Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meresmikan sebanyak 18 Kantor Pelayanan Pajak (KKP) Madya baru tersebar di Indonesia. Di mana 15 KPP Madya akan berada di Pulau Jawa dan sisanya tiga berada di luar Jawa.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penambahan 18 KPP Madya ini sejalan dengan PMK 180 mengenai organisasi dan tata kerja baru di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Tujuannya tidak hanya sekedar untuk menambah jumlah kantor pajak madya, namun juga untuk makin memberikan pelayanan yang makin baik dan terintegrasi bagi parawajib pajak.
Baca Juga
"Tambahan KPP yang baru ini 18 ditambah 20 (yang ada saat ini sama dengan 38 KPP Madya di dalam struktur penerimaan pajak kita akan bertanggung penerimaan sebesar 33,79 persen," katanya dalam Peresmian Organisasi dan Tata Kerja Baru Instansi Vertikal DJP, secara virtual di Jakarta, Senin (24/5).
Advertisement
"Jadi kenaikan signifikan karena sebelumnya 20 KPP Madya bertanggungjawab untuk berkontribusi 19,53 persen dengan tambahan 18 menjadi 33,79 persen," sambungnya.
Dengan adanya penambahan tersebut maka akan sangat menentukan kinerja dari keseluruhan penerimaan pajak Tanah Air. Oleh karena itudukungan dari tempat kerja dan organisasi menjadi sangat penting.
Dalam kesempatan sama, Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo mengatakan, penambahan KKP Madya ini menjadi bagian dari sejarah dalam pengembangan organisasi Direktorat dan Pajak dan kembali menorehkan catatan penting dalam lini masa reformasi perpajakan yang terus-menerus dilakukan.
"Mari kita berikan segenap daya upaya kita agar penataan organisasi dapat berjalan dengan baik sesuai titik berat benda pada juga harus bersinergi, sehingga proses transisi dan adaptasi yang dibutuhkan oleh pegawai wajib pajak dapat berjalan dengan lancar tanpa hambatan yang berarti," jelasnya.
Dengan adanya penambahan ini, semua memiliki harapan besar bahwa tujuan dari penataan organisasi yaitu mengoptimalkan penerimaan pajak dan membutuhkan organisasi yang andal, efektif, efisien dari realisasi tahun 2018. Dia optimis target ini dapat tercapai, dengan berbagai upaya yang sistematis yang dilakukan secara bersama termasuk melalui upaya penguatan kapasitas organisasi di vertikal DJP.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ekonom Sebut Tax Amnesty Tak Ampuh Dongkrak Penerimaan Pajak
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewacanakan adanya pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II. Surat permintaan revisi UU yang mengatur hal tersebut juga sudah disampaikan kepada DPR.
Kendati, wacana tersebut dinilai blunder dan menimbulkan dampak negatif terhadap ekonomi ke depannya. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, tax amnesty tidak terbukti meningkatkan penerimaan pajak jangka panjang.
"Terbukti, periode 2018-2020, rasio pajak terus menurun hingga mencapai 8,3 persen. Rasio pajak atau rasio penerimaan pajak terhadap PDB bukannya naik malah melorot terus, berarti ada yang tidak beres dengan tax amnesty," ujar Bhima kepada Liputan6.com, Kamis (20/5/2021).
Kepercayaan pembayar pajak, lanjutnya, juga bisa turun karena tax amnesty harusnya diberikan sekali sesuai janji pemerintah tahun 2016. Setelah periode tax amnesty selesai maka selanjutnya penegakan aturan perpajakan.
Dengan adanya tax amnesty jilid II, psikologi pembayar pajak pastinya akan menunggu tax amnesty jilid berikutnya.
"Ya buat apa patuh pajak, pasti ada tax amnesty berikutnya. Ini blunder ke penerimaan negara," katanya.
Advertisement
Kejar Pajak
Menurutnya, pemerintah seharusnya melakukan kebijakan untuk mengejar pajak kepada mereka yang tidak ikut tax amnesty 2016 lalu.
"Sudah lengkap data tax amnesty jilid I, ditambah ada Pertukaran Pajak antar Negara (AEOI) dan dokumen internasional Panama Papers hingga Fincen Papers," ujar Bhima.
"Idealnya dari database yang sudah ada dikejar para pengemplang pajak, bukan memberikan pengampunan berikutnya. Ini menunjukkan arah kebijakan fiskal yang gagal," tandasnya.