OJK Catat Pembiayaan Bermasalah Mengalami Peningkatan

Pandemi covid-19 berdampak terhadap kinerja konsumen dan kapasitas operasional perusahaan pembiayaan

oleh Tira Santia diperbarui 25 Mar 2021, 16:36 WIB
Diterbitkan 25 Mar 2021, 16:36 WIB
20151104-OJK
Tulisan OJK terpampang di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Pandemi covid-19 berdampak terhadap kinerja konsumen dan kapasitas operasional perusahaan pembiayaan. Selain itu juga menimbulkan berbagai tantangan bagi perusahaan pembiayaan.

 Sehingga dapat berpotensi untuk mengganggu kinerja keuangan dan tingkat kesehatan perusahaan pembiayaan.

Direktur Pengawasan Lembaga Pembiayaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Yustianus Dapot mengatakan, secara umum pertumbuhan pembiayaan pada tahun 2020 mengalami penurunan akibat adanya pandemi covid-19 ini.

“Berdasarkan data per Januari 2021, aset industri pembiayaan turun 12,3 persen YoY menjadi Rp 449,5 triliun.  Sementara itu piutang pembiayaan juga mengalami penurunan sebesar Rp 83,7 triliun dengan outstanding pembiayaan menjadi sebesar Rp 365,7 triliun atau turun sebesar 18,6 persen,” kata Yustianus, dalam Webinar “Stimulus Lanjutan Untuk Multifinance, Menjadi Tahun Kebangkitan Multifinance?”, Kamis (25/3/2021).

Menurutnya, dengan kualitas bidang pembiayaan yang bermasalah juga menunjukkan tren kenaikan dengan Non Performing Financing Nett (NPF) nett nya sebesar 1,4 persen dan NPF gross sebesar 3,87 persen.

Lebih lanjut, Yustianus menyebut tantangan utama yang dihadapi industri pembiayaan saat ini diantaranya adalah turunnya kemampuan membayar debitur yang dapat menyebabkan naiknya rasio NPF perusahaan pembiayaan.

Naiknya rasio NPF juga akan berdampak pada kemampuan usaha pembiayaan dalam melakukan pembayaran pinjaman yang diterima dari para kreditur baik perbankan, pasar modal dan pihak lainnya.

“Mengenai tantangan yang dimaksud menyebabkan turunnya dilakukan restrukturisasi pembiayaan kepada debitur, dan demikian juga restrukturisasi pinjaman pusat pembiayaan kepada para krediturnya terutama kepada kalangan perbankan,” jelasnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Pendanaan

IHSG Berakhir Bertahan di Zona Hijau
Petugas menata tumpukan uang kertas di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Kamis (6/7). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada sesi I perdagangan hari ini masih tumbang di kisaran level Rp13.380/USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dalam paparannya, Yustianus menjelaskan, dampak dari pandemi covid-19 juga terjadi pada aspek pendanaan.

“Kalau kita melihat dari sumber dana secara year on year itu turun 17,2 persen menjadi Rp 280,1 triliun per Januari 2021, hal ini juga disebabkan kebijakan perbankan yang masih sangat selektif dalam melakukan pencairan pinjaman kepada industri pembiayaan,” ujarnya.

Dirinya berpendapat, mungkin di perusahaan pembiayaan juga lebih tahu bagaimana sulitnya usaha pembiayaan mengajukan restrukturisasi kepada krediturnya terutama perbankan.

“Kami juga mendapatkan informasi mengenai hal ini.  Namun dengan berjalannya waktu kami harapkan itu dapat diselesaikan dengan baik antara usaha pembiayaan dengan para krediturnya,” pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya