Tingkat Kemiskinan RI Lebih Rendah dari Ramalan Bank Dunia, Apa Resepnya?

Kementerian PPN/Bappenas memastikan tingkat kemiskinan di Indonesia per September 2020 lebih rendah dari proyeksi berbagai lembaga survei.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Mar 2021, 12:24 WIB
Diterbitkan 01 Mar 2021, 12:20 WIB
FOTO: Dampak Covid-19, Jumlah Penduduk Miskin Jakarta Meningkat 1,11 Persen
Lansekap pemukiman penduduk terlihat di kawasan Pluit, Jakarta, Kamis (10/12/2020). Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyebutkan jumlah penduduk miskin di Jakarta meningkat 1,11 persen akibat terdampak pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) memastikan tingkat kemiskinan di Indonesia per September 2020 lebih rendah dari proyeksi berbagai lembaga survei. Baik di level nasional maupun di perkotaan.

"Kenaikan kemiskinan angka nasional dari September 2019 ke September 2020 itu tidak sampai 1 persen, walaupun ini cukup tinggi ya naik 0,97 persen. Sementara (angka kemiskinan) lebih besar di perkotaan di atas 1 persen, 1,32 persen karena sebagian terjadi di Jawa," tutur Staf Ahli PPN Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Kementerian PPN/Bappenas Vivi Yulaswati dalam dalam acara Forum Satu Data Indonesia Tingkat Pusat Tahun 2021, Senin (1/3).

"Kalau kita bandingkan data terbaru dengan institusi lain ada Smeru, Bank Dunia, dan TNP2K, dari dampak Covid-19 terlihat bahwa memang angka pencapaian atau perubahan kemiskinan di Indonesia September 2020 tidak separah yang diestimasikan oleh parah ahli tersebut," kata dia.

Dalam materi pemaparannya, tercatat Smeru memprediksi tingkat kemiskinan di Indonesia mencapai 0,56 hingga 3,2 persen per September 2020. Lalu, Bank Dunia memproyeksikan angka kemiskinan di Tanah Air meningkat 0,75 sampai 2,7 persen. Sedangkan TNP2K meramalkan jumlah penduduk miskin di Indonesia melonjak antara 0,99 persen sampai 3,59 persen.

Vivi bilang, terjaganya angka penambahan kemiskinan di Indonesia tak lepas dari kesigapan pemerintah menyalurkan berbagai bantuan sosial (bansos) di awal pandemi. Walhasil, beban yang ditanggung kelompok ekonomi rentan bisa diminimalisasi.

"Kalau tidak ada bansos di awal-awal pandemi (Covid-19), estimasi ini bisa jadi lebih besar lagi. Jadi, memang berbagai bansos ini terbukti meredam dampak pandemi," ucapnya.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

BLT dan Program Padat Karya Tunai Jadi Kunci Tekan Kemiskinan di Desa

Kondisi Penduduk Miskin di Salah Satu Sudut Ibu Kota
Warga beraktivitas di kawasan Kampung Akuarium, Jakarta, Selasa (17/2/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan jumlah penduduk miskin Indonesia pada September 2020 mencapai 27,55 juta orang, meningkat 2,76 juta dibandingkan posisi September 2019. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar, menyebut bahwa program Padat Karya Tunai Desa (PKTD) dan BLT Dana Desa berperan penting dalam menekan angka pengangguran pengangguran terbuka (TPT) dan menahan laju kemiskinan di desa selama pandemi Covid-19. Hal ini berdasarkan pengalaman di tahun 2020.

"Pengalaman juga di 2020, Padat Karya Tunai Desa kemudian BLT Dana Desa menjadi salah satu faktor penting di dalam menahan kemiskinan di desa dan menahan jumlah pengangguran di desa itu selama pandemi (Covid-19)," ujar pria yang akrab disapa Gus Menteri dalam konferensi pers virtual, Selasa (16/2/2021).

Gus Menteri mengungkapkan, berdasarkan data BPS di Agustus 2020 tingkat TPT di desa hanya meningkat sebesar 0,79 persen. Sementara TPT di kota mencapai angka 69 persen.

"Kalau dihitung berdasarkan jiwanya, di kota penganggurannya naik menjadi 2.063.879. Sementara jumlah TPT di desa sebesar 606.121 jiwa," terangnya.

Di waktu yang sama, kota juga mengalami lonjakan angka kemiskinan mencapai 0,5 persen. Sedangkan, angka kemiskinan di desa hanya bertambah sebesar 0,38 persen.

"Dapat dilihat dari jumlahnya, warga miskin kota bertambah 880.000 jiwa. Sementara jumlah penduduk miskin di desa hanya sebesar 250.000 jiwa," paparnya.

"Dengan demikian pengalaman di 2020 PKTD, BLT dana desa menjadi salah satu faktor penting di dalam menahan (kenaikan) kemiskinan di desa dan menahan (kenaikan) jumlah pengangguran di desa," tambahnya.

Sulaeman

Merdeka.com

BPS: Penambahan Jumlah Penduduk Miskin Terbesar di Desa

20170801-rumah-serang-miskin
Rumah bekas kandang kambing milik Sarbini dan keluarganya di di Kampung Palembangan, Desa Dukuh, Kecamatan Kragilan, Kabupaten Serang, Banten. (Liputan6.com/Yandhi Deslatama)

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 27,55 juta orang pada September 2020, atau setara dengan 10,19 persen dari total penduduk di Indonesia. Angka ini naik 1,13 juta orang (0,41 persen) dibandingkan posisi Maret 2020, juga meningkat 2,76 orang dibanding September 2019.

Kepala BPS, Suhariyanto mengatakan, peningkatan penduduk miskin pada September 2020 sebagian besar terjadi di perdesaan sebesar 13,20 persen. Sementara untuk posisi perkotaan hanya sebesar 7,88 persen.

"Kalau kita lihat komposisi penduduk miskin antara kota dan desa persentase penduduk miskin di pedesaan masih jauh lebih tinggi dibandingkan di kota," kata dia di kantornya, Jakarta, Senin (15/2/2021).

Hanya saja, menurut BPS ada perbedaan cukup signifikan pada posisi penduduk miskin di September 2020, di mana sebagian besarnya lebih berdampak di perkotaan. Hal ini terlihat dari jika dibandingkan posisi September 2019 ada peningkatan sebesar 1,32 persen. Sementara, posisi penduduk miskin di perkotaan hanya meningkat 0,60 persen.

"Bahwa bulan September tahun 2020 ini lebih berdampak ke perkotaan di sana bisa dilihat bahwa penduduk miskin di perkotaan karena pandemi Covid-19 naik sebesar 1,3 ersen sementara di pedesaan mengalami kenaikan Tetapi hanya separuhnya yaitu sebesar 0,6 persen," jelasnya.

Dia menambahkan, garis kemiskina pada posisi September 2020 dihitung berdasarkan Rp458.947 per kapita per bulannya. Dari komposisi ini 73,87 persennya itu adalah untuk komoditas makanan.

"Jadi dengan melihat angka ini kita harus memberikan perhatian ekstra supaya komoditas pangan seperti beras dan lainnya tidak mengalami fluktuasi yang tinggi," jelas dia.

Adapun komoditas yang memberikan pengaruh kepada garis kemiskinan tidak berubah dari sebelumnya. Pertama adalah beras, kedua rokok dan ketiga adalah telur ayam ras. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya