Demi Pertumbuhan Ekonomi, Menteri PPN Bilang Seharusnya UMP 2022 Naik 5 Persen

Jika UMP 2022 naik 5 persen maka akan menambah konsumsi sebesar Rp 180 triliun.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Nov 2021, 17:30 WIB
Diterbitkan 26 Nov 2021, 17:30 WIB
Puluhan Nisan di Tengah Peringatan Hari Buruh
Puluhan nisan berjejer rapi di sekitar area Monas, Jakarta, pada Hari Buruh Internasional, Sabtu (1/5/2021). Nisan hitam itu dihiasi tulisan yang mewakili perasaan para buruh, Antara lain RIP PHK Murah, Bebasnya Outsourcing, RIP Cuti Hamil, RIP Satuan Upah-Perjam. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan, kenaikan upah buruh atau UMP 2022 seharusnya 5 persen. Hal ini dengan semangat untuk mendorong konsumsi sehingga pertumbuhan ekonomi bisa melonjak.  

Suharso menjelaskan, perhitungan kenaikan UMP 2022 sebesar 1,09 persen sesuai dengan rumus Peraturan Pemerintah (PP) yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja. Namun, seharusnya kenaikan upah buruh tersebut bisa lebih dari itu dengan landasan mencapai target pertumbuhan ekonomi.

"Saya mungkin punya pendapat lain. Kalau naiknya saja misal rata-rata 5 persen itu dia akan memompa pengeluaran dari menambah konsumsi itu," kata Suharso, dalam Webinar Membangun Optimisme Baru untuk Mendorong Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional, di Jakarta, Jumat (26/11/2021).

Jika UMP 2022 naik 5 persen maka akan menambah konsumsi sebesar Rp 180 triliun. Angka itu secara otomatis akan memberikan bantalan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi setidak-tidaknya 5,2 persen.

"Jadi kalau 5,6 persen saja dari GDP kita itu adalah konsumsi ini kan kenaikan itu saja 2,3 persen sudah ada di tangan," ujarnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


UMP 2022 Diperkirakan Naik 1,09 Persen

Aksi Ratusan Buruh Tolak UU Cipta Kerja
Presiden KSPI Said Iqbal saat berorasi di depan para buruh di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (2/11/2020). Massa buruh dari berbagai serikat pekerja tersebut menggelar demo terkait penolakan pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja dan upah minimum 2021. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Sebelumnya, Penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan ditujukan untuk meminimalkan disparitas antar-wilayah. Hal tersebut diungkap oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Indah Anggoro Putri.

"Jadi filosofi upah minimum dari PP 36 itu sebenarnya adalah keseimbangan yang akhirnya meminimalisir disparitas atau kesenjangan antar wilayah," jelas Indah dalam diskusi virtual penetapan upah minimum 2022, seperti dikutip dari Antara, Senin (15/11/2021).

Penetapan upah minimum dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan di daerah yang kisaran upahnya masih di bawah rata-rata nilai kebutuhan konsumsi.

Sementara, anggota Dewan Pengupahan Nasional dari unsur pakar Joko Santosa mengatakan bahwa PP Nomor 36/2021 ditujukan untuk mewujudkan keadilan antar-wilayah di Indonesia.

"Upah minimum yang saat ini ditujukan untuk adil antar-wilayah. Jadi semua wilayah itu akan dikerucutkan di dalam batas atas dan batas bawah melalui mekanisme penerapan upah minimum oleh pemerintah," katanya.

Dikutip dari materi seminar Penetapan Upah Minimum 2022 milik Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker Indah Anggoro Putri, jika dihitung berdasarkan data BPS maka rata-rata penyesuaian UMP 2022 sebesar 1,09 persen.

UMP 2022 terendah dibukukan oleh Jawa Tengah dengan besaran Rp 1.813.011. Sedangkan UPM tertinggi dicatatkan oleh DKI Jakarta dengan nilai Rp 4.453.724.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya