Indonesia Bisa Tiru India dan Australia Agar Tak Lagi Impor Garam

Model produksi garam di Indonesia awalnya dilakukan dengan menyaring unsur dari air laut untuk kemudian dimasukan ke dalam satu tambak terbuka.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 17 Mar 2021, 19:00 WIB
Diterbitkan 17 Mar 2021, 19:00 WIB
Jerat Hutang Petani Garam Dan Turunnya Harga Jual
Tidak sedikit petambak garam di Cirebon berhutang kepada tengkulak sebagai pengikat agar hasil produksi garamnya tidak dijual ke luar. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Liputan6.com, Jakarta - Guru Besar Fakultas Pertanian IPB Dwi Andreas Santosa menilai, skema tambak terbuka (open pond) yang diterapkan untuk produksi garam nasional saat ini masih tertinggal dari beberapa negara seperti India dan Australia. Alhasil, Indonesia masih perlu membuka keran impor garam untuk kebutuhan dalam negeri.

Dwi Andreas menuturkan, model produksi garam di Indonesia awalnya dilakukan dengan menyaring unsur dari air laut untuk kemudian dimasukan ke dalam satu tambak terbuka. Kemudian itu dikeringkan hingga hasil produksi garamnya bisa diambil.

"Itu pasti akan menghasilkan garam dengan kadar yang belum memenuhi persyaratan industri. Karena selain NaCl tercampur dengan beberapa unsur lainnya," jelasnya kepada Liputan6.com, Rabu (17/3/2021).

Dia lantas mencontohkan produksi garam di India yang menggunakan skema multiple pond. Cara itu disebutnya berhasil mendongkrak produksi garam di negara tersebut.

"Kalau di banyak tempat di India misalnya, banyak juga petambak yang sudah mengembangkan double pond atau triple pond. Sehingga kualitas garam yang dihasilkan meningkat," bebernya.

Negara lain yang dikatakannya bisa jadi contoh penghasil garam kualitas wahid yakni Australia. Meski sama seperti Indonesia yang menerapkan skema tambak terbuka atau open pond, Negeri Kangguru tetap berhasil menghasilkan produk garam berkualitas.

"Australia juga menerapkan itu, dan mereka sangat konsisten kualitas garam yang dihasilkannya. Meskipun open pond kayak di Indonesia, tapi mereka menggunakan ponder bertingkat, tambak bertingkat," tuturnya.

"Maksudnya setelah diolah dari tambak A belum sampai dipanen, cairannya sudah dipindah ke tambak B, lalu kemudian dipanen, dilakukan pengeringan," terang Dwi Andreas.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Menperin Bongkar Alasan Pemerintah Buka Keran Impor Garam

Kualitas Garam Lokal Dinilai Belum Penuhi Standar Industri, Solusinya?
Sedikitnya 300 hektare tambak garam di Kabupaten Cirebon terkikis akibat abrasi tiap tahunnya. Foto : (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Sebelumnya, pemerintah telah memutuskan akan membuka keran impor garam pada tahun ini. Keputusan itu disepakati dalam rapat Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi beberapa waktu lalu.

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, kualitas garam produksi domestik dinilai masih kurang untuk kebutuhan industri. Oleh karenanya pemerintah menyiasatinya dengan melakukan impor garam.

"Masalahnya bukan kapasitas produksi, tapi kualitasnya belum memadai untuk Industri," kata Agus Gumiwang kepada Liputan6.com, Rabu (17/3/2021).

Namun begitu, pemerintah disebutnya terus mendorong agar kualitas produk garam nasional bisa membaik untuk kebutuhan sektor industri.

"Tugas lintas kementerian/lembaga untuk mendorong agar kualitas bisa memenuhi standard Industri," sebut Menperin Agus.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan, pemerintah saat ini masih menunggu data terkait kebutuhan garam di Indonesia. Karena ketika sudah didapati kekurangannya, maka itu yang akan diimpor.

Impor garam yang dilakukan juga sesuai neraca perdagangan, sehingga kebutuhan garam dalam negeri itu bisa terpenuhi.

"Nanti misalnya kekurangannya berapa, itu baru bisa diimpor, kita menunggu itu. Karena itu sudah masuk dalam undang-undang cipta kerja," ujar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya