Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut pemulihan ekonomi global masih sangat rapuh dipengaruhi oleh komplikasi kenaikan harga, karena adanya supply disruption dan kenaikan harga komoditas.
Hal itu disampaikan dalam Konferensi Pers APBN Kinerja dan Fakta (APBN KITA) November 2021. Menkeu menegaskan, hal ini akan menimbulkan dinamika global yang harus terus diwaspadai.
Baca Juga
“APBN kita masih bekerja luar biasa keras, namun pemulihan ekonomi telah menopang konsolidasi dan pemulihan APBN juga. Jadi APBN memulihkan ekonomi, pemulihan ekonomi memulihkan kesehatan APBN. Inilah yang kita ingin terus jaga hubungan antara ekonomi dan APBN secara positif ini yaitu pemulihan berjalan terus sehingga kesehatan APBN juga bisa berjalan terus,” kata Menkeu.
Advertisement
Berikut fakta-fakta terkait APBN yang disampaikan dalam laporan APBN Kita periode November 2021, dirangkum oleh Liputan6.com, Jumat (26/11/2021).
1. Pemerintah Kantongi Pajak Rp 953,6 triliun
Pemerintah mengantongi penerimaan pajak Rp 953,6 triliun hingga akhir Oktober 2021. Angka penerimaan pajak ini naik 15,3 persen (yoy) serta setara 77,56 persen dari target pada APBN 2021.
Kenaikan pendapatan negara dikatakan tertopang peningkatan penerimaan kepabeanan dan cukai, serta PNBP. Ini bisa diraih seiring membaiknya kondisi ekonomi nasional.
“Dari sisi penerimaan menunjukkan perubahan yang dinamis merefleksikan kondisi ekonomi dan dunia usaha yang sekarang mampu membayar pajak kembali karena kondisi bisnis mereka sudah mulai pulih,” jelas dia.
Dari sisi penerimaan pajak, PPh Migas tumbuh 55,7 persen didorong oleh kenaikan harga komoditas minyak bumi dan gas bumi.
Sedangkan PPh Non Migas tumbuh 8,9 persen yang komposisinya berasal dari pajak-pajak yang menunjukkan aktivitas ekonomi tumbuh positif.
2. Pajak Bea Cukai naik 10,3 persen
Menkeu menyebut, kinerja komponen penerimaan yang berasal dari Cukai, Bea Masuk (BM), dan Bea Keluar (BK) berturut-turut tumbuh 10,3 persen (yoy), 16,83 persen (yoy), dan 868,61 persen (yoy).
“Jadi penerimaan bea cukai tahun ini cukup sangat baik, baik karena cukai yang masih dipertahankan cukup baik, dan sekarang dikontribusikan oleh bea masuk dan bea keluar yang mengalami momentum yang sangat tinggi akibat pemulihan ekonomi terutama ekspor impor,” sambung Menkeu.
Realisasi PNBP sampai dengan akhir Oktober 2021 mencapai Rp 349,2 triliun atau 117,1 persen dari target dalam APBN 2021.
Capaian realisasi PNBP tumbuh 25,2 persen tersebut utamanya didorong oleh kenaikan penerimaan Sumber Daya Alam (SDA) sebesar Rp111,18 triliun, PNBP Lainnya dan pendapatan Badan Layanan Umum (BLU).
PPN tumbuh 20,4 persen didorong oleh PPN dalam negeri, dimana aktivitas ekonomi yang kembali normal dan PPN Impor yang menggambarkan kegiatan impor meningkat signifikan.
Advertisement
3. Inflasi Jadi Tantangan Pemulihan Ekonomi
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan yang menjadi penghambat pemulihan ekonomi global pasca pandemi Covid-19 yakni inflasi.
Dari PBB tumbuh 1,2 persen ditopang oleh kenaikan PBB Perkebunan, dan pajak lainnya tumbuh 91,5 persen yang merupakan dampak penyesuaian tarif bea materai.
“Penerimaan bea dan cukai sejak tahun lalu masih resilient dan sampai tahun ini masih tetap bertahan. Sampai dengan 31 Oktober 2021, penerimaan kita mencapai Rp 205,78 triliun atau 95,73 persen dari target APBN, tumbuh sangat kuat 25,47 persen,” lanjut Menkeu.
"Dan ini akan menjadi tantangan yang nyata," ungkapnya dalam Konferensi Pers APBN KiTa, Jakarta, Kamis (25/11/2021).
Sri menyatakan, permasalahan terkait inflasi sendiri saat ini lumrah dijumpai di negara-negara maju. Salah satunya Amerika Serikat (AS).
Bahkan, catatan inflasi yang terjadi di negeri Paman Sam tersebut mencapai 6,2 persen. Ini merupakan rekor tertinggi sejak 30 tahun terakhir.
"Ini akan menjadi tantangan yang nyata bagi Jerome Powell (Gubernur The Fed) yang baru saja ditunjuk Presiden Joe Biden. Bagaimana langkah-langkahnya untuk menjinakkan kembali inflasi di Amerika Serikat tanpa menyebabkan pelemahan ekonomi di Amerika dan guncangan terhadap dunia," ujarnya.
4. Subsidi Energi Capai Rp 97,6 triliun
Realisasi belanja subsidi energi mencapai Rp 97,6 triliun hingga Oktober 2021. Nilai subsidi ini naik 20 persen dari realisasi periode yang sama tahun 2020 sebesar Rp 81,3 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan jika subsidi energi naik dipicu peningkatan harga minyak dunia serta perpanjangan diskon tarif listrik.
"Realisasi diskon listrik rumah tangga dan UMKM sebesar Rp 7,5 triliun," ujar dia saat Konferensi Pers APBN KITA Edisi November 2021 di Jakarta, Kamis (25/11/2021).
Untuk rinciannya, kata dia, aliran subsidi energi dikucurkan ke bahan bakar minyak (BBM) solar sebanyak 11,67 juta kiloliter.
Kemudian subsidi LPG tabung 3 kg sebesar 5.547,8 juta kg, pelanggan subsidi listrik 37,97 juta pelanggan, dan volume konsumsi listrik subsidi 46,84 TWh.
Advertisement
5. Subsidi Non Energi alami peningkatan 6,8 persen
Realisasi subsidi non energi juga meningkat 6,8 persen menjadi Rp 46,9 triliun pada Oktober 2021 dari Rp 43,9 triliun pada Oktober 2020.
Realisasi subsidi non energi naik dipicu program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang memberikan subsidi bunga kredit usaha rakyat (KUR) dan subsidi upah.
Penyaluran subsidi non energi sejak Januari-Oktober 2021 diberikan dalam bentuk subsidi bunga KUR kepada 6,3 juta debitur, penyaluran kredit KUR senilai Rp 37,2 triliun, dan subsidi bantuan uang muka (SBUM) untuk 104,2 ribu unit rumah.
"Subsidi rumah diharapkan bisa untuk membantu masyarakat berpendapat rendah dan mendorong pemulihan ekonomi nasional," tandas Sri.