Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah merilis hasil seleksi tahap II anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) periode 2022-2027. Dalam daftar tersebut, terdapat nama pejabat aktif, mantan pejabat serta pensiunan di kementerian dan lembaga pemerintah, serta industri keuangan.
Ekonom Senior Unversitas Indonesia (UI), Faisal Basri mengatakan, seleksi DK OJK ini jangan sampai hanya dijadikan kesempatan untuk mencari kerja saja. Saat ini yang dibutuhkan OJK adalah sosok pembaharu yang menawarkan konsep-konsep baru untuk menjawab tantangan-tantangan besar. Selain itu, mereka juga tidak memiliki beban sejarah yang negatif.
“Kalau yang lama-lama ya kita lihat apa yang mereka hasilkan, lebih gampang menilainya. Saya berharap tidak ada unsur titipan-titipan, dan harus orang-orang yang punya helicopter view. Jadi leadership, visi dan decisiveness. Jangan dipilih orang-orang yang melihat ini sebagai kesempatan kerja, capek kita dan ini ancamannya berat, jantung ekonomi kita bisa semaput,” ungkap Faisal dalam siaran pers, Minggu (20/2/2022).
Advertisement
Sebagai lembaga tertinggi yang mengawasi sektor keuangan nasional, OJK harus dipimpin oleh sosok pembaharu di bidang ekonomi dan pejabatnya tidak bisa menjadi pejabat biasa yang hanya sekedar melakukan pergantian, reorganisasi semata.
“Jadi mari kita benahi OJK, karena tidak ada satu negara yang bisa maju kalau jantung perekonomiannya lemah. Jadi harus aware, kalau pimpinan OJK aware dia punya kemampuan komunikasi dengan stakeholder dalam menyelesaikan masalah,” jelas Faisal Basri.
Baca Juga
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kerja Sendiri-Sendiri
Mantan Satgas Mafia Migas ini juga menganalogikan OJK dengan jantung yang menyedot dan memompakan darah dalam perekonomian. Menurutnya, saat ini jantung perekonomian nasional terus melemah, bahkan merupakan yang terlemah dibandingkan negara-negara tetangga.
“Sebagai perbandingan, dari perbankan Indonesia itu penyaluran kreditnya cuma 38 persen dari PDB, padahal hampir semua negara di ASEAN di atas 100 persen. Uang banyak sekali diperbankan, menyedotnya kencang tapi pengembaliannya lemah,” kata Faisal.
Oleh karena itu, OJK berperan sentral di dalam ekonomi dan untuk memperkuat jantung ekonomi. Saat ini, menurutnya kelemahan OJK adalah tidak ada yang mengawasi sehingga mereka berada di zona yang nyaman. Sehingga dibutuhkan desain OJK yang baru, dan Komisioner-Komisioner terpilih harus benar-benar mengerti lingkungan kerja OJK, yakni perekonomian Indonesia sebagai satu kesatuan.
“Masalahnya di OJK adalah adanya kompartemenitas, jadi kalau dilihat dari seleksinya Anda mau ngurusi perbankan, asuransi, pasar modal, atau Ketua OJK dan sebagainya. Nah Ketua OJK tidak bisa mengintervensi urusan yang ada di dalam kompartemen-kompartemen tersebut. Jadi OJK yang sekarang adalah tidak lebih menyatuhan dalam satu Gedung atau satu atap Bapepam-LK, Bank Indonesia yang dulunya mengurusi perbankan, dan Kementerian Keuangan, tapi mereka kerjanya sendiri-sendiri walaupun satu ruangan,” jelas Faisal.
Advertisement