Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P. Sasmita, menilai intervensi ekonomi yang dilakukan Pemerintah cenderung tidak efektif dan di beberapa kesempatan justru kontraproduktif, salah satunya soal minyak goreng.
Dia menjelaskan, saat harga minyak goreng naik tajam pemerintah melakukan intervensi dengan menetapkan harga Rp 14.000 per kg minyak goreng. Alhasil, minyak goreng di minimarket-minimarket hanya tersisa label harganya saja sedangkan barangnya tidak ada.
“Ibu-ibu rumah tangga yang biasa berbelanja di kios-kios sekitar rumah tinggal tetap mendapat harga Rp 20.000 per kilo karena stok lama yang dibeli pemilik kios dengan harga di atas Rp 14.000,” kata Ronny, Kamis (3/2/2022).
Advertisement
Stok yang terbatas yang disediakan di tempat perbelanjaan yang gerainya juga terbatas, membuat intervensi pemerintah tidak dinikmati oleh masyarakat banyak.
“Padahal jika Pemerintah mau, Pemerintah bisa memperlakukannya seperti operasi pasar beras biasa dengan Bulog sebagai ujung tombak yang melakukan operasi pasar di sekitar pasar-pasar tradisional, yang kemudian akan memaksa penjual untuk menurunkan harga,” usulnya.
Namun, sama halnya seperti kasus harga tes PCR yang seharusnya bisa ditekan pemerintah via layanan tes PCR di seluruh rumah sakit negeri, minyak goreng pun sama. Harga turun tapi stok terbatas, sehingga masyarakat akhirnya juga tak menikmati intervensi ekonomi yang dilakukan Pemerintah.
Dari pengalaman intervensi Pemerintah tersebut, jelas pemerintah tidak siap sehingga tak diperhitungkan dengan jernih.
Baca Juga
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Menyelamatkan Muka
Lanjut, Ronny menilai, Pemerintah terkesan cenderung menyelamatkan muka saja, tanpa peduli hasilnya dan boleh jadi tanpa peduli apakah rakyat menikmati atau tidak.
Dengan demikian, intervensi tersebut menggambarkan, bahwa pemerintah memang terkesan tidak mengedepankan pengelolaan ekosistem ekonomi nasional yang ditopang dengan institusi yang baik.
“Sehingga bereaksi secara unilateral dan reaktif tanpa dukungan kapasitas sistemik institusional yang mapan,” pungkas Ronny.
Advertisement