BPK Beberkan 4 Skenario Terburuk Pasca Indonesia Melewati Covid-19

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman membeberkan empat skenario yang berpotensi terjadi di Indonesia pasca melewati covid-19.

oleh Arief Rahman H diperbarui 21 Okt 2021, 18:40 WIB
Diterbitkan 21 Okt 2021, 18:40 WIB
20151229-Gedung BPK RI-YR
Gedung BPK RI. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman membeberkan empat skenario yang berpotensi terjadi di Indonesia pasca melewati covid-19.

Skenario terburuk yang terjadi di Indonesia pasca Covid-19, antara lain daya beli masyarakat anjlok dengan harga bahan pokok yang melambung.

Empat skenario ini disampaikan Agung dalam memprediksi kemungkinan yang bisa terjadi sekitar lima tahun ke depan atau 2026. Ada dua faktor yang memengaruhi penyusunan skenario ini, diantaranya tingkat respons pemerintah dan kondisi pandemi Covid-19.

Pada skema terburuk, Agung menyebutnya sebagai skenario tercerai-berai terhempas di lautan. Pada skenario ini, respons pemerintah kurang efektif dan kondisi pandemi semakin memburuk.

Sehingga program vaksinasi yang digadang pemerintah dan sektor swasta pun tidak mampu mengimbangi keganasan dan penyebaran virus.

“Angka kematian di semua usia meningkat tajam sehingga mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya sehingga banyak RS di kota menengah dan kecil tutup karena tak tersedia obat dan dokter dan nakes lainnya,” katanya dalam Grand Launching Buku Strategic Foresight BPK, Kamis (21/10/2021).

Mengutip isi buku Strategic Foresight, pada aspek perekonomian, Harga sembako mengalami kenaikan secara tajam tak terkendali ke tingkat harga yang tak terjangkau oleh kelas bawah sebagai akibat dari terganggunya produksi dan distribusi.

Kemudian, konsumsi domestik mengalami stagnasi; daya beli masyarakat menengah dan bawah anjlok karena tidak mendapatkan manfaat stimulus ekonomi pemerintah.

Sementara di sektor keuangan, Defisit APBN melebihi batas yang diperkenankan undang-undang; penerimaan pajak tidak optimal, banyak anggota masyarakat meminta penundaan atau menyatakan tidak mampu membayar pajak; belanja pemerintah kurang berkualitas. Banyak bank kecil kolaps karena tingkat non-performing loan (NPL) yang tinggi.

Selanjutnya, Agung menerangkan terkait skenario Kandas Terlantar Surutnya Pantai. “Skenario taken for granted, tingkat respons pemerintahnya kurang baik tapi pandeminya mereda, walaupun dimana pandemi mereda, dampak yang berkepanjangan pemerintah tak mampu memberikan layanan yang baik, jaminan kesehatan sosial tak bisa memenuhi mandatnya karena kesulitan finansial,” katanya.

Sementara itu, dalam buku tersebut tertulis, pada sektor perekonomian Pemerintah kehilangan kemampuan untuk mengendalikan harga sembako karena buruknya perencanaan dan koordinasi di antara kementerian dan lembaga yang berurusan dengan pangan; harga beras kualitas biasa dan sedang sering mengalami gejolak karena masalah pasokan.

Lalu, Rendahnya kepercayaan investor, tingginya kewajiban membayar utang pokok dan bunga, serta ketergantungan pada impor untuk menyediakan vaksin, obat, dan alat kesehatan meningkatkan volatilitas nilai tukar rupiah terhadap sejumlah mata uang utama dunia.

Sementara pada tingkat sektor keuangan, target penerimaan pajak tidak tercapai; pembiayaan program strategis terhambat; pemerintah melakukan penghematan. Rencana Fiscal Consolidation tidak tercapai; pemerintah menerapkan Reopening, Recovery, dan Reform Policy.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Skenario Selanjutnya

FOTO: 22 Orang Positif COVID-19, Warga Zona Merah Kayu Putih Jalani Tes PCR
Warga menjalani tes usap PCR di Taman Pintar, Kayu Putih, Pulogadung, Jakarta Timur, Selasa (8/6/2021). Saat ini, RW 09 dan 10 Kelurahan Kayu Putih dalam status zona merah atau karantina wilayah sejak 4 Juni setelah 22 orang terkonfirmasi positif COVID-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Lalu, skenario Mengarung ditengah badai menggambarkan respons pemerintah yang membaik namun keadaan pandemi memburuk.

“Tekanan pandemi yang semakin buruk mendorong pemerintah untuk terus melakukan extra ordinary policy termasuk melakukan pembatasan sosial di seluruh daerah,” katanya.

Lalu pada sektor perekonomian tergambarkan Harga sembako terjangkau; pasokan dan distribusi barang serta jasa esensial terjamin. Investasi baru di sektor farmasi, rumah sakit, dan alat-alat kesehatan meningkat.

Lalu di sektor keuangan, Pemerintah menerapkan skema dan insentif demi mendorong lembaga keuangan dan perbankan meningkatkan literasi keuangan, dan digitalisasi pelayanan usaha mikro kecil menengah (UMKM) di daerah guna mendongkrak penerimaan pajak. Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerapkan regulasi dan instrumen pengawasan ketat terhadap berbagai jenis investasi ekonomi digital.

Serta skenario yang paling baik yang disebut Agung sebagai Berlayar Menaklukan Samudera. Pada skenario terbaik ini, sektor perekonomian digambarkan harga sembako terjangkau sehingga stabilitas daya beli masyarakat terjaga. Perekonomian tumbuh lebih kuat seiring dengan membaiknya kualitas infrastruktur, regulasi, dan kepercayaan investor.

Sementara di sektor keuangan, defisit APBN terjaga karena meningkatnya pendapatan negara melalui skema pajak baru dan optimalisasi PNBP Migas. Penerimaan pajak meningkat akibat penurunan compliance cost, iklim investasi yang lebih menarik, dan meningkatnya kepatuhan wajib pajak.

“Keberhasilan indonesia jadi acuan menangani pandemi bagi negara berkembang lainnya. Pertumbuhan ekonomi indonesia meningkat bahkan melampaui pertumbuhan ekonomi pra pandemi sehingga membaiknya harga dan permintaan komoditas primer di pasar internasional,” tuturnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya