Jualan Pulsa dan Kartu Perdana Bakal Kena Pajak, Segini Besarannya

Pemerintah bakal segera menarik pajak penjualan pulsa, kartu perdana, token dan voucher mulai Februari 2021.

oleh Athika Rahma diperbarui 29 Jan 2021, 16:00 WIB
Diterbitkan 29 Jan 2021, 16:00 WIB
Pajak
Ilustrasi Pajak Credit: pexels.com/Karolina

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah bakal segera menarik pajak penjualan pulsa, kartu perdana, token dan voucher mulai Februari 2021.

Hal ini mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 6/PMK.03/2021 tentang Perhitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai serta Pajak Penghasilan atas Penyerahan/Penghasilan sehubungan dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucher.

Keputusan ini dilakukan untuk menyederhanakan administrasi dan mekanisme pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan pulsa oleh penyelenggara distribusi pulsa.

Lantas, berapa nilai pajak yang bakal dikenakan untuk pulsa dan kartu perdana?

Mengutip PMK 6/PMK.03/2021 dalam Bab 3 pasal 18 ayat 1, Jumat (29/1/2021), atas penjualan Pulsa dan Kartu Perdana oleh Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua yang merupakan Pemungut PPh Pasal 22, dipungut PPh Pasal 22.

Pemungut PPh melakukan pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 0,5 persen dari nilai yang ditagih oleh Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua kepada Penyelenggara Distribusi Tingkat Selanjutnya atau harga jual atas penjualan kepada pelanggan telekomunikasi secara langsung.

Jika Wajib Pajak yang dipungut PPh Pasal 22 tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemungutan lebih tinggi 100 persen (seratus persen) dari tarif 0,5 persen tadi, alias 2 kali lipatnya, sebagaimana tertulis di ayat (3).

Kendati, pemungutan PPh Pasal 22 tidak dilakukan atas pembayaran oleh Penyelenggara Distribusi Tingkat Selanjutnya atau pelanggan telekomunikasi yang jumlahnya paling banyak Rp 2 juta tidak termasuk PPN dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari Rp 2 juta.

Pemungutan Pph 22 juga tidak berlaku pada Wajib Pajak bank atau telah memiliki dan menyerahkan fotokopi Surat Keterangan Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 dan telah terkonfirmasi kebenarannya dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak (lihat pasal 6 huruf a-c).

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Sri Mulyani Tarik Pajak Penjualan Pulsa dan Token Listrik Mulai 1 Februari 2021

DJP Riau-Kepri Pidanakan 2 Pengemplang Pajak
Ilustrasi: Pajak Foto: Istimewa

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 6/PMK.03/2021 tentang Perhitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta Pajak Penghasilan atas Penyerahan atau Penghasilan sehubungan dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucher.

Beleid tersebut menyebutkan, penjualan pulsa, kartu perdana, token dan voucher akan dikenakan pajak.

"Untuk menyederhanakan administrasi dan mekanisme pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan pulsa oleh penyelenggara distribusi pulsa, perlu mengatur ketentuan mengenai penghitungan dan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai serta Pajak Penghasilan atas penyerahan atau penghasilan sehubungan dengan penjualan pulsa, kartu perdana, token, dan voucer," demikian dikutip Liputan6.com dari PMK Nomor 6/2021, Jumat (29/1/2021).

Pasal 2 beleid tersebut menjelaskan, penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dan Penyelenggara Distribusi dikenai PPN. Barang Kena Pajak sebagaimana ialah berupa pulsa dan kartu perdana yang dapat berbentuk Voucer fisik atau elektronik.

Kemudian, penyerahan Barang Kena Pajak oleh Penyedia Tenaga Listrik dikenai PPN. Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud ialah berupa Token.

Selain itu, PMK ini juga mengatur pengenaan PPN atas Jasa Kena Pajak berupa:

a. jasa penyelenggaraan layanan transaksi pembayaran terkait dengan distribusi Token oleh Penyelenggara Distribusi;

b. jasa pemasaran dengan media Voucer oleh Penyelenggara Voucer;

c. jasa penyelenggaraan layanan transaksi pembayaran terkait dengan distribusi Voucer oleh Penyelenggara Voucer dan Penyelenggara Distribusi; atau

d. jasa penyelenggaraan program loyalitas dan penghargaan pelanggan (consumer loyalty/reward program) oleh Penyelenggara Voucer.

"Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2021," demikian dikutip dari Pasal 21. Adapun, beleid ini diteken oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada tanggal 22 Januari 2021.

Penerimaan Pajak di 2020 Kurang Rp 128,8 Triliun

Terdampak Pandemi, Pendapatan Pajak dan Retribusi DKI Menurun
Terdampak Pandemi, Pendapatan Pajak dan Retribusi DKI Menurun

Sebelumnya, penerimaan pajak sepanjang 2020 tidak sesuai dengan target. Realisasi penerimaan pajak di tahun lalu hanya Rp 1.070,0 triliun atau 89,3 persen dari target Rp 1.198,8 triliun. Penerimaan pajak ini mengalami shotfall atau kurang Rp 128,8 triliun.

"Untuk penerimaan pajak realisasi 2020 Rp 1.070 triliun, kontraksi 19,7 persen," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam APBN KiTa 2020, Rabu (6/1/2021).

Jika dilihat secara rinci, setoran pajak yang mencapai Rp 1.070,0 triliun ini berasal dari PPh migas sebesar Rp 33,2 triliun. Angka ini tercatat 104,1 persen dari target yang sebesar Rp 31,9 triliun.

Sedangkan yang berasal dari pajak non-migas sebesar Rp 1.036,8 triliun atau 88,8 persen dari target Rp 1.167,0 triliun.

Adapun pajak non-migas terdiri dari PPh non migas yang realisasinya sebesar Rp 560,7 triliun atau 87,8 persen dari target Rp 638,5 triliun. Pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 448,4 triliun atau 88,4 persem dari target Rp 507,5 triliun.

Selain itu, untuk pajak bumi dan bangunan (PBB) Rp 21,0 triliun atau 155,9 persen dari target Rp 13,4 triliun. Terakhir, pajak lainnya sebesar Rp 6,8 triliun atau 90,6 persen dari target Rp 7,5 triliun. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya