Liputan6.com, Jakarta Dewan Pakar dan Ketua Satgas Ekonomi DPP Pemuda Tani HKTI, Ajib Hamdani meminta, kepada pemerintah untuk memberikan insentif kepada para petani tembakau. Hal ini merespon kenaikan cukai rokok yang berlaku efektif sejak awal Januari 2022.
Dia menyebut, uang yang dibelanjakan ke rokok atau produk tembakau, tidak secara langsung akan meningkatkan penghasilan para petani tembakau. Sebab, selisih kenaikan nilai rokok atau produk tembakau tersebut akan masuk ke pundi-pundi kas negara, dalam bentuk cukai.
Baca Juga
Pengusaha harus melakukan pembayaran terlebih dahulu ke negara, baru bisa melakukan produksi dan selanjutnya masyarakat membayar atas cukai yang sudah dibayarkan oleh pengusaha.
Advertisement
"Jadi, penerimaan cukai tembakau ini, relatif lebih aman buat negara," kata Ajib dalam kepada merdeka.com, Selasa (4/1).
Atas kondisi itu, Ajib meminta pemerintah juga memberikan insentif agar terjadi peningkatan kesejahteraan para pelaku usaha, terutama di hulu, untuk para petani. Dengan kenaikan tarif cukai ini, berarti pemerintah telah memberikan disinsentif fiskal terhadap produk tembakau.
"Untuk membuat keseimbangan dan fairness, pemerintah seharusnya memberikan kebijakan pendukung, misalnya dalam bentuk insentif moneter," ujarnya.
Kebijakan insentif moneter dimaksud, pertama, dukungan jaminan atas pemberian kredit. Para petani tembakau di lapangan, menghadapi masalah yang klasik, yaitu kesulitan mendapat akses dana perbankan. Literasi keuangan yang masih rendah, dan juga kesiapan kebutuhan jaminan harus dijembatani oleh pemerintah.
"Pemerintah bisa mengalokasikan dana, sebagai premi atas kredit yang akan dikucurkan oleh perbankan kepada para petani tembakau. Sehingga para petani tidak diharuskan memberikan jaminan ketika membutuhkan kredit perbankan." jelasnya.
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Insentif Kedua
Insentif kedua, adalah insentif bunga. Menurutnya, bunga yang murah, menjadi kebutuhan para petani, seperti halnya program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Harus ada alokasi khusus KUR ini buat para petani tembakau.
Sebagai ilustrasi, ketika dibutuhkan kredit perbankan sebesar Rp50 triliun, maka pemerintah cukup mengalokasikan dana penjaminan sebesar Rp2,5 triliun (asumsi nilai premi 5 persen) dan subsidi bunga KUR sebesar 3,5 triliun (asumsi subsidi bunga sebesar 7 persen selisih bunga KUR dengan bunga komersial).
"Dengan pola kebijakan insentif ini, maka petani akan mendapat dana yang mudah dan murah," katanya.
Ketika pemerintah bisa secara konsisten memberikan kebijakan disinsentif dan insentif secara berimbang, maka kebijakan tersebut akan berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan para petani. Ini bisa diukur dengan peningkatan Nilai Tukar Petani (NTP).
"Tetapi, kalau pemerintah hanya fokus dengan penerimaan negara tanpa memperhatikan kesejahteraan para petani, maka akan terjadi sebuah kondisi tembakau yang selalu disalahkan, tetapi cukainya tetap disayang," pungkasnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement