Liputan6.com, Jakarta Forum pensiunan BUMN mendesak restrukturisasi polis Jiwasraya untuk direvisi. Hal ini lantaran, baginya, opsi yang sekarang ditawarkan tidak memberikan jaminan mengenai pembayaran uang pensiun mereka.
Â
Ketua Forum Pensiunan BUMN RI Nasabah Jiwasraya Syahrul Tahir, menceritakan awal kronologis dana pensiun pada Jiwasraya. Katanya, sebagai contoh PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk beserta anak perusahaannya, yang tergabung sebagai peserta program pensiun di Dana Pensiun Garuda Indonesia, tepatnya sejak tahun 1999 beralih program dari program pensiun manfaat pasti, menjadi program pensiun iuran pasti.
Advertisement
Pada program iuran pasti, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun, disebutkan bahwa pembayaran pensiun bagi pensiunan wajib dialihkan atau dilakukan oleh perusahaan asuransi jiwa berupa pembelian annuitas seumur hidup.
Disaat pembelian annuitas seumur hidup tersebut, dana dari para pensiunan, yang dikumpulkan dengan pemotongan gaji selama mereka aktif bekerja dan dikelola oleh Dana Pensiun Garuda, wajib membayar pajak yang bersifat final dan progresif (sebelum tahun 2009).
"Pemilihan terhadap Jiwasraya dilandasi analisis bahwa Jiwasraya dalam keadaan sehat dan BUMN, yang secara berkala diawasi oleh institusi yang terkait, saat ini adalah OJK (Otoritas Jasa Keuangan)," ceritanya, Sabtu (27/3/2021).
Hingga bulan Maret 2021 annuitas kumpulan (Pensiunan) 10 Persero BUMN tercatat nilai top-up sebesar Rp 4,6 triliun dengan total sebanyak 23.485 peserta. Sedangkan total keseluruhan 73 persero BUMN mencapai kerugian sebesar Rp 20 triliun.
Legal standing menjadi hal yang sangat penting dalam memahami dan menguraikan kasus Jiwasraya antara para pensiunan (Persero) BUMN dengan PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
"Pihak Jiwasraya berdalih hanya memiliki hubungan hukum dengan (Persero) BUMN, dan bukan dengan para pensiunan. Logika hukum yang rancu bermula terkait asas legalitas pemegang polis anuitas yang semestinya bukan atas nama pihak korporasi, tetapi atas nama pegawai korporasi yang sudah dinyatakan secara resmi selesai masa tugasnya," tegas dia.
Setelah timbul berita tentang korupsi di Jiwasraya, ucap Syahrul, pada akhir tahun 2020 pensiunan pegawai Garuda Indonesia menanyakan perihal status pembayaran pensiun ke Jiwasraya. Alhasil, dijawab bahwa pembayaran pensiun Garuda tidak terdampak, dan akan tetap dibayarkan.
"Namun secara tiba-tiba, pada akhir Februari 2021, ada pemberitahuan dengan apa yang disebut sebagai restrukturisasi Jiwasraya dan kepada pensiunan diberikan opsi," terangnya.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Opsi yang Ditawarkan
Opsi tersebut yaitu, pertama, tetap dibayar dengan nominal saat ini, namun harus membayar top-up yang besarannya sangat tidak masuk akal, diluar kemampuan para pensiunan.
Kedua, akan dibayar, namun dengan pemotongan yang bervariasi, sampai dengan 74 persen. Dan ketiga, akan dibayar dengan nominal yang sama, tetapi hanya untuk jangka waktu sekitar 6 tahun kedepan, tidak seumur hidup sebagaimana diamanatkan oleh UU Dana Pensiun.
"Terhadap keputusan sepihak Jiwasraya ini, kami pensiunan eks pegawai PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang bergabung dalam Forum Pensiunan BUMN RI Nasabah Jiwasraya menyatakan mendesak merevisi restrukturisasi polis Jiwasraya," tegas Syahrul
Kemudian, dirinya mengajak dengan hormat management Jiwasraya untuk meminta pemerintah/negara selaku pemilik PT Jiwasraya untuk membantu sepenuhnya program penyehatan PT Jiwasraya dengan tanpa membebani para pensiunan BUMN RI.
"Serta mendesak dengan hormat Presiden Joko Widodo untuk memerintahkan pihak-pihak terkait untuk merevisi program restrukturisasi polis Jiwasraya yang akan berdampak mengurangi atau merugikan hak-hak para pensiunan BUMN," pungkasnya.
Advertisement