Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Tb. Haeru Rahayu mengatakan fenomena terdamparnya 52 ekor Paus Pilot Sirip Pendek di Pantai Modung, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, pada Kamis 18 Februari lalu secara masal disebabkan kelainan sensor.
“Saya mendapat sekilas informasi bahwa paus pilot ini memiliki ikatan sosial yang sangat tinggi sekali, sehingga kalau pimpinannya melangkah ke kanan maka pasukan lainnya ikut ke kanan meskipun salah. Ini yang menarik buat kita semua,” kata Tb. Haeru dalam konferensi pers Penyampaian Hasil Investigasi Kejadian Terdamparnya 52 Ekor Paus Pilot Sirip Pendek, Senin (12/4/2021).
Baca Juga
Menindaklanjuti fenomena tersebut, ketika KKP mendapatkan laporan pada 18 Februari 2021 lalu, sehari kemudian pihaknya langsung membentuk tim untuk berkoordinasi dengan Tim Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.
Advertisement
Kemudian tim dari Universitas Airlangga melakukan investigasi dan forensik dikotomi untuk mengetahui kenapa paus-paus tersebut bisa sampai terdampar secara masal. Selanjutnya, KKP dan pihak terkait langsung menguburkan bangkai paus-paus tersebut untuk menghindari polusi udara.
“Maka kami akan melakukan langkah-langkah konkrit. Berdasarkan informasi, paus ini mengalami disorientasi atau kelainan di sensornya sehingga kalau pemimpin paus salah arah diikuti oleh lainnya. Sementara yang lainnya karena dehidrasi dan kelelahan sehingga mati masal,” jelasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Undang Pakar
Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya hal serupa KKP akan melakukan langkah-langkah yang konkrit, dan dalam waktu dekat pihaknya akan mengundang semua pakar terkait paus. Hal itu dilakukan agar Pemerintah tidak salah dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang terkait.
“Kita bisa melakukan satu langkah-langkah membuat kebijakan agar hal ini tidak terulang kembali, kalau misalnya terulang bisa kita tekan tingkat magnitusinya dan bisa jadikan benchmarking,” ujarnya.
Dengan demikian, Tb. Haeru menegaskan ke depannya KKP bisa menekan tingkat terdamparnya paus dengan meningkatkan Indeks Kesehatan Laut Indonesia (IKLI). Karena hingga saat ini IKLI masih berada di angka 65 persen, masih di bawah standar yakni 100 persen.
“Langkah kita kedepan dengan pemantik matinya paus secara massal ini agar IKLI kita semakin meningkat dan kasus serupa tidak terjadi lagi. Harapannya informasi ini bisa ditangkap dengan gamblang dan baik oleh masyarakat kami di KKP selalu berusaha menyampaikan informasi,” pungkasnya.
Advertisement