Pemda Bisa Terbitkan Utang, Tapi Hati-Hati Bangkrut

Sri Mulyani tak menutup mata, ada kota di sebuah negara yang bangkrut karena pemerintahnya tidak mampu mengelola utang dengan baik.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Mar 2022, 14:40 WIB
Diterbitkan 10 Mar 2022, 14:40 WIB
Menkeu Sri Mulyani
Menteri Keuangan Sri Mulyani. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Pusat memberikan keleluasan bagi pemerintah daerah (pemda) untuk menerbitkan utang daerah. Hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Harmonisasi Keuangan Pusat dan Daerah (UU HKPD).

Dengan adanya utang daerah tersebut diharapkan akan bisa mengakselerasi pembangunan. Namun perlu diperhatikan bahwa penerbitan utang daerah harus menerapkan prinsip kehati-hatian.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dengan menganut sistem pemerintahan desentralisasi atau otonomi daerah, pemerintah daerah bisa melakukan penarikan utang dengan catatan harus bisa mengelola utang.

"Daerah ini kan sudah menjalankan otonomi, seharusnya bisa mengelola utang," kata Sri Mulyani dalam acara Kick Off Sosialisasi UU Harmonisasi Keuangan Daerah dan Pusat (HKPD) di Demak, Jawa Tengah, Kamis (10/3/2022).

Sri Mulyani tak menutup mata, ada kota di sebuah negara yang bangkrut karena pemerintahnya tidak mampu mengelola utang dengan baik. Sehingga pemerintah pusatnya harus mengambil alih dan menyelesaikan kekacauan tersebut.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, pemerintah telah menyiapkan sejumlah instrumen dan mekanisme yang ketat. Berpegang dengan prinsip kehati-hatian, maka ada sejumlah aturannya.

Mulai dari penarikan utang harus mendapatkan persetujuan DPRD dalam pembahasan RAPBD. Penarikan utang boleh dalam tempo waktu melebihi masa jabatan kepala daerah namun harus mendapatkan persetujuan dari pemerintah pusat yakni, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri dan Kepala Bappenas.

Penarikan utang dari Pusat dan Penerbitan obligasi dan sukuk hanya bisa dilakukan setelah mendapat restu dari Menteri Keuangan dan pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri. Kewajiban penganggaran pembayaran kembali dalam APBD dan adanya sanksi administrasi. Pengendalian defisit dan pembiayaan utang dilakukan oleh Menteri Keuangan dan melarang Pemda menarik utang langsung dari luar negeri.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Malapetaka

Sri Mulyani Mencatat, Defisit APBN pada Januari 2019 Capai Rp 45,8 T
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). APBN 2019, penerimaan negara tumbuh 6,2 persen dan belanja negara tumbuh 10,3 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sri Mulyani mengatakan kewenangan yang diberikan diharapkan bisa dimanfaatkan pemerintah daerah dalam membangun wilayahnya. Pemda bisa membuat instrumen kebijakan fiskal sendiri dan harus bisa menghadapi konsekuensi akan terjadi.

"Pemerintah memberikan kewenangan kalau niatnya bagus ini jadi baik, kalau di tangan yang tidak bagus ini akan jadi malapetaka," kata dia.

Terpenting kata Sri Mulyani, Pemda harus bisa memiliki semangat yang kuat dalam mengelola keuangan daerah untuk pembangunannya. Sebab hal tersebut akan menjadi cermin cara daerah mengelola utang untuk pembangunan.

Beberapa manfaat yang bisa dinikmati Pemda antara lain skema pembiayaan diperluas dengan menggunakan konsep syariah seperti sukuk daerah. Hal ini berdasarkan aspirasi sebagian daerah yang menginginkan adanya skema pembiayaan syariah karena secara kultural dan politis lebih bisa diterima.

Selain itu, reklasifikasi jenis pinjaman dari berdasarkan jangka panjang waktu menjadi berdasarkan bentuk pinjaman. Sehingga bisa mencegah kesimpangsiuran istilah yang akan membingungkan daerah sebagai institusi pelaksana peraturan daerah. Agar sebagai institusi pelaksana peraturan bisa selaras dengan praktik APBN.

 

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya