Liputan6.com, Jakarta - Ketua Badan Anggaran DPR MH Said Abdullah meminta Pemerintah mengkaji ulang larangan ekspor batu bara. Hal itu dikarenakan, komoditas tersebut masih menjadi produk primadona yang dibutuhkan negara lain dan bisa memberikan keuntungan kepada Indonesia.
“Pada tahun 2022 ini saya memperkirakan batu bara masih menjadi produk primadona, sebab tidak serta merta negara negara maju pada tahun 2022 mengganti PLTU mereka,” kata Ketua Banggar Said, Senin (3/1/2022).
Terlebih tekanan ekonomi akibat pandemi covid-19 karena varian omicron masih merajalela di sejumlah negara, akibat fiskal yang cekak ini membuat PLTU masih dipertahankan. Dia memperkirakan harga batu bara masih dikisaran diatas USD 120 per ton.
Advertisement
Selain itu, bencana La Nina yang diprediksikan berlangsung lama mengakibatkan permintaan suplai listrik masih akan tinggi. Faktor ketegangan antara Australia dan Tiongkok akan berdampak suplai batubara Australia ke Tiongkok. Keadaan ini mendorong HBA bertengger di posisi tinggi.
Menurut laporan Climate Transparency Report 2020, tercatat sejumlah negara maju seperti; Amerika Serikat, Tiongkok, Rusia, Jerman, Jepang, Korea Selatan, Polandia, Perancis, Kanada, Italia, dan Inggris masih kecanduan batu bara. Mereka belum cepat bisa move on meninggalkan batu bara.
Pada semester kedua 2021 hingga awal tahun 2022 batubara menunjukkan tren kenaikan harga. Harga Batu bara Acuan (HBA) bulan September 2021 hingga ke angka USD 150,03 per Ton. Angka ini naik USD 19,04 per ton dibanding HBA bulan Agustus 2021 yang mencapai angka 130,99 per ton.
Selanjutnya, pada November 2021 HBA kembali meroket menembus USD 215,1 per ton. Harga Batu Bara Acuan (HBA) Desember 2021 anjlok ke posisi USD 159,79 per ton atau turun 25,7 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Baca Juga
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Devisa
Meskipun pada Desember 2021 HBA turun, akan tetapi masih menunjukkan harga yang tinggi. Turunnya HBA pada Desember 2021 karena Tiongkok meningkatkan produksi batu bara-nya, setelah bulan bulan sebelumnya kekurangan produksi akibat kecelakaan.
“Sebagai negara ketiga terbesar penghasil batu bara dunia, pemerintah malah menutup diri, melarang kebijakan ekspor batu bara, setidaknya selama Januari 2022. Wajar bila sejumlah perusahaan batu bara tanah air meradang dan meminta pemerintah meninjau ulang kebijakan pelarangan ekspor batubara,” tegasnya.
Menurutnya, akibat kebijakan pelarangan ekspor ini kita tidak bisa menikmati berkah devisa. Padahal peluang devisa yang kita dapatkan dari ekspor batu bara USD 3 miliar per bulan. Hal ini belum menghitung pendapatan pajak dan bukan pajak yang didapatkan oleh pemerintah.
“Padahal dari sisi fiskal pendapatan negara itu sangat kita butuhkan pada tahun 2022 untuk membenahi fiskal kita akibat terkoreksi oleh beban pembiayaan utang yang besar akibat pandemi Covid-19,” pungkas Said.
Advertisement