Liputan6.com, Jakarta - Harga emas melonjak pada penutupan perdagangan Rabu (Kamis pagi waktu Jakarta). Harga emas naik usai Gubernur Bank Sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) Jerome Powell meyakinkan investor bahwa Bank Sentral AS akan melanjutkan kebijakan moneter yang akomodatif meskipun ada lonjakan angka inflasi.
Mengutip CNBC, Kamis (15/7/2021), harga emas di pasar spot naik 1 persen menjadi USD 1.824,75 per ounce pada pukul 14.46 ET. Sedangkan harga emas berjangka AS ditutup naik 0,8 persen ke level USD 1.825 per ounce.
Baca Juga
Powell, dalam sambutan yang disiapkan sebelum sidang kongres AS mengatakan, data tenaga kerja AS masih jauh dari kemajuan. Hal ini juga belum sesuai dengan apa yang ditargetkan oleh the Fed.
Advertisement
Sementara inflasi tinggi saat ini akan mereda dalam beberapa bulan mendatang. Data menunjukkan indeks harga konsumen dan harga produsen AS melonjak bulan lalu.
"Pernyataan Powell benar-benar memperkuat keyakinan bahwa meskipun data inflasi telah naik, the Fed masih tetap berada di jalur yang cukup akomodatif," kata analis pasar senior OANDA, Edward Moya.
Investor pada Rabu juga menyambut komentar pejabat Bank Sentral Eropa (ECB) bahwa mereka tidak akan melakukan pengetatan terlalu dini.
“Anda akan melihat lebih banyak sinyal dovish dari ECB dan People's Bank of China, yang seharusnya memberikan dukungan terhadap dolar. Tetapi ini masih merupakan kabar baik untuk emas, " ucap Moya.
Harga emas sangat sensitif terhadap kenaikan suku bunga AS, yang meningkatkan biaya peluang memegang emas batangan.
TD Securities juga mengatakan bahwa China mungkin telah memborong emas baru-baru ini dengan pembelian fisik yang memberikan dukungan kepada harga emas.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Harga Emas Tembus USD 1.800 per Ounce, Mampu Terus Melambung?
Sebelumnya, Harga emas mampu mengakhiri perdagangan pada pekan lalu di atas USD 1.800 per ounce. di pekan ini, harga emas diperkirakan bisa melanjutkan penguatan karena beberapa sentimen yang mendukung.
Sebagian besar analis komoditas di Wall Street yang turut serta dalam survei mingguan Kitco menyatakan bahwa periode konsolidasi harga emas etelah aksi jual pada Juni kemarin akan segera berakhir. Namun memang, Investor harus lebih berhati-hati karena masih ada beberapa tekanan.
Sentimen yang mampu menekan harga emas antara lain Bank Sentral Eropa yang mengubah target inflasi menjadi rata-rata 2 persen dalam jangka menengah, penurunan suku bunga Bank of China, dan imbal hasil obligasi yang turun tajam.
"Harga emas mampu bertahan di atas USD 1.800 per ounce, tetapi belum ada sentimen kuat untuk mendukung kenaikan harga yang lebih tinggi lagi," tutur kepala riset komoditas Commerzbank, Eugen Weinberg. dikutip dari Kitco, Senin (12/7/2021).
Weinberg menambahkan, harga emas mungkin harus berkonsolidasi pada level saat ini sebelum kembali melanjutkan bullish atau penguatan.
“Saya pikir ini hanya masalah waktu sebelum harga emas mulai bergerak lebih tinggi. Saya pikir kita bisa melihat emas bergerak tersenggol sentimen Bank Sentral Eropa. Saya hanya tidak tahu kapan itu akan terjadi," katanya.
Minggu ini 16 analis Wall Street berpartisipasi dalam survei emas Kitco News. Sebanyak 12 analis atau 75 persen memperkirakan harga emas naik. Analis yang menyatakan bearish dan netral masing-masing mengumpulkan dua suara atau 12,5 persen.
Sementara itu, 902 suara diberikan dalam jajak pendapat Main Street online. Dari jumlah tersebut, 550 responden atau 61 persen memperkirakan emas akan naik minggu depan. Sedangkan 178 lainnya atau 20 persen mengatakan lebih rendah. Di luar itu 174 pemilih atau 19 persen netral.
Advertisement