Survei: 79 Persen Responden Kesulitan Beraktivitas Dampak dari Ganjil-Genap

23,8 persen responsen merasa banyak waktu terbuang dengan adanya penerapan ganjil-genap.

oleh Arief Rahman H diperbarui 04 Nov 2021, 13:20 WIB
Diterbitkan 04 Nov 2021, 13:20 WIB
Pemberlakuan Sanksi Tilang Pelanggar Ganjil Genap
Petugas kepolisian menilang pengendara mobil yang melanggar aturan ganjil genap di Jalan MT Haryono, Jakarta, Kamis (28/10/2021). Para pelanggar sistem ganjil genap dikenakan sanksi tilang berupa denda maksimal Rp500 ribu. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Penerapan Ganjil-Genap di sejumlah ruas jalan di DKI Jakarta dipandang mengganggu aktivitas sehari-hari masyarakat. Hal ini terungkap dari survei singkat mengenai pelaksanaan ganjil-genap yang dilakukan oleh Komunitas Konsumen Indonesia.

Dalam survei yang dilakukan online selama dua hari tersebut, mengumpulkan sejumlah 101 orang responden dari berbagai latar belakang. Paling banyak didominasi lulusan Diploma atau Sarjana, serta pengguna mobil pribadi dan transportasi online.

“Akibat implementasi ganjil-genap, khususnya di masa PPKM, 79,2 persen responden merasa kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari,” kata Ketua Komunitas Konsumen Indonesia, David Tobing dalam diskusi publik MTI: Evaluasi Efektivitas Ganjil Genap di Masa PPKM, Kamis (4/11/2021).

Ia juga mengurai bentuk kesulitan yang dialami. Sedikitnya ada tiga jenis kesulitan yang paling banyak ditemukan dari 101 responden tersebut.

30,7 persen menganggap transportasi umum belum cukup memadai atau belum beroperasi secara normal. Hal ini menyusul bahwa aturan kapasitas penuh bagi angkutan umum baru diterbitkan beberapa waktu lalu. Sehingga, belum ada dampak secara langsung terhadap tingkat keterisian penumpang angkutan umum.

Lalu, 23,8 persen merasa banyak waktu terbuang dengan adanya penerapan ganjil-genap. Dan ketiga, 20,8 persen merasa kemacetan tetap terjadi meski telah diberlakukan ganjil-genap.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Solusi

Ketua Komunitas Konsumen Indonesia, David Tobing dalam diskusi publik MTI: Evaluasi Efektivitas Ganjil Genap di Masa PPKM, Kamis (4/11/2021).
Ketua Komunitas Konsumen Indonesia, David Tobing dalam diskusi publik MTI: Evaluasi Efektivitas Ganjil Genap di Masa PPKM, Kamis (4/11/2021).

Sementara itu, lebih anjut David menyampaikan beberapa solusi yang didapatkan dari survei terhadap konsumen tersebut dalam menorong efektivitas Ganjil Genap di DKI Jakarta.

Diantaranya 37,7 persen merasa taksi online bisa jadi solusi bila diberikan pengecualian. Lalu, 32,7 persen merasa transportasi umum sebagai solusi, dengan catatan operasi berjalan normal dan protokol kesehatan diawasi dengan ketat.

David mengatakan, bahwa sudah jadi hak konsumen untuk bisa memilih barang dan jasa termasuk transportasi. Terlebih dalam hal ini konsumen transportasi juga memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang aman dan nyaman.

“Tentu aman dan nyaman tergantung dari pribadi masing-masing konsumen, hasil penelitian ini 30 persen mereka tak nyaman dan waswas, jadi dalam hal ini bisa dilihat bahwa rasa waswas masih ada,” katanya.

Kemudian, 23,8 persen merasa menggunakan motor pribadi bisa jadi solusi untuk menyiasati ganjil genap. Dan 9,9 persen beranggapan ojek online sebagai solusi melewati ganjil-genap.

 

Pendalaman

Pemberlakuan Sanksi Tilang Pelanggar Ganjil Genap
Petugas kepolisian menilang pengendara mobil yang melanggar aturan ganjil genap di Jalan MT Haryono, Jakarta, Kamis (28/10/2021). Para pelanggar sistem ganjil genap dikenakan sanksi tilang berupa denda maksimal Rp500 ribu. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Lebih lanjut, David menemukan dalam pendalaman yang ia lakukan pada pengguna taksi online sebagai solusi, ditemukan 48 persen responden adalah pengguna taksi online.

Dari data tersebut, ditemukan bahwa 53,5 persen responden menyatakan bahwa ganjil genap kepada taksi online tidak relevan.

“mereka menganggap taksi online sangat memungkinkan membantu sebagai feeder menuju transportasi umum, selain itu taksi online juga dianggap sebagai kendaraan substitute unutk menopang aktivitas mereka,” kata dia.

Dengan demikian, salah satu jalan tengahnya dengan adanya penanda khusus bagi kendaraan taksi online. Meski, hal ini diakui banyak pihak masih menemui polemik.

Dari data yang ditemukan David, sebanyak 97 persen responden mengusulkan agar taksi online diberi tanda khusus dengan beberapa pilihan tanda. Hasilnya, 43 ,6 persen beropini cukup menggunakan stiker khusus.

Logo Khusus

Lalu, 20,8 persen beropini kendaraan diberi logo khusus atau nomor lambung. 18,8 persen beropini diberi tanda crown di atap mobil seperti taksi, dan 16,8 persen taksi online diberi plat nomor khusus.

“Jadi itu fakta bahwa alternatif pemakaian moda transportasi jadi berkurang, hak konsumen berhak memilih barang jasa yang digunakan. Taksin online seharusnya itu bisa diberlakukan sama dengan transportasi umum lain. Ini relevan dengan kebutuhan konsumen,” paparnya.

Selain itu, David juga memberi saran bagi pembuat kebijakan, minimal dengan menggunakan metode survei yang sama yang telah dilakukan olehnya. Namun dengan cakupan dan durasi yang lebih lama.

“Perlu survei juga, ini (kebijakan) perlu di sosialisasi, ada yang kaget juga dari penerapan Ganjil Genap yang awalnya tiga ruas jadi 13 ruas,” kata dia.

 

Infografis Perluasan Ganjil Genap

Infografis Perluasan Ganjil Genap
Infografis Perluasan Ganjil Genap (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya