Punya Utang Rp 32 Triliun, Dirut Angkasa Pura I: Tak Kemana-mana, Lari ke Aset

Utang besar ini disebabkan Angkasa Pura I sebelum pandemi memfokuskan pembangunan di 10 bandara.

oleh Arief Rahman H diperbarui 08 Des 2021, 19:00 WIB
Diterbitkan 08 Des 2021, 19:00 WIB
(Foto: Liputan6.com)
Direktur Utama PT Angkasa Pura I Faik Fahmi (Foto:Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Angkasa Pura I (Persero) Faik Fahmi angkat bicara soal arah utang jumbo yang dimiliki perusahaan sebesar Rp 32,7 Triliun. Ia menyebutkan utang Angkasa Pura I tersebut menjadi aset yang jumlahnya naik dalam kurun waktu 4-5 tahun.

Hingga November 2021, Faik menyebutkan utang yang dimiliki sebesar Rp 28 triliun ke kreditor ditambah beban kewajiban perusahaan sebesar Rp 4,7 triliun. Secara total kewajiban perusahaan ada Rp 32,7 triliun.

“Saya perlu tambahkan di sini, utang AP I tersebut tak kemana-mana tapi lari ke aset di AP I yang meningkat signifikan, di tahun 2017 nilai aset AP I sebesar Rp 24,7 triliun, di 2022 ini aset AP I meningkat sangat signifikan jadi Rp 47,3 triliun,” katanya dalam konferensi pers, Rabu (8/12/2021).

“Jadi asetnya meningkat lebih dari Rp 23 triliun dalam periode 4-5 tahun,” katanya.

ia meyakinkan bahwa kondisi utang besar yang dialami perseroan tersebut bukan imbas dari masalah struktural. Tapi, perseroan belum bisa bangkit dengan beban utang ini karena terdampak pandemi.

“yang kita alami ini bukan masalah struktural, bukan karena utang besar, tapi dengan utang besar, AP I belum beranjak pulih akibat pandemi, ada potensi untuk meningkatkan lebih buruk lagi, bisa, jika tidak dilakukan penyehatan atau restrukturisasi,” tuturnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Penyebab Besarnya Utang

(Foto:Liputan6.com)
Direktur Utama PT Angkasa Pura I Faik Fahmi (Foto:Liputan6.com)

Ia pun menambahkan, utang besar ini disebabkan perseroan sebelum pandemi memfokuskan pembangunan di 10 bandara yang dikelola untuk mengatasi lack of capacity atau kurangnya kapasitas. Namun, kondisi pandemi membuat trafik yang sebelumnya tinggi justru malah menurun secara drastis.

“Pada 2017 kapasita hanya untuk 71 juta penumpang per tahun, tapi realisasi sudah 90 juta pertahun, dan meningkat di tahun berikutnya 2018 menjadi 90 juta per tahun. Jadi bisa dibayangkan dengan realisasi penumpang jauh lebih tinggi dari kapasitas jadi menyangkut ke pelayanan, keamanan dan masalah lain,” katanya.

Kemudian, dalam pengembangan 10 bandara yang disebutkannya itu, AP I tidak menggunakan instrumen APBN melalui Penyertaan Modal Negara (PMN), tetapi melalui pendanaan internal dan eksternal lewat kredit sindikasi perbankan dan obligasi.

“Pengembangan kita itu tak menggunakan bantuan pemerintah, melalui sindikasi perbankan dan obligasi, memang karena dampak signifikan akibat pandemi, kami berusaha melalui upaya restrukturisasi,” katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya