Liputan6.com, Jakarta - Perencana Keuangan Finansialku, Rista Zwestika menegaskan, bahwa bukan kelompok orang tajir atau sultan yang bisa bertahan di tengah pandemi Covid-19.
Sebaliknya, mereka yang bisa bertahan atau bahkan memenangkan pertandingan justru orang yang mampu beradaptasi dan mampu membaca peluang di tengah situasi kedaruratan kesehatan ini.
Baca Juga
"Rista cuman mau ngingetin aja nih, bahwa di saat kondisi kritis Covid-19 bukan orang yang banyak duitnya yang bisa bertahan. Tapi yang bertahan dan menjadi pemenang adalah orang yang bisa segera melakukan perubahan, penyesuaian, dan melihat apa yang bisa dilakukan," tegasnya dalam acara Dialog Produktif bertajuk Jaga Kebugaran Keuangan di Masa Pandemi, Rabu (30/6).
Advertisement
Dia mencontohkan, mayoritas bisnis yang sukses di tengah pandemi Covid-19 ini ialah yang telah memanfaatkan ekosistem digital.
Sebab, menurut Rista, pemilik usaha mampu membaca adanya pergeseran perilaku konsumen untuk berbelanja secara online ketimbang offline akibat pembatasan-pembatasan kegiatan sosial ekonomi untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona jenis baru tersebut.
"Jadi, ketika mulai bisnis enggak lagi harus modal besar. Tapi dirinya sendiri yang melatih kemampuan apa yang bisa dilakukan," tandasnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Hasil Riset: Kartu Prakerja Mampu Kurangi Dampak Kesehatan Mental Akibat Pandemi
Hasil penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) menyebutkan program kartu prakerja mengurangi dampak kesehatan mental akibat pandemi COVID-19.
"Dapat disimpulkan bahwa Kartu Prakerja tidak hanya membantu meningkatkan skill seseorang, namun juga dapat mempengaruhi kondisi kesehatan mental akibat pandemi," kata Peneliti LPEM FEB UI Chairina Hanum Siregar dikutip dari Antara, Jumat (25/6/2021).
Chairina Hanum Siregar dan M. Rifqi Aufari, keduanya peneliti dari LPEM FEB UI pada sesi webinar, memaparkan hasil penelitian yang berjudul 'Apakah Alokasi dari Program Kartu Prakerja berdampak pada Tingkat Kesehatan Mental Orang saat Pandemi Covid-19? Temuan dari Indonesia'.
Penelitian ini mendeskripsikan dampak program Kartu Prakerja terhadap kondisi kesehatan mental masyarakat di masa pandemi COVID-19.
Penelitian ini menggunakan data survei terhadap 4.000 responden dari seluruh Indonesia pada Agustus – September 2020. Pertanyaan yang diajukan kepada responden dalam survei tersebut mengenai dampak pandemi COVID-19 terhadap kondisi sosial ekonomi, termasuk perubahan pendapatan, kondisi kesehatan mental, dan Kartu Prakerja.
"Kondisi kesehatan mental dilihat melalui penilaian mandiri responden terhadap perubahan empat emosi dasar, yaitu kebahagiaan, kesedihan, kecemasan, dan amarah," katanya
Berdasarkan hasil survei, pandemi Covid-19 telah memengaruhi kesehatan mental masyarakat. Kondisi kesehatan mental seseorang menjadi lebih buruk akibat pandemi Covid-19, bisa dilihat dari penurunan rasa bahagia, peningkatan rasa cemas, sedih, dan marah.
"Hal ini tidak hanya karena kehilangan pekerjaan atau mengalami penurunan pendapatan namun juga beberapa kebijakan terkait pandemi Covid-19 seperti pembatasan sosial,” kata Hanum.
Advertisement
Dampak Kehilangan Pekerjaan
Untuk mengurangi dampak kehilangan pekerjaan dan penurunan pendapatan, pemerintah memprioritaskan pelaksanaan program Prakerja untuk pekerja maupun pelaku usaha mikro. Hasil riset yang dilakukan membuktikan bahwa program Prakerja dapat menurunkan tingkat kecemasan, rasa amarah, dan rasa sedih.
LPEM FEB UI akan terus mengembangkan studi tersebut mengingat beberapa tantangan yang dihadapi dalam studi saat ini. Survei dalam penelitian tersebut dilakukan pada awal pandemi, dimana pada saat itu kartu Prakerja baru diimplementasikan dan masyarakat masih beradaptasi dengan perubahan yang terjadi, sehingga memungkinkan adanya perbedaan dengan kondisi saat ini.
"LPEM FEB UI saat ini sedang kembali melakukan survei baru yang direncanakan selesai pada akhir Juni 2021," katanya.
Selain itu, tim peneliti juga menggunakan indikator kesehatan mental yang lebih kompleks agar kesehatan mental dapat didefinisikan lebih dalam lagi.
"Studi ini akan lebih menarik jika menggunakan indikator kesehatan mental yang lebih luas lagi, kami akan mengeksplorasi kembali studi ini karena kebetulan saat ini kami sedang melakukan follow up survei, dan kami menggunakan indikator yang lebih kompleks lagi. Jadi tidak hanya basic emotion saja," tutup dia.