Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) berkomitmen memproduksi green diesel atau D100 hingga 100 ribu barel per hari. Target tersebut untuk mendukung pemberlakuan program biodiesel 40 persen (B40) yang sebelumnya batal diterapkan tahun ini.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, Pertamina melakukan optimalisasi kilang yang sudah dibangun untuk memproduksi D100. Misalnya, Kilang Dumai tercatat sudah memproduksi D100 sebanyak 1.000 barel per hari.
"Dan tahun ini kita akan tambah di Cilacap, 3.000 barel per hari. Ini bukan baru tapi memang mengoptimalkan sumber yang ada," ujar Nicke dalam webinar, Senin (26/4/2021).
Advertisement
Seperti diketahui, D100 menjadi salah satu bahan campuran biodiesel 40 persen (B40) dengan komposisi 10 persen, yang mana sama dengan kapasitas 100.000 barel per hari.
Adapun pada Juli mendatang, produksi D100 diproyeksi mencapai 4.000 barel per hari
"Kita punya target 100 ribu barel per hari, ada tambahan investasi di (kilang) Plaju, Cilacap, Dumai dan Balikpapan," ujar Nicke.
Kendati, dalam pengembangan menuju penerapan B40, pasokan minyak sawit dipastikan harus berkelanjutan (sustainable). Hal tersebut harus segera direalisasikan, karena, menurut Nicke, saat ini pasokan turunan minyak sawit masih belum berkelanjutan
"Contoh, tahun ini yang diberikan FAME lebih rendah dari tahun lalu. Jadi ini kesepakatan bersama, kalau ingin dorong bio energi, maka pasokan jaminan di hulunya harus sustain," kata Nicke.
Jaminan juga tidak hanya diberikan dari sisi volume, namun juga dari segi harga. "Karena harga bioenergi kan dipatok pemerintah sehingga bukan hanya jaminan volume yang diberikan tapi juga keekonomian," tuturnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sukses Produksi Green Diesel D100, Kado Pertamina untuk HUT RI ke-75
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) berhasil melakukan lompatan besar dengan sukses melakukan uji coba produksi Green Diesel D100 sebesar 1.000 barel per hari di Kilang Dumai, Riau, pada Juli lalu.
Produksi D100 menggunakan bahan baku 100 persen minyak sawit tersebut menjadi kado Pertamina menjelang HUT Ke-75 Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 2020.
Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia menyampaikan dalam pidato kenegaraan pada Jumat 15 Agustus 2020, bahwa upaya besar telah dan sedang dilakukan dalam membangun kemandirian energi.Â
"Tahun 2019, kita sudah berhasil memproduksi B20, dan tahun ini (2020) sudah mulai B30, sehingga bisa menekan impor minyak," ujar Presiden.Â
Presiden mengapresiasi Pertamina yang telah bekerja sama dengan para peneliti ITB untuk memproduksi katalis merah putih sebagai komponen utama dalam pembuatan D100 yang akan menyerap minimal 1 juta ton sawit produksi petani per harinya.
“Hilirisasi bahan mentah yang lain juga terus dilakukan secara besar-besaran. Batubara diolah menjadi metanol dan gas dan beberapa kilang dibangun untuk mengolah minyak mentah menjadi minyak jadi, dan sekaligus menjadi penggerak industri petrokimia yang memasok produk industri hilir bernilai tambah tinggi," imbuhnya.
Menurut Presiden, hal ini akan memperbaiki defisit transaksi berjalan, meningkatkan peluang lapangan kerja dan mulai mengurangi dominasi energi fosil.Â
Nicke Widyawati, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) mengatakan Indonesia punya semua apa yang diperlukan, tinggal kemudian bagaimana kita secara smart mengolah sumber daya ini menjadi energi yang bisa menciptakan kemandirian dan kedaulatan energi nasional.
Advertisement
Wujud Kedaulatan Energi Nasional
Menurut Nicke, bahan bakar ramah lingkungan D100 menjadi ikhtiar Pertamina mewujudkan Nawacita yakni mengoptimalkan sumber daya dalam negeri untuk membangun ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan energi nasional.
Nicke menambahkan, Green Diesel D100 memanfaatkan sumber daya minyak sawit yang melimpah di dalam negeri sebagai bahan baku utamanya, sehingga bahan bakar tersebut memiliki tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang sangat tinggi.
"Dengan demikian, produksi D100 ini sekaligus juga akan menekan defisit impor bahan bakar minyak dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional," ujar Nicke.Â
Uji coba produksi Green Diesel di Kilang Dumai sendiri, imbuh Nicke, sudah dimulai sejak 2014 dengan melakukan injeksi minyak sawit jenis Refined, Bleached, and Deodorized Palm Oil (RBDPO) secara bertahap.
Dimulai dari injeksi 7,5 persen RBDPO pada Desember 2014, kemudian 12,5 persen pada Maret 2019, dan terakhir 100 persen pada Juli 2020.
Dalam uji coba performa melalui road test sepanjang 200 km, D100 yang dicampur dengan Solar dan FAME, terbukti menghasilkan bahan bakar diesel yang lebih berkualitas dengan angka cetane number lebih tinggi, lebih ramah lingkungan dengan angka emisi gas buang yang lebih rendah, serta lebih hemat penggunaan bahan bakar.
"Selain pengolahan minyak sawit di Kilang Dumai, Pertamina juga akan membangun dua standalone biorefinery lainnya yaitu di Cilacap Jawa Tengah, dan Plaju Sumatera Selatan," terang Nicke.Â
Standalone biorefinery di Cilacap nantinya dapat memproduksi green energy berkapasitas 6.000 barel per hari, sedangkan di Plaju berkapasitas 20.000 barel per hari.
Kedua standalone biorefinery itu akan memproduksi Green Diesel dan Green Avtur dengan bahan baku 100% minyak nabati.
Selain Green Diesel, Pertamina juga telah berhasil melakukan uji coba produksi Green Gasoline di Kilang Plaju dan Cilacap sejak 2019 dan pada 2020 sudah mampu mengolah bahan baku minyak sawit hingga sebesar 20% injeksi.
"Mengolah minyak sawit menjadi Green Diesel sebenarnya sudah juga dilakukan oleh beberapa perusahaan lain di dunia, namun mengolah minyak sawit menjadi Green Gasoline dalam skala operasional baru pertama kali dilakukan di dunia, dan itu oleh Pertamina," tambah Nikce.
Inovasi Anak Bangsa
Nicke menambahkan produksi Green Diesel D100 itu diproses dengan bantuan katalis yang dibuat oleh putra-putri bangsa sebagai hasil kerja sama Research & Technology Center Pertamina dan Institut Teknologi Bandung (ITB).
"Produksi D100 di kilang Pertamina dengan bahan baku minyak sawit yang melimpah di dalam negeri serta menggunakan katalis Merah Putih menjadi wujud inovasi anak bangsa. Menjadi kebanggaan bagi Pertamina dapat menciptakan solusi untuk Indonesia," katanya.
Pertamina bersama ITB dan PT Pupuk Kujang juga telah menandatangani kerja sama perusahaan patungan (joint venture) untuk membangun pabrik katalis nasional pertama di Indonesia dengan target penyelesaian pada 2021.
Secara global, menurut Nicke, mulai 2030, pertumbuhan energi baru dan terbarukan diprediksi akan lebih tinggi dibandingkan energi fosil.Â
Oleh karena itu, lanjutnya, sangat tepat, jika sejak saat ini atau 10 tahun sebelumnya, Pertamina telah mulai menyiapkan pabrik katalis Merah Putih ini untuk mewujudkan kemandirian energi nasional.
Ke depan, ia mengatakan Pertamina tidak hanya mengembangkan green energy dari CPO atau sawit, tetapi juga dari sumber daya lainnya seperti algae, gandum, sorgum dan sebagainya.
"Pertamina akan terus mendayagunakan segala sumber daya alam domestik, untuk mendukung kemandirian dan kedaulatan energi nasional," tutup Nicke.
Â
Advertisement