Liputan6.com, Jakarta Pemerintah terus menggodok rencana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk bahan pokok atau sembako. Sejumlah pihak melihat bahwa jika rencana tersebut diwujudkan maka bisa berdampak negatif terhadap perekonomian nasional.Â
Peneliti Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Riza A Purnama menjelaskan, penarikan PPN sembako akan mendorong kenaikan angka kemiskinan di Indonesia. Hal ini karena penarikan PPN tersebut akan berdampak kepada kenaikan harga barang dan kemudian akan mempengaruhi daya beli masyarakat.
Baca Juga
"Hal ini berpotensi memberikan dampak pada kenaikan barang-barang. Kedua adalah batas garis kemiskinan dapat terkerek naik jika tidak dilakukan dengan hati-hati," ujar Riza dalam diskusi daring, Jakarta, Selasa (14/9).
Advertisement
Dalam rencananya, pungutan PPN sembako akan menyasar jenis makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat kalangan menengah atas. Namun jika ditelisik akan turut mempengaruhi kehidupan masyarakat bawah.
"Rencananya PPN sembako ini untuk masyarakat menengah ke atas. Namun pasti memberikan kenaikan pada berbagai jenis barang-barang yang ditentukan," katanya.
Riza melanjutkam, penentuan jenis barang yang dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan ke atas tersebut masih kabur. Oleh karenanya, tidak menutup kemungkinan sembako yang tidak masuk kategori juga turut terkerek harganya.
"Peningkatan PPN pada barang kebutuhan pokok perlu dipertimbangkan karena mempengaruhi inflasi, volatile food, batas garis kemiskinan, kemudian mekanismenya terutama yang harus diperhatikan," jelasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sri Mulyani Jelaskan Rencana Penarikan PPN Sembako
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati kembali membeberkan rencana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sejumlah bahan pokok (sembako).
Ketentuan PPN sembako ini tercantum dalam Perubahan Kelima atas Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Sri Mulyani mengatakan, pemerintah lewat RUU KUP juga akan melakukan pengaturan kembali objek PPN dan fasilitas PPN agar lebih mencerminkan keadilan serta tepat sasaran. Kebijakan ini diterapkan lewat tiga cara.
Pertama, seluruh barang dan jasa dikenai PPN, kecuali sudah menjadi objek Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) seperti restoran, hotel, parkir, dan hiburan. Kemudian yang, emas batangan untuk cadangan devisa negara, dan surat berharga.
Pengecualian PPN juga diberikan untuk jasa pemerintahan umum yang tidak dapat disediakan pihak lain, dan jasa penceramah keagamaan.
Kedua, fasilitas tidak dipungut PPN atas Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) tertentu. Itu untuk mendorong ekspor baik di dalam maupun luar kawasan tertentu, serta hilirisasi sumber daya alam (SDA).
Fasilitas PPN pun dibebaskan atas BKP/JKP strategis diubah menjadi fasilitas PPN tidak dipungut, serta kelaziman dan perjanjian internasional.
Advertisement