Jadi Komponen Paling Mahal, RI Bakal Menang Banyak Produksi Baterai Mobil Listrik

Rencana Indonesia mengembangkan ekosistem baterai kendaraan listrik telah menarik perhatian sejumlah pabrikan mobil.

oleh Andina Librianty diperbarui 06 Feb 2021, 15:00 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2021, 15:00 WIB
Stasiun pengisian baterai mobil listrik (Foto:Autonews)
Stasiun pengisian baterai mobil listrik (Foto:Autonews)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Tim Percepatan Pengembangan EV Battery BUMN, Agus Tjahajana Wirakusumah, mengatakan rencana Indonesia mengembangkan ekosistem baterai kendaraan listrik telah menarik perhatian sejumlah pabrikan mobil. Toyota Motor Corporation dan Mitsubishi Group disebut telah berkomunikasi dengan tim pengembangan baterai tersebut.

"Kami selalu katakan bahwa kalau baterai ini jadi, mobil juga pasti akan berpengaruh. Mulai banyak OEM (Original equipment manufacturer) yang menghubungi tim untuk diskusi, paling tidak kami sudah diskusi dengan Toyota dan Mitsubishi," ungkap Agus dalam Seminar Nasional Baterai pada Sabtu (6/2/2021).

Menurut Agus, kedua perusahaan ingin mendapatkan informasi lebih rinci mengenai rencana pengembangan industri baterai tersebut. Bahkan pertemuan dengan Toyota sudah dilakukan tiga kali.

"Mereka tanya tim EV itu apa, mau kemana. Mau tidak mau, berita ini akan sampai ke kantor pusat mereka. Kita sudah bicara dengan CEO Asia Pasifik (Toyota) lebih dari dua kali," sambungnya.

Ketertarikan dan diskusi dengan kedua pabrikan mobil asal Negeri Sakura itu, kata Budi, kian menunjukkan bahwa Indonesia giat dan serius mengembangkan industri ini.

Bahan baku dan sumber daya melimpah yang dimiliki Indonesia, merupakan modal utama untuk memperkuat posisi di industri baterai kendaraan listrik dunia. Keberhasilan di industri ini, kata Agus, akan memberikan banyak keuntungan terutama dalam pendapatan negara dan penyerapan tenaga kerja.

Terlebih lagi, harga baterai kendaraan listrik sekira 35 persen dari biaya produksi kendaraannya. Jika dalam perhitungan modal produksi mobil listrik Rp 1,2 miliar, maka 35 persen atau hampir Rp 300-400 juta adalah untuk baterainya. Baterai merupakan komponen paling mahal di dalam kendaraan listrik.

Potensi besar ini, kata Agus, bisa menjadi keuntungan kompetitif bagi Indonesia untuk mengajak produsen mobil listrik ke Indonesia.

"Kalau kita punya baterai, kita bilang ke pabrik mobil agar mereka produksi di sini. Baterai kita ini akan memudahkan transportasi dan segala macam, sangat efisien kalau bikin di sini," jelasnya.

 

Ikuti cerita dalam foto ini https://story.merdeka.com/2303605/volume-5

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Bijih Nikel Melimpah, Indonesia Pede Jadi Produsen Baterai Mobil Listrik Dunia

PHOTO: Dukung Program Pemerintah, Ini Mobil Listrik BMW Ramah Lingkungan
Kartu pengaman cara pengisian ulang baterai kendaraan listrik BMW i8 dengan menggunakan BMW i Wallbox Plus di Tangerang Selatan, Banten, Kamis (26/10). (Liputan6.com/Pool/BMW)

Hasil bijih nikel yang melimpah menjadi salah satu alasan utama pemerintah mengembangkan industri baterai kendaraan listrik. Nikel merupakan salah satu bahan baku untuk pembuatan baterai tersebut.

Ketua Tim Percepatan Pengembangan EV Battery BUMN, Agus Tjahajana Wirakusumah, mengatakan Indonesia merupakan sumber nikel terbesar di dunia, dan mengontrol hampir 30 persen produksi nikel.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Indonesia sepanjang 2019 menjadi produsen terbesar di dunia yang menghasilkan 800.000 ton bijih nikel per tahun.

Untuk pembuatan baterai dibutuhkan tiga bahan baku utama yaitu nikel, lithium dan kobalt. Untuk nikel, Indonesia menguasai sebesar 30 persen. Dibandingkan beberapa negara lain, keunggulan Indonesia yaitu memiliki nikel laterit. Saingan terdekat Indonesia untuk ini adalah Filipina.

"Sedangkan saingan kita seperti Rusia dan Kanada adalah nikel sulfat, produksinya jauh lebih mahal daripada kita. Jadi kita garuk, tanahnya sudah ada sekian persen. Itu sebabnya kenapa banyak produsen baterai mulai datang ke Indonesia," jelas Agus.

Sementara lithium, Australia merupakan pemain terbesar. Hal ini menurut Agus bukan masalah besar karena biaya pengiriman ke Indonesia tidak begitu besar, sehingga rantai pasokannya jauh lebih murah.

Pasokan kobalt sebanyak 59 persen berada di Republik Demokratik Kongo. Kendati demikian, menurut Agus, kandungan nikel di Indonesia memiliki kobalt.

"Di nikel kita ada kobalt-nya. Nanti akan kita ekstrak, dan kekurangannya kita ambil dari luar," sambungnya.

Ketersediaan bahan baku dan posisi Indonesia yang dekat dengan Australia, dinilai menjadi keunggulan kompetitif untuk mengembangkan ekosistem baterai kendaraan listrik. Ditambah lagi, jika Indonesia nantinya juga berhasil mengembangkan industri kendaraan listrik.

"Tidak semua posisi ini dimiliki oleh semua negara. Misalnya Filipina, lebih jauh untuk mendapatkan lithium, mungkin kobalt juga begitu. Kita melihat baterai dan kendaraan dalam satu amplop," tutur Agus.

Ini Rahasia Indonesia Tarik Investor Proyek Kendaraan Listrik Berbasis Baterai

Mobil Listrik GIIAS 2019
Mobil listrik Renault Twizy dipamerkan dalam GAIKINDO Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2019 di ICE BSD, Tangerang, Jumat (19/7/2019). Mobil dengan panjang 2.338 mm dan lebar 1.381 mm ini menggunakan baterai lithium-ion 6,1 kWh yang mampu dikendarai sejauh 100 km. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Wakil Menteri BUMN, Pahala Mansury mengatakan tidak semua bahan baku industri kendaraan listrik berbasis baterai dimiliki Indonesia. Namun sebagian besar bahan bakunya seperti nikel, alumunium dan tembaga ada di Indonesia.

"Pertambangan terkait dengan nikel dan juga beberapa mineral lain, kobalt, mangan, lithium beberapa kandngan mineral tidak semua tersedia. Tapi yang dominan nikel alumium dan tembaga mineral yang saat ini Indonesia kaya," kata Pahala dalam BUMN Media Talk berjudul EV Battery: Masa Depan Ekonomi Indonesia, secara virtual, Jakarta, Selasa (2/2).

Berbagai produksi pertambangan yang berasal dari bahan-bahan mineral akan dimurnikan dan diproduksi. Seperti nikel sulfat, alumunium sulfat, kobalt sulfat akan dijadikan katod, baterai cell dan pack.

Pahala mengatakan, baterai pack inilah yang akan diproduksi PLN yang menyediakan tenaga listrik. Di masa depan pun, PLN tetap memainkan peran strategisnya dengan memanfaatkan 6 ribu SPBU yang ada saat ini.

"PLN punya 6.000 SPBU akan jadi pemain yang akan cukup aktif bekerja sama dengan MIND ID, Antam karena PLN bangun ev battery dan ebt (energi baru terbarukan) secara terintegrasi dan berkelanjutan," kata dia.

PLN juga saat ini sedang membangun fasilitas produksi energi dengan memanfaatkan EBT. EBT pun nantinya juga bisa diprodukso di rumah tangga, gedung sehingga membutuhkan storage sistem yang bisa digunakan penggunanya saat dibutuhkan.

Berbagai skema ini tentunya kata Pahala akan menarik perhatian para investor asing. Lalu, mereka akan membangun industri baterai yang terintegrasi. Sebab, Indonesia memiliki sumber daya dan pasar yang menjanjikan.

"Indonesia pemilik pasar dan pemilik hulu yang menarik sehingga dia (investor) mau investasi," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com 

Infografis Era Mobil Listrik di Indonesia

Banner Infografis Selamat Datang Era Mobil Listrik di Indonesia
Banner Infografis Selamat Datang Era Mobil Listrik di Indonesia. (Liputan6.com/Fery Pradolo)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya