Liputan6.com, Jakarta - Mantan Direktur Perum Bulog, Lely Pelitasari Soebekty menyebut, ada tiga faktor teknis dan non teknis yang menyebabkan polemik impor beras selalu terjadi di Tanah Air. Kesepakatan dalam impor beras yang disepakati oleh pemerintah disebut dengan triger impor.
Dia mengatakan triger pertama yang menjadi faktor teknis adalah masalah produksi padi pada periode setelah panen pertama. Produksi itu dapat dilihat atau dibandingkan antara ramalan dilakukan BPS terhadap data produksi gabah beras.
Baca Juga
"Kalau dulu itu di awal bulan Juni itu BPS akan merilis angka ramalan satu atau angka sementara dari produksi dalam periode panen pertama dalam setiap tahun. Kemudian dilihat apakah lebih atau tidak dari kenaikan. Apakah naik atau tidak," katanya dalam diskusi Impor Beras Jadi atau Tidak?, Sabtu (20/3)
Advertisement
Kedua terkait dentan stok di Gudang Bulog. Pemerintah biasanya akan melihat apakah stok di Bulog minggu kedua bulan Juni itu bisa memenuhi kebutuhan penyaluran reguler selama 6 bulan ke depan atau tidak.
Dia mencontohkan, jika dulu ada beras Raskin alokasinya setiap bulannya 250.000 ton, maka Bulog harus punya stok mecapai 2 juta ton. Di mana 1,5 juta ton digunakan untuk pemenuhan selama 6 bulan ke depan, dan 500 ton sisanya digunakan untuk oprasi pasar.
"Kemudian dari situ baru dilihat yang ketiga apakah harga itu melampaui satu setengah kali dari harga normal. Harga normal itu adalah harga rata-rata selama tiga bulan sebelum terjadinya gejolak harga jadi tiga indikator itulah yang dilihat maka sebetulnya kalau ditanya ada nggak mekanisme ada dan itu dijahitnya itu di Menko Perekonomian jadi itu faktor teknis pertama," jelas dia.
Kemudian dari sisi faktor non teknis, dia melihat terjadinya polemik impor beras itu karena timing atau waktu untuk melakukan rilis impor bertepatan pada periode panen.
"Saat ini masih musim panen bahkan baru mulai, baru mulai pengadaan dan tidak tahu stoknya berapa kalau pun sekarang ada stok 850.000 ton kita lihat konsisten dengan indikator 6 bulan penyaluran Bulog atau tidak," jelasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
UU Pangan
Dia mengingatkan, di dalam Undang-Undang Pangan tentang impor pangan, pasal 36 menyebutkan bahwa impor beras hanya dapat dilakukan apabila produksi dalam negeri itu tidak mencukupi dari, dan barang itu tidak bisa diproduksi dalam negeri.
Kedua dapat dilakukan apabila produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional tidak mencukupi. Dimana cadangan pangan nasional terdiri dari cadangan pangan pemerintah pusat, cadangan pemerintah daerah, dan cadangan pangan masyarakat.
"Cadangan beras itu ada di pusat dan sekarag ada di Bulog, dan di daerah ada lumbung lumbung pangan yang dikelola daerah, kemudian di masyarakat itu yang ada di pedagang, petani, di rumah tangga kita sendiri, di hotel, restoran, di rumah sakit dan keseluruhan itulah secara keseluruhan itu adalah cadangan beras kalau kita bicara beras," jelas dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement