Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengisahkan keberaniannya mengambil keputusan untuk menyetop ekspor barang mentah dari Indonesia. Salah satunya Nikel yang sudah disetop sejak 2020 lalu.
Namun, rencananya itu tak selalu berujung baik, ternyata Jokowi mengaku telah digugat oleh Uni Eropa. Alasannya karena menyetop ekspor nikel mentah yang diperintahkannya. Ia pun menyebut persoalan ini belum selesai hingga saat ini.
Baca Juga
“Begitu kita bilang setop nikel, setop ekspor bahan mentah nikel ya kita digugat, sama Uni Eropa, belum rampung sampai sekarang, nggak papa ini belum rampung. Saya sudah perintah bauksit tahun ini setop, biar digugat lagi,” katanya dalam Dies Natalis UNS Ke-46, Jumat (11/3/2022).
Advertisement
Ternyata gugatan ini tak menyurutkan niatnya. Bahkan, Jokowi menyebut akan mulai menutup pintu ekspor bahan mentah komoditas lainnya dalam tahun-tahun mendatang.
“Bauksit setop, tahun depan tembaga atau timahnya, biar digugat lagi, nggak papa digugatin terus, belum tentu kita kalah, tapi belum tentu juga kita menang. Tapi keberanian itu harus kita lakukan,” katanya.
“Kalau kita tidak pernah mencoba, kita tidak akan tahu kita menang atau kalah, kita bener atau nggak bener, tapi yang ini bener setop ini bener. Kita tahu karena dari Rp 15 triliun melompat ke Rp 300 triliun,” imbuh dia.
Perintah Sejak 2020
Jokowi menyebut perintah menyetop ekspor barang mentah ini telah dimintanya sejak 2020 lalu kepada seluruh jajaran menteri di kabinetnya. Ia berharap demikian mampu memberikan keuntungan yang lebih besar bagi indonesia.
Lebih jauh, hal ini dipandang mampu meningkatkan investasi ke dalam negeri.
“Apa yang terjadi kalau ini kita setop semuanya? Investasi di dalam negeri akan naik tinggi sekali yang ke dari luar masuk juga ada capital inflow itu juga akan memunculkan nilai tambah yang luar biasa,” terangnya.
Advertisement
Hitung-hitungan Jokowi
Pada kesempatan itu, Jokowi juga menyampaikan hasil hitung-hitungannya terkait keuntungan dari menyetop bahan mentah. Ini jadi alasan bagi Jokowi untuk ikut juga menyetop bahan mentah lainnya.
“7 tahun lalu kita ekspor nikel bahan mentah kira-kira (pendapatan negara) USD 1 sampai 1,5 miliar, berarti kira-kira Rp 15-20 triliun, karena kita stop, dan muncul yang namanya industrial downstreaming, hilirisasi, industrialisasi,” terangnya.
“2021 kemarin ekspor kita karena sudah setengah jadi dan jadi, menjadi USD 20,8 miliar artinya dari Rp 15 triliun melompat kepada kurang lebih Rp 300 triliun,” imbuhnya.
Ini baru dari satu komoditas. Jika diperluas dengan menyetop dan melakukan hilirisasi pada komoditas lainnya seperti tembaga hingga bauksit, Jokowi optimistis mampu memberikan nilai tambah yang lebih besar.
Bahkan, pendapatan yang lebih besar lagi ke kas negara jika komoditas pertanian yang potensinya dimiliki indonesia juga turut dilakukan hilirisasi.
“Betapa kalau ini kita satu persatu kita punya keberanian untuk bilang setop, munculnya angka-angka yang tadi saya sampaikan. Membuka lapangan kerja, itu yang paling penting, yang kedua bu menteri keuangan bisa pungut pajaknya. PPh nya ambil PPNnya ambil lebih gede, bea ekspor, PNBP dapet semuanya,” tuturnya.