Industri Logistik Indonesia Bisa Masuk 30 Besar Dunia, Ini Caranya

Sangat penting bagi dunia logistik untuk memberikan suatu nilai tambah, dengan inovasi.

oleh Tira Santia diperbarui 03 Feb 2021, 17:13 WIB
Diterbitkan 03 Feb 2021, 17:13 WIB
Kinerja Ekspor dan Impor RI
Tumpukan peti barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Ekspor dan impor masing-masing anjlok 18,82 persen dan ‎27,26 persen pada momen puasa dan Lebaran pada bulan keenam ini dibanding Mei 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia Yukki Nugrahawan mengatakan, industri logistik Indonesia bisa berada di posisi 30 besar dunia pada 2024. Hal itu bisa diwujudkan jika pengusaha logistik memberikan suatu nilai tambah dengan inovasi.

“Menurut saya, 2024 Indonesia bisa masuk 3 besar ASEAN. Kalau kita masuk di 3 besar ASEAN maka kita masuk di 30 besar dunia. Pentingnya kita dalam dunia logistik ini memberikan suatu nilai tambah. Nilai tambah itu menjadi kata kunci,” kata Yukki dalam APLOG LOGISTICS FORUM, Rabu (3/2/2021).

Menurutnya sangat penting bagi dunia logistik untuk memberikan suatu nilai tambah, dengan inovasi. Sehingga pada akhirnya logistik Indonesia mempunyai nilai daya saing atau kompetitif dalam menghadapi situasi dan kondisi yang dinamis seperti sekarang.

Lantas bagaimana cara memberikan nilai tambah dalam dunia logistik? Yukki menyebut kolaborasi merupakan kata kunci lainnya agar logistik Indonesia semakin berkembang baik. Misalnya berkolaborasi dengan e-commerce agar usaha terus bergerak.

“Kolaborasi itu menjadi kata kunci ke depan, ini bukan hanya semata e-commerce, memang perdagangan secara online itu sekarang sudah mencapai angka 15 persen (pertumbuhannya), itulah bagaimana kita bisa menangkap peluang itu, dengan melakukan kolaborasi besar,” jelasnya.

Selain itu, Yukki mengingatkan kepada para pengusaha logistik agar memperhatikan perkembangan ekonomi. Sebab logistik itu dipengaruhi oleh dua hal, yakni pertama, konsumsi dan perdagangan; kedua, dipengaruhi sisi investasi.

“Kita bisa lihat agar teman-teman logistik bisa menempatkan strategi daripada perusahaan logistik untuk memberikan nilai tambah dan efisiensi kepada konsumen dan lebih tepat sasaran,” pungkasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Tarif Angkutan Petikemas Domestik Lebih Stabil Meski Terbebani Pandemi

FOTO: Ekspor Impor Indonesia Merosot Akibat Pandemi COVID-19
Aktivitas bongkar muat kontainer di dermaga ekspor impor Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/8/2020). Menurut BPS, pandemi COVID-19 mengkibatkan ekspor barang dan jasa kuartal II/2020 kontraksi 11,66 persen secara yoy dibandingkan kuartal II/2019 sebesar -1,73. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sebelumnya, pandemi Covid-19 telah mengakibatkan biaya ekonomi di sektor pelayaran dunia melonjak tajam. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh berkurangnya lalu lintas kapal pengangkut petikemas ke berbagai pelabuhan dunia akibat terbatasnya aktivitas ekonomi.

Ketua Forum Angkutan Logistik Masyarakat Transportasi Indonesia, Ibrahim Khoirul Rohman mengatakan, kenaikan biaya angkutan petikemas selama pandemi Covid-19 telah membuat biaya logistik di Tanah Air semakin mahal.

Alhasil, frekuensi kapal pengangkut petikemas ke berbagai negara tujuan ekspor juga berkurang. Kondisi ini membatasi aktivitas ekspor-impor ke Indonesia melalui jalur laut.

Selama 2020 banyak perusahaan pelayaran yang mengurangi frekuensi pengiriman petikemas untuk efisiensi. Akibatnya freight rate pegangkutan petikemas ke luar negeri naik hingga empat kali lipat dibandingkan sebelumnya. "Ini yang semakin memberatkan ekonomi saat pandemi Covid 19," kata Ibrahim, di Jakarta, Selasa (26/1).

Ibrahim mengungkapkan, freight rate International mulai naik tajam pada kuartal III dan IV tahun ini. Sebut saja, misalnya, tarif freight rate ke India dari semula hanya USD 400 per teus (kontainer) menjadi USD1.300 per teus. Lalu, tarif angkut ke Brasil USD700 per teu jadi USD1500 per teus dan ke Eropa dari USD1.500 per teus jadi USD2.500 per teus.

Tentu saja, kata Ibrahim, kenaikan biaya freight rate rute ke luar negeri itu akan memukul eksportir di Tanah Air. Sebab, sebagian besar ekspor Indonesia tergolong low value comodity. Negara kita tidak mengekpsor high end product. Sebagian besar ekspor Indonesia adalah produk bahan mentah.

Kondisi tersebut, jelas memukul kemampuan eksportir Indonesia untuk melakukan pengiriman barang. Di sejumlah daerah, misalnya. Menurut Ibrahim, eksportir yang biasanya bisa melakukan pengiriman barang hingga 100 kontainer pasar luar negeri, tapi sejak tingginya biaya freight rate, mereka hanya bisa mengangkut sekitar 5-20 kontainer per bulan.

Pasalnya, lanjut Ibrahim, biaya freight rate rute internasional yang mahal itu, tidak memberikan kompensasi menarik terhadap value ekspor. Dia mencontohkan ekspor barang-barang raw material seperti bahan tekstil dasar yang belum diolah. Nilai pengiriman barang ini tidak seberapa dibandingkan besarnya tarif freight rate saat ini.

"Nah ini pukulan bagi eksportir kita di kuartal IV tahun lalu dan mungkin berlanjut di kuartal I 2021," imbuh Ibrahim.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya