Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah harus waspada dengan kenaikan utang luar negeri Indonesia (ULN). Selain itu, pemerintah juga harus bisa menjaga rasio utang tetap terkendali. Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) mengingatkan bahwa ULN Indonesia hingga akhir kuartal IV-2020 sudah tembus Rp 5.849,6 triliun dengan rasio utang ULN 39,45 terhadap PDB.
ULN berasal dari beberapa sumber. Pertama, dari utang luar negeri sektor publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar USD 209,2 miliar dan kedua ULN sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar USD 208,3 miliar.
“Kita harus mengelola ULN secar sehat dan utang dijaga kelola ULN secara sehat utang dijaga rasio level yang harus prudent” kata Direktur LPPI Mirza Adityasawara dalam diskusi, Kamis (25/2/2021).
Advertisement
Ekonom senior ini mengingatkan jika pemerintah, BUMN dan swasta menerbitkan global bond di berbagai negara seperti Singapura, London, Hong Kong, Jepang dan kemudian dibeli oleh investor asing maka datanya akan tercatat dalam sisi neraca utang luar negeri.
Adapun peningkatan ULN juga harus diimbangi dengan kemampuan membayar atau sisi debt service ratio yakni terkait peningkatan kinerja eskpor dan komponen penambah devisa lainnya. Oleh karena itu, dia meminta pemerintah agar menggenjot kinerja ekspor untuk pemenuhan pembiayaan.
“Temen temen di BI, Kementerian Perdagangan, Presiden Joko Widodo selalu mendorong Indonesia untuk meningktakan kinerja ekspor dan pariwisata. Memang dimasa pandemi pariwiisata jadi tantangan yang besar. Jika pemulihan ekonomi nasional terjadi setelah divaksin maka pariwisata dapat jalan kembali dan kinerja ekspor mulai terakselerasi," tuturnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Utang Indonesia Tembus Rp 5.807 Triliun di Kuartal IV 2021
Sebelumnya, Bank Indonesia mencatat, total utang luar negeri (ULN) Indonesia sebesar USD 417,5 miliar setara Rp 5.807 triliun sampai dengan akhir 2020. Terdiri dari ULN sektro publik (pemerintah dan bank sentral) USD 209,2 miliar (Rp 2.904 triliun) dan ULN sektor swasta termasuk BUMN sebesar USD 208,3 miliar (Rp 2.891 triliun).
"Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir triwulan IV 2020 tercatat sebesar USD 417,5 miliar," kata Kepala Departemen Komunikasi, Bank Indonesia, Erwin Haryono di Jakarta, Senin (15/2/2021).
Erwin menuturkan, dari perkembangan tersebut, ULN Indonesia pada akhir triwulan IV 2020 tumbuh sebesar 3,5 persen (yoy). Turundibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 3,9 persen (yoy).
"Perlambatan ULN tersebut terutama disebabkan perlambatan pertumbuhan ULN swasta," kata dia.
Mesi begitu, ULN pemerintah tetap naik 3,3 persen menjadi USD 206,4 miliar (Rp 2.864 triliun) pada triwulan IV dibandingkan triwulan III pada tahun 2020 yang tumbuh 1,6 persen (yoy).
Perkembangan ini didukung oleh terjaganya kepercayaan investor sehingga mendorong masuknya aliran modal asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN). Selain itu, adanya penarikan sebagian komitmen pinjaman luar negeri untuk mendukung penanganan pandemi Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Erwin megatakan ULN Pemerintah tetap dikelola secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel untuk mendukung belanja prioritas. Antara lain mencakupsektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (23,9 persen dari total ULN Pemerintah), sektor konstruksi (16,7 persen), sektor jasa pendidikan (16,7 persen), dan sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (11,9 persen), serta sektor jasa keuangan dan asuransi (11,1 persen).
Sementara itu, ULN swasta tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ULN swasta pada akhir triwulan IV 2020 tercatat 3,8 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 6,2 persen (yoy).
Perkembangan ini didorong oleh melambatnya pertumbuhan ULN perusahaan bukan lembaga keuangan (PBLK) dan kontraksi pertumbuhan ULN lembaga keuangan (LK) yang lebih dalam. Pada akhir triwulan IV 2020, ULN PBLK tumbuh sebesar 6,4 persen (yoy), melambat dari pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 8,4 persen (yoy).
Advertisement