Sri Mulyani Heran, Dokumen PPN untuk Sembako dan Pendidikan Bocor ke Publik

Kementerian Keuangan angkat suara terkait dengan wacana kenaikan tarif Pajak Penghasilan Nilai (PPN) untuk barang dan jasa

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Jun 2021, 18:04 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2021, 17:59 WIB
Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan angkat suara terkait dengan wacana kenaikan tarif Pajak Penghasilan Nilai (PPN) untuk barang dan jasa yang ada di dalam Rancangan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dari sisi etika politik sendiri pemerintah belum bisa melakukan penjelasan ke publik sebelum ini dibahas ke tingkat Paripurna dan DPR. Apalagi draf RUU KUP tersebut juga belum disebarluaskan dan dilakukan pembahasan.

"Karena itu adalah dokumen publik yang kami sampaikan kepada DPR melalui surat Presiden. Kemudian dokumennya keluar karena memang sudah dikirimkan kepada DPR juga. Sehingga kami tidak dalam posisi untuk bisa menjelaskan keseluruhan," jelasnya dalam rapat kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI, di Jakarta, Kamis (10/6/2021).

Bendahara Negara itu juga mengaku heran, draf RUU KUP mengenai wacana perpajakan atau kenaikan PPN itu muncul dipermukaan publik.

Sementara isi yang keluar dibuat sepotong-potong seolah tidak mepertimbangkan situasi pada hari ini, di mana pemerintah tengah foksu dalam penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi.

"Pada hari ini fokus kita itu pemulihan ekonomi jadi kita betul-betul menggunakan semua instrumen APBN," jelas Sri Mulyani.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Segera Diserahkan

Masih Bingung, Siapa Saja yang Harus Bayar Pajak?
Yuk, bayar pajak untuk pembangunan Indonesia.

Sebelumnya, Anggota Komixi XI DPR RI, Andreas Eddy Susetyo meminta, kepada pemerintah segera menyerahkan draf Rancangan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Mengingat isi dari RUU KUP tersebut sudah beredar kepada publik dan media.

"Sampai saat ini kami belum menerima draf resmi dari pemerintah," kata dia dalam Rapat Kerja Bersama dengan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, di DPR RI, Kamis (10/6).

Sebagai mitra kerja pemerintah, dirinya merasa dilangkahi dengan beredarnya draf RUU KUP tersebut. Bahkan dirinya menerima draf yang beredar tersebut dari salah satu pedagang pasar di Malang, Jawa Timur.

"Sebagai mitra kami terkagetkan ketika media bahkan saya dapat dari pedagang pasar di Malang, missed call saya berkali-kali dikiranya saya tidak mau menerima. Kemudian saya respon lagi rapat. Lalu mereka bertanya "masa DPR tidak tahu" ceritanya.

"Mereka tidak percaya, lalu bertanya apa kerjanya? Mereka mempertanyakan, padahal kami sudah berupaya bekerja dengan sekeras-kerasnya untuk mengawal," lanjutnya.

Padalah, dalam panja pertumbuhan ekonomi dan pembangunan pemerintah dan DPR sudah sekapat hal-hal yang menyangkut revisi UU KUP tidak dibahas dahulu sampai dengan draf tersebut berada di tangan DPR.

"Dalam hal ini, untuk membangun kemitraan lebih baik, kami minta klarifikassi, kenapa ini bisa muncul dan kemudian kami di dewan merasa terpojok. Karena kami sampaikan kita meang belum bahas ini," jelasnya.

Andreas menekankan, yang perlu digarisbawahi bawha perpajakan menyangkut hajat hidup orang banyak. Karena itu komunikasi publik sangat penting. "Saya menangkap denyutnya ini konotasinya sudah banyak negatifnya. Ini yang perlu klarifikasinya, untuk saya sampaikan," jelasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya