YLKI Curiga Ada Penimbunan Besar-besaran Minyak Goreng

YLKI mengendus ada praktik kartel dalam urusan harga minyak goreng yang melambung di tanah air.

oleh Arief Rahman H diperbarui 14 Jan 2022, 20:10 WIB
Diterbitkan 14 Jan 2022, 20:10 WIB
Tahun Depan, Minyak Curah Dilarang Dijual di Pasar
Pedagang tengah menata minyak curah yang dijual di pasar di Kota Tangerang, Banten, Kamis (25/11/2021). Pemerintah melarang peredaran minyak goreng curah ke pasar per tanggal 1 Januari 2022. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengendus ada praktik kartel dalam urusan harga minyak goreng yang melambung di tanah air. Alasannya, Indonesia sebagai produsen Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia tak mampu menstabilkan harga minyak goreng di harga wajar.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menilai, jika indonesia sebagai produsen terbesar CPO, seharusnya harga minyak goreng tak akan melambung tinggi di pasaran domestik. Kemudian, ia pun menduga peningkatan demand di periode Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 (Nataru) bukan penyebab kenaikan harga yang belum kunjung menurun.

“Sejak awal saya menduga bahwa ini bukan efek nataru, karena kalau efek nataru tentu kenaikannya tidak gila-gilaan atau diluar batas kewajaran. Oleh karena itu ini ada dugaan kartel atau praktik usaha persaingan tidak sehat lainnya. Sehingga sangat mendistorsi pasar baik dari segi harga atau pasokan,” katanya dalam pesan suara yang diterima Liputan6.com, Jumat (14/1/2022).

Dengan begitu, ia meragukan upaya pemerintah yang mengguyur subsidi Rp 3,6 triliun untuk menurunkan harga minyak goreng tak akan menyelesaikan masalah. Justru malah akan membuang-buang anggaran.

“Karena sebenarnya penyakit intinya bukan soal itu saja, tapi harusnya pemerintah mengendus dan membongkar adanya dugaan kartel terhadap bisnis CPO dan minyak goreng di indonesia,” kata Tulus.

Lebih lanjut, Tulus menerangkan guna menyendalikan harga minyak goreng pemerintah tak hanya menggunakan instrumen subsidi. Ia menekankan pemerintah mulai mengejar kemungkinan terjadi praktik bisnis yang menyimpang.

“Sekali lagi tak cukup mengguyur Rp 3,5 triliun bahkan itu bisa merupakan kebijakan yang sia-sia kalau pemerintah tak coba bongkar di sisi hulu berupa dugaan kartel dan kemudian membongkar juga dari praktik-praktik tidak sehat lainnya berupa penimbunan,” terangnya.

Ia menegaskan penimbunan pasokan minyak goreng merupakan praktik yang jelas dilarang dalam undang-undang perdagangan. Sehingga ia menyebut polisi seharusnya sudah bisa bekerja cepat dalam menginvestigasi dugaan tersebut.

“Polisi bisa lakukan upaya pipdana untuk hal tersebut. Tapi sayangnya polisi belum melakukan upaya-upaya yang lebih signifikan atau bahkan belum lakukan upaya untuk bongkar dugaan penimbunan dalam skala besar,” katanya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Bangkar Praktik Curang

Tahun Depan, Minyak Curah Dilarang Dijual di Pasar
Minyak curah yang dijual terlihat di pasar di Kota Tangerang, Banten, Kamis (25/11/2021). Pemerintah melarang peredaran minyak goreng curah ke pasar per tanggal 1 Januari 2022. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebagai langkah lanjutan, Tulus meminta pemerintah bisa membongkar dugaan praktik-praktik bermasalah itu. Karena, itu dinilai sangat merugikan pasar dan ujungnya akan merugikan konsumen, sebab konsumen harus membeli minyak goreng dengan harga yang diatas kewajaran.

Ia menyarankan pemerintah melalui Kementerian Perdagangan, Kepolisian Republik Indonesia dan Komite Pengawas Persaingan Usaha bisa menggunakan instrumen Undang-unang Anti Monopoli. Selain itu, Undang-Undang Perdagangan juga bisa digunakan guna membongkar dugaan kartel yang disebutkannya.

“Atau setidaknya kapolri bisa membongkar dengan UU Perdagangan kalau misalnya ada pihak-pihak distributor besar yang mencoba melakukan penimbunan terhadap minyak goreng ini,” tuturnya.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya