DPR Minta Tarif Uji Rapid Test Antigen Rp 694 Ribu Ditinjau Ulang

Kemenkeu menetapkan tarif untuk uji validitas alat rapid diagnostic test antigen menjadi sebesar Rp 694 ribu per tes.

oleh Andina Librianty diperbarui 15 Agu 2021, 10:29 WIB
Diterbitkan 15 Agu 2021, 10:29 WIB
Ilustrasi tes Swab, PCR
Ilustrasi tes Swab, PCR. (Photo by Mufid Majnun on Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan tarif untuk uji validitas alat rapid diagnostic test antigen menjadi sebesar Rp 694 ribu per tes. Berdasarkan pertimbangan tersebut, tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) uji validitas rapid diagnostic test antigen ditetapkan sampai dengan Rp 0 atau persen.

Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 104/ PMK.02/2021 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Layanan Uji Validitas Rapid Diagnostic Test Antigen yang Berlaku pada Kementerian Kesehatan.

Menanggapi ketentuan baru ini, anggota komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay, mengungkapkan apresiasinya terhadap kebijakan Kemenkeu yang menggratiskan tarif PNBP untuk uji validitas rapid diagnostic test antigen.

Kebijakan ini diharapkan dapat berimplikasi positif masyarakat. Setidaknya, dengan kebijakan itu diharapkan harga rapid test antigen bisa lebih murah dan terjangkau.

"Bagi masyarakat, yang penting harganya murah. Kalau murah, mereka bisa tes secara reguler. Kalau mahal, tentu mereka akan kesulitan. Akan berpikir panjang jika akan melakukan test," kata Saleh saat dihubungi Liputan6.com pada Minggu (15/8/2021).

Pembebasan tarif PNBP itu, katanya, berarti mengurangi pendapatan negara. Tetapi, hal itu harus dipastikan bermanfaat bagi masyarakat. "Yang tadinya bisa untuk PNBP, nah sekarang untuk mengurangi beban masyarakat yang melaksanakan tes," sambungnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Perlu Lebih Murah

FOTO: Tes PCR dan Antigen Masih Jadi Syarat Beraktivitas
Petugas bersiap melakukan tes COVID-19 terhadap warga di Altomed, Kelapa Gading, Jakarta, Minggu (8/8/2021). Warga melakukan tes PCR atau antigen untuk mempermudah beraktivitas sebagai syarat masuk pasar, mal, restoran, layanan transportasi umum, dan lainnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kendati demikian, ia meminta agar besaran biaya uji rapid test antigen di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ditinjau ulang. Sebab, tarif yang dipatok sebesar Rp 694 ribu tersebut dinilai masih cukup tinggi, sehingga perlu dicarikan rumusan agar bisa lebih murah.

"Supaya lengkap, PNBP-nya digratiskan, ditambah dengan biaya uji rapid test antigen yang diturunkan. Kalau biaya uji rapid test-nya tinggi, tentu akan tetap membebani masyarakat," katanya.

Ia mengungkapkan bahwa program rapid test antigen adalah program yang sangat penting. Dengan tes masif yang dilakukan, maka dapat diketahui peta penyebaran virus Covid-19 di berbagai daerah. Karena itu, semua anggota masyarakat diharapkan dapat berpartisipasi untuk melaksanakan tes secara rutin.

"Virus ini kan tidak kelihatan. Tidak diketahui siapa saja yang terpapar. Hanya dengan tes kita bisa mendeteksinya. Karena itu, tidak ada alasan untuk tidak melaksanakan tes. Itu adalah kewajiban pemerintah. Tetapi, masyarakat diharapkan dapat berpartisipasi dengan melaksanakan tes mandiri. Karena itu, sekali lagi, ya harganya harus diturunkan," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya