Liputan6.com, Jakarta - Kebocoran data pribadi di Indonesia kembali terulang. Kali ini diduga menimpa 279 juta data peserta BPJS Kesehatan.
Anggota Komisi I DPR, Sukamta, menyatakan sudah sangat sering terjadi kebocoran data pribadi di internet. Hal ini dinilai menunjukkan lemahnya ketahanan siber RI.
Baca Juga
“Entah itu data pribadi di ranah swasta seperti data di Tokopedia, Bukalapak, Lazada, dan lainnya, juga data di instansi publik seperti bocornya data pasien Covid-19, data Pemilu di KPU, dan dugaan yang terbaru data BPJS Kesehatan,” jelas Sukamtana dalam keterangannya pada Sabtu (22/5/2021).
Advertisement
Demikian lemahnya ketahanan siber kita, imbuh Sukamta, meskipun BPJS selalu maintenance agar keamanan data peserta terjamin kerahasiaannya, ditambah para hacker dan cracker cukup memiliki keahlian yang terus diasah dengan teknologi yang terus di-update.
“Data BPJS Kesehatan ini sangat besar, 279 juta, termasuk data peserta yang sudah meninggal. Jumlah ini hampir sama dengan jumlah total penduduk Indonesia. Ini alarm bagi Indonesia” jata Sukamta.
Wakil Ketua Fraksi PKS ini menambahkan bahwa pemerintah harus segera menginvestigasi kasus ini agar sumber kebocoran diketahui. Begitu juga dengab kebenaran website BPJS Kesehatan yang berhasil dibobol atau sistem informasi lain yang diretas.
“Langkah-langkah mitigasi harus dilakukan agar data yang sudah terlanjur bocor tadi disetop penyebarannya dan dimusnahkan. Pemerintah juga harus memiliki antisipasi efek dari bocornya data ini, apakah setelah ini akan ada ‘serangan’ lain di dunia maya yang bisa mengguncang ketahanan siber kita. Dan harus ada langkah-langkah ke depannya agar hal seperti ini tidak terjadi lagi,” tegas Sukamta.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Lebih Parah dari Sebelumnya
Sukamta mengatakan, penting untuk digarisbawahi karena sepertinya akan ada lagi kasus-kasus kebocoran data yang lebih parah dari sebelumnya.
“Salah satu langkah yang urgen untuk dilakukan adalah penyelesaian pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP). Pembahasannya memang sedang stagnan karena ada perbedaan pandangan dalam hal penentuan bentuk otoritas perlindungan data pribadi, apakah lembaga independen atau dikelola oleh Kementerian Kominfo. Pembahasan sangat alot disitu,” kata Sukamta.
Seharusnya, menurut Sukamtana, kasus dugaan bocornya data BPJS Kesehatan ini menjadi tamparan bagi kita semua, bahwa bentuk otoritas yang paling tepat adalah lembaga independen.
“Bagaimana jadinya jika badan publik yang karena kelalaiannya menyebabkan terjadinya kegagalan Perlindungan Data Pribadi. Aneh rasanya kemudian badan publik menghukum sesama badan publik. Bab ini harus segera ketemu kesepakatannya, agar upaya Perlindungan Data Pribadi bisa segera memiliki payung hukum yang kuat terhadap badan private, masyarakat termasuk juga badan publik,” ungkapnya.
Advertisement