 MW, jadi mega proyek ini diresmikan oleh Pak Jokowi di 2015 dan targetnya selesai pada 2019. Namun apa yang terjadi? Asumsi yang digunakan dalam merencanakan mega proyek 35 mega wat ini terlalu ambisius,” kata Adila dalam paparan Media Briefing Secara Daring, Jakarta, Senin (30/3/2020).

Saat merancang proyek 35 ribu MW tersebut, asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 7,1 persen per tahun. Sedangkan realisasinya hanya di angka 5,08 persen saja.

Selanjutnya, asumsi pertumbuhan kebutuhan listrik yang juga lebih tinggi lagi, yakni 8,7 persen per tahun atau 7.000 MW per tahun. Sedangkan realisasinya hanya 4,4 persen pada 5 tahun belakangan.

“Inilah yang membuat capaian di mega proyek, per Februari 2020 ini hanya 19 persen dan akan diundur hingga 2028, artinya pengunduran ini hampir 10 tahun,” ujarnya.

Lalu menurut Adila, pemerintah menargetkan awal tahun 2020 ini, 44 persen akan terbangun atau sekitar 15.600 MW. Namun, kemudian memancing pertanyaan adalah apakah target ini akan tercapai di tengah kondisi wabah Corona Covid-19?

Oleh karena itu, menurutnya pemerintah perlu memperhatikan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2020 di tengah pandemi ini. Dengan melihat berapa angka kebutuhan listriknya.

Jika dilihat dari asumsi pertumbuhan kebutuhan listrik dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), ia meramalkan pertumbuhan ekonomi itu harus realistis.

“karena biasanya kebutuhan listrik itu akan dipertimbangkan dari pertumbuhan ekonomi, dimana angka kebutuhan listrik ini akan lebih tinggi daripada kebutuhan ekonominya sendiri, misalnya kita lihat rata-rata pertumbuhan listrik kita ini hanya 4,4 persen tapi di RUPTL selalu di atas 6 persen lebih, dan ketika kita berkaca lagi di covid-19 ini telah terjadi penurunan,” ujarnya.

Sistem listrik seperti di Jawa-Bali turun sebesar 7 persen, setelah mengalami siaga pandemic covid-19 dari dua minggu yang lalu. Bahkan di Jakarta bebannya sudah berkurang 30 persen, begitupun dengan daerah lain seperti di Kalimantan, Sulawesi, dan wilayah-wilayah lainnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya