Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan meresmikan pabrik pengolahan bijih nikel atau smelter nikel High Pressure Acid Leaching (HPAL) di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara.
Pengolahan bijih nikel HPAL berbasis teknologi hidrometalurgi itu diharapkan akan dapat mendorong percepatan hilirisasi mineral menuju industrialisasi berbasis baterai dan pengembangan kendaraan listrik di Indonesia.
Baca Juga
"Indonesia memiliki sumber daya dan cadangan nikel serta cobalt yang cukup, didukung oleh mineral lain seperti tembaga, aluminium, dan timah yang akan menjadi modal besar untuk bermain dalam industri kendaraan listrik," kata Luhut dikutip dari Antara, Rabu (23/6/2021).
Advertisement
Pengembangan industri kendaraan listrik jadi target nasional seiring dengan prediksi pada 2030 masyarakat secara global mempunyai kesadaran untuk mengurangi emisi dan akan mendorong kenaikan permintaan kendaraan listrik yang nilainya dapat mencapai 31,1 juta unit.
Di Indonesia sendiri, pemerintah menargetkan dapat memproduksi 600 ribu unit kendaraan listrik roda empat dan 2,45 juta roda dua. Peningkatan permintaan kendaraan listrik dapat menaikkan permintaan baterai, terutama jenis NCM (nikel-cobalt-mangan).
Luhut menjelaskan ada dua teknologi pengolahan untuk bijih nikel yaitu melalui jalur RKEF (pirometalurgi) maupun HPAL (hidrometalurgi) seperti yang ada di Pulau Obi.
Smelter HPAL akan banyak memanfaatkan bijih nikel dengan kadar yang lebih rendah (limonit), yang jumlahnya sangat melimpah di Indonesia. Menurut dia, hal itu merupakan bagian dari optimasi atau peningkatan nilai tambah dari sumber daya mineral yang dimiliki oleh Indonesia.
Proses HPAL dapat menghasilkan produk nikel kelas satu, yakni Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dengan turunannya berupa nikel sulfat (NiSO4) dan cobalt sulfat (CoSO4) yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku baterai. Produk-produk tersebut bernilai tambah lebih tinggi dibandingkan dengan produk yang dihasilkan dari jalur RKEF.
"Untuk itu, kita perlu dukung dan terus didorong untuk terjadi peningkatan investasi agar ada penambahan line (jalur) produksi, sehingga kita mendapat sebesar-besarnya manfaat dari proses produksi ini," imbuh Luhut.
PT Halmahera Persada Legend (HPL) menggelontorkan lebih dari 1 miliar dolar AS untuk investasi smelter HPAL di Pulau Obi. Selain PT HPL, di Kawasan Industri Pulau Obi juga terdapat perusahaan smelter lainnya, yakni PT Megah Surya Pertiwi dan PT Halmahera Jaya Feronikel. Kedua perusahaan tersebut memproduksi ferronickel menggunakan RKEF.
Di samping perusahaan smelter, ada juga perusahaan pertambangan bijih nikel, yaitu PT Gane Permai Sentosa dan PT Trimegah Bangun Persada.
"Diharapkan kawasan ini menjadi pusat pengembangan dan pusat pertumbuhan wilayah di Pulau Obi khususnya dan di Halmahera, serta Maluku Utara secara umum," kata Luhut.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kesiapan Tenaga Kerja
Luhut pun mengingatkan bahwa pengembangan industri smelter harus didukung dengan kesiapan tenaga kerja. Oleh karena itu, ia menilai pembangunan politeknik di kawasan industri seperti ini menjadi penting. Hal ini berguna agar dapat memberikan kesempatan yang luas bagi masyarakat lokal untuk menggali ilmu dan bekerja di industri smelter.
"Guna mendukung industri ini, kesiapan tenaga kerja menjadi penting. Perluasan kesempatan kerja bagi masyarakat lokal menjadi perhatian. Untuk itu, diperlukan fasilitas pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja yang akan bekerja di industri smelter ini," tambahnya.
Luhut menambahkan mengingat pentingnya kawasan industri smelter yang beroperasi di Pulau Obi, maka untuk menjaga kelangsungan operasi dan investasinya, perlu dukungan dari pemerintah. Untuk itu kawasan industri tersebut akan diajukan sebagai kawasan industri strategis dan perlu untuk ditetapkan sebagai objek vital nasional.
"Kita perlu jadikan kawasan industri Pulau Obi ini sebagai kawasan industri strategis, dan perlu untuk dijadikan sebagai Objek Vital Nasional (Obvitnas)," pungkas Luhut.
Advertisement