Jurus Sri Mulyani Capai Pertumbuhan Ekonomi 5,9 Persen di 2023

Sri Mulyani: Tingkatkan Peran Non-APBN demi capai Target Pertumbuhan ekonomi tahun 2023 sebesar 5,9 persen

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Feb 2022, 19:20 WIB
Diterbitkan 16 Feb 2022, 19:20 WIB
20170110-Sri-Mulyani-AY1
Sri Mulyani saat memberi arahan dalam Rapat Kerja Nasional Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (10/1). Menurut Sri Mulyani, naiknya pertumbuhan China memberikan dampak positif terhadap perekonomian dunia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah akan menyusun anggaran APBN 2023 secara sangat hati-hati dengan tetap memperhatikan ancaman dari pandemi yang diharapkan akan semakin berubah menjadi endemik atau normal.

“Oleh karena itu kebijakan ekonomi makro tahun 2023 akan mendorong pemulihan yang berasal dari sumber-sumber pertumbuhan yang tidak hanya tergantung kepada APBN. APBN tetap akan suportif namun sekarang peranan dari non-APBN menjadi penting,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam konferensi pers terkait Hasil Sidang Kabinet Paripurna, Rabu (16/2/2022).

Peranan konsumsi, investasi, ekspor kenaikannya cukup tinggi di tahun 2021, begitu juga yang berasal dari institusi keuangan seperti perbankan.

Diketahui kinerja perbankan dilihat dari dana pihak ketiga mencapai Rp 7.250 triliun dan loan to deposit ratio nya hanya 77 persen memiliki ruang untuk mulai mendukung pemulihan ekonomi dengan menyalurkan kredit.

“Dan memang pertumbuhan kredit saat ini sudah mulai pulih yang tadinya mengalami kontraksi tahun lalu sekarang sudah tumbuh di 5,2 persen. Kita berharap pertumbuhan ini akan terakselerasi,” ujarnya.

Selanjutnya, dilihat pertumbuhan ekonomi berasal dari Capital market yaitu pasar saham dan obligasi. Untuk pasar saham mencapai Rp7.231 triliun atau naik 3,77 persen, serta pasar obligasi mencapai Rp 4.718 triliun naiknya 9,65 persen.

“Bisa menjadi sumber bagi pemulihan ekonomi dengan perusahaan-perusahaan bisa melakukan IPO right issue maupun mengeluarkan obligasi Investor domestik kita sekarang sudah mencapai 7,5 juta investor,” ujar Menkeu.

Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpesan kepadanya agar pemulihan ekonomi harus didasarkan pada produktivitas yang tinggi sehingga temanya memang masalah produktivitas.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Produktivitas Tinggi

Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Turun 5,6 Persen Akibat Covid-19
Pandangan udara permukiman padat penduduk di Jakarta, Senin (27/7/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta mengalami penurunan sekitar 5,6 persen akibat wabah Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Menurutnya, produktivitas yang tinggi hanya bisa muncul dari perbaikan dari SDM, infrastruktur dan kualitas birokrasi serta regulasi.

“Kita juga mengidentifikasi pusat-pusat atau trend baru dari pertumbuhan ekonomi yang berasal dari sisi pola hidup normal baru sesudah pandemi terutama berbasis kesehatan, maka reform di bidang kesehatan akan menjadi sangat penting baik itu menyangkut industri alat kesehatan maupun dari sisi penyelenggaraan jasa kesehatan yang sangat penting untuk ditingkatkan,” katanya.

Kemudian, reform di bidang investasi dan Perdagangan, transformasi di sektor manufaktur baik itu industri mesin, elektronik, alat komunikasi kimia dan hilirisasi mineral menjadi sangat penting untuk menjadi roda atau lokomotif bagi pemulihan ekonomi.

 Selanjutnya, yang perlu untuk di terus ditingkatkan adalah kesadaran ekonomi hijau, di mana nilai ekonomi yang berasal dari karbon dan teknologi energi terbarukan akan menjadi sumber atau diandalkan menjadi sumber pertumbuhan yang baru.

“Ini yang akan didukung oleh APBN untuk tahun 2023, di mana kita berharap pertumbuhan ekonomi dari seperti disampaikan ada dalam range 5,3 persen hingga 5,9 persen,” pungkas Menkeu. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya