Liputan6.com, Jakarta - Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencapai Rp 1.006,4 triliun pada 2021. Hal ini membuat pemerintah harus mencari cara menutupi defisit yang naik hingga 5,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Melihat hal tersebut, Direktur Surat Utang Negara (SUN) Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Kementerian Keuangan Deni Ridwan menegaskan, terdapat dua sumber untuk menutup defisit tersebut.
Baca Juga
"Pembiayaan akan dilakukan dengan dua sumber utama, penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan dari pinjaman atau loan. Dalam kondisi ketidakpastian, fleksibilitas antar instrumen pembiayaan sangat penting," kata Deni dalam acara virtual, Â Rabu (10/3/2021).
Advertisement
Hal ini tak terlepas dari kondisi penuh ketidakpastian akibat pandemi Covid-19. Oleh karena itu, fleksibilitas antar instrumen pembiayaan penting agar bisa memenuhi anggaran karena defisit. Selain itu, Deni menegaskan, denominasi rupiah daripada valuta asing (valas) menjadi salah satu andalan pemerintah.
"Kebijakan SBN secara umum dengan optimalisasi SBN rupiah menengah panjang untuk mitigasi risiko. Proporsinya 80 sampai 85 persen. Sedangkan SBN valas untuk pelengkap menghindari crowding fund effect, dan proporsi 12 sampai 15 persen," ujar dia.
Â
Â
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Terbitkan SBN Ritel
Pemerintah juga akan menerbitkan SBN ritel dengan proporsi 4 hingga 6 persen atau Rp70 Â sampai Rp80 triliun. Penerbitan yang dilakukan memiliki tujuan untuk meningkatkan peran masyarakat di pasar keuangan.
"SBN ritel agar meningkatkan porsi masyarakat dalam pembiayaan tahun lalu Rp 76 triliun, tahun ini Rp 70 sampai Rp 80 triliun baik konvensional dan syariah. Lalu koordinasi dengan Bank Indonesia (BI) 2021 untuk menjadi backstop atau standby buyer di pasar perdana SBN," tuturnya.Â
Advertisement