Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan periode 2004-2016, Bambang Brodjonegoro mempunyai formula agar Indonesia bisa bertahan dari krisis ekonomi. Langkah ini berkaca pada penanganan krisis terjadi akibat pandemi Covid-19.
Bambang Brodjonegoro mengatakan, untuk mengatasi kondisi krisis terjadi akibat pandemi pemerintah terus melakukan upaya vaksinasi dan mereformasi sistem kesehatan.
Baca Juga
Tujuannya adalah bagaimana bisa mencegah terjadinya penularan atau wabah yang memberatkan para penderitanya .
Advertisement
"Jadi intinya kita harus mengarahkan agar ekonomi kita bisa preventif daripada nanti kita harus selalu berupaya untuk memulihkan kondisi ekonomi yang sudah memburuk terkena dampak yang besar," kata dia dalam acara Peluncuran Buku 25 Tahun Kontan : Melintasi 3 Krisis Multidimensi, Minggu (24/10/2021).
"Jadi kita penekanannya adalah bagaimana ekonomi ini menjadi preventif dan tidak tergantung kepada yang kuratif," sambung dia.
Dia melanjutkan, upaya-upaya dilakukan pemerintah pada krisis 98 pada saat itu lebih kepada kuratif. Sehingga apapun dilakukan agar ekonomi pada saat itu bisa kembali normal.
"Sehingga muncullah beban utang yang kian besar yang kemudian sampai hari ini kadang-kadang masih dianggap punya peran terhadap kestabilan ekonomi jadi artinya upaya pada waktu itu sangat 100 persen kuratif," kata Bambang.
Â
Urgensi Reformasi Ekonomi
Mantan Menteri PPN/Kepala Bappenas itu pun menyebut pembelajaran dari kondisi krisis 98 itulah yang kemudian mendorong adanya urgensi untuk reformasi ekonomi.
Reformasi dilakukan tentunya berkelanjutan yang mencakup dua hal. Pertama reformasi di bidang institusinya dan reformasi untuk kebijakannya.
"Untuk institusi sudah disampaikan juga mengenai munculnya LPS kemudian munculnya OJK yang kemudian merupakan koreksi dari waktu itu deregulasi perbankan yang dilakukan 1988 kemudian menjadi tidak terkendali. Artinya fungsi pengawasan dilakukan BI menjadi kurang efektif sehingga terjadilah meskipun tidak 100 persen dari akibat dari regulasi tetapi itulah juga memicu trigger terjadinya krisis yang skala besar secara ekonomi dan mungkin dimensi dan perlu dicatat pada waktu itu pertumbuhan ekonomi yang minus yang paling besar dalam sejarah setelah tahun 70 di mana kontraksinya mencapai 13 persen," pungkas dia.
Â
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement