Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada hari ini. Pelemahan rupiah ini tertekan kenaikan harga minyak.
Mengutip Bloomberg, Kamis (25/3/2021), rupiah dibuka di angka 14.435 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.425 per dolar AS. Menjelang siang, rupiah terus tertekan ke 14.457 per dolar AS.
Baca Juga
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.435 per dolar AS hingga 14.460 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 2,90 persen.
Advertisement
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dolar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.464 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 14.455 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis melemah, tertekan kenaikan harga minyak dunia.
"Kenaikan harga minyak dunia dan minimnya sentimen positif dari dalam negeri kemungkinan akan mendorong melemahnya rupiah," kata Analis Samuel Sekuritas Ahmad Mikail dikutip dari Antara.
Kenaikan harga minyak dunia (Brent) semalam sebesar 4 persen disebabkan sentimen negatif terkait distribusi minyak dan barang di Terusan Suez diperkirakan mendorong pelemahan rupiah hari ini.
Indeks dolar kemungkinan stabil ke level 92,5 hari ini di tengah kemungkinan dibatalkannya lockdown di Jerman di tengah kenaikan kasus COVID-19, yang kemungkinan akan memperkuat euro terhadap dolar AS.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Data AS
Sementara itu data ekonomi AS Markit Composite Flash AS Maret yang diperkirakan sebesar 59,1 lebih rendah dari konsensus sebesar 59,9 juga akan menekan indeks dolar AS.
Sedangkan imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 10 tahun kemungkinan turun ke level 1,6 persen. Yield obligasi AS kemungkinan akan kembali tertekan di tengah kekhawatiran melemahnya data-data ekonomi AS.
"Data durable goods order bulan Februari tercatat sebesar minus 1,1 persen lebih rendah dibandingkan konsensus sebesar 1,1 persen kemungkinan dapat menekan yield US treasury," ujar Ahmad.
Advertisement