Liputan6.com, Jakarta - Tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok rata-rata naik 12,5 persen di 2021. Keputusan ini mulai berlaku pada Februari 2021.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, meskipun secara umum kenaikannya 12,5 persen namun masing-masing kelompok atau golongan kenaikanya berbeda-beda.
Baca Juga
Misalnya untuk produk Srigaret Keretek Mesin (SKM) 2B dan Sigaret Putih Mesin (SPM 2B kenaikan tarif nya lebih tinggi daripada SKM 2 A dan SPM 2A. Hal itu ditujukan untuk mempersempit gap tarif atau sebagai sinyal simplifikasi.
Advertisement
Sementara untuk jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) ditetapkan tarif cukainya tidak mengalami kenaikan, hal itu mempertimbangkan sektor padat karya yang masih terpuruk akibat pandemi Covid-19.
"Jadi harga bandrolnya ini akan mengalami penyesuaian sesuai dengan kenaikan tarif dari masing-masing kelompok yang memang berbeda-beda meskipun secara umum total kenaikannya 12,5 persen," jelas dia dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (27/1/2021).
Adapun kenaikan berdasarkan golongan dan tarifnya sebagai berikut:
- SKM I naik 16,9 persen, tarif cukainya jadi Rp 865 per batang
- SKM IIA naik 13,8 persen, tarif cukainya jadi Rp 535 per batang
- SKM IIB naik naik 15,4 persen, tarif cukainya jadi Rp 525 per batang
- SPM I naik 18,4 persen, tarif cukainya jadi Rp 935 per batang
- SPM IIA naik16,5 persen, tarif cukainya jadi Rp 565 per batang
- SPM IIB naik18,1 persen, tarif cukainya jadi Rp 555 per batang
Sementara untuk golongan SKT IA, SKT IB, SKT II, dan SKT III tidak ada kenaikan sama sekali atau 0 persen.
"Kita membuat nol persen kenaikannya jadi kelihatan sekali dari sisi desain kebijakannya kita berpihak kepada buruh supaya mereka tidak terkena sedangkan yang mesin yang sangat efisien dan produksinya luar biasa besar kita naikkan cukup tinggi," jelas dia.
Bendahara negara itu menambahkan dari kenaikan tersebut maka estimasi pertumbuhan produksi rokok untuk SKM dan SPM akan turun sekitar 3,2 persen, atau volume produksinya 288 miliar batang.
Sementara dari kenaikan itu pemerintah mengharapkan prevalensi merokok untuk anak turun 1,26 persen. Atau dari 33,8 persen di tahun 2020 menjadi 32,2 persen di tahun 2021.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Imbas Kenaikan Cukai Rokok, Serapan Tembakau dari Petani Bisa Merosot
Sebelumnyak, Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mengapresiasi keputusan pemerintah untuk tak menaikkan cukai sigaret kretek tangan (SKT).
Dalam pertimbangannya, pemerintah melihat banyak tenaga kerja yang diserap dari industri SKT ini. Sehingga pemerintah hanya menaikkan cukai untuk sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM).
“Kami sendiri juga terima kasih ketika SKT tidak dinaikkan cukainya. Itu sebagai simbol bagaimana melindungi tentang kearifan lokal rokok di Indonesia,” kata Agus dalam dalam diskusi virtual, Rabu (23/12/2020).
Namun secara umum, Ketua umum Dewan Pimpinan Nasional APTI, Agus Parmuji menilai kenaikan cukai, utamanya SKT akan memberikan efek domino terhadap permintaan tembakau untuk industri kretek, baik kretek tangan maupun kretek mesin.
“Perlu diketahui bahwa penyerapan tembakau di tingkat nasional ini tergantung dari volume penjualan rokok kretek. Baik rokok Kretek tangan maupun rokok kretek mesin,” kata Agus.
“Sehingga ini simalakamanya disitu. Ketika volume penjualan turun, maka penyerapan (tembakau) juga akan turun,” sambung dia.
Advertisement